[+1] Our first valentine

56 12 1
                                    

Gue ingat valentine pertama gue sama Shai, kami baru jadian banget bareng dan sama kayak semua perasaan yang masih hangat, semuanya menyenangkan.

Meski akhir pekan sebelum valentine itu kami sudah berjanji akan menghabiskan 14 februari bersama, gue tetap berdebar-debar menunggu ucapan selamat hari kasih sayang dari Shai itu. Satu hari penuh selama waktu meeting, turun tangga, bahkan makan gue cek hape gue tiap 60 detik berharap ada notifikasi dari namanya — tapi nihil.

Dan gue mulai merasa kesal.

Jam menunjukkan pukul 4 sore ketika ponsel gue bergetar dan AKHIRNYA! nama itu muncul di layar: "heyy, hari ini mau jam berapa?" dia bertanya — bukan mengirimkan selamat valentine. Haduh, perasaan merah jambu paling norak.

Tangan gue mengetik cepat dengan kesal, "Oh masih inget? Gue kira gak jadi? Udah ditunggu dari pagi?" tapi untungnya pesan itu terhapus sebelum dikirim. Pesan yang kalau gue baca ulang bikin gue berpikir lagi dan lagi, kenapa gue seobsesi itu sama dia? It's just a countdown, no? Tapi mungkin itu adalah hari-hari denial gue.

 Gue diam beberapa saat, meletakkan ponsel dengan layar terbuka, mendengarkan sesuatu soal budget transfer yang gue nggak sepenuhnya paham. Gue diam sejenak, memutuskan berhenti memasukkan formula sum ke excel gue — kayaknya itu satu-satunya formula yang gue bisa.

"kayaknya bubar jam 6. Bisa nyampe sana jam 7, aman?" pesan itu lagi-lagi nggak dibalas.

Jam menunjukkan pukul 5:55 ketika gue jelas-jelas masih terjebak meeting, kali ini ada presentasi dan jelas nggak akan selesai dalam lima menit. Masih ada debat lumayan heboh antara satu orang di ruangan ini dan orang lainnya yang ada di Zoom. Gue baru saja mau membuka hape ketika pesan baru masuk, "Aku OTW ke sana ya. Bareng aja berangkatnya."

Bangku gue terdorong ke belakang, satu ketukan dengan irama hati gue yang mau melompat, membuat beberapa rekan kerja menengok bertanya-tanya, "gapapa, gapapa. Sorry." Gue menjelaskan lalu lanjut mengetik, "gue belum selesai meeting??"

"Gapapa. Aku tunggu di parkiran."

Jam 6:12, dengan perasaan gak enak membuat orang menunggu, di depan atasan yang biasanya selalu gue tunggu dia pulang duluan, gue merapikan laptop dan pamit pulang.

"Parkir dimana?"

"Kabarin aja kalau sampai lobi. Tar aku balik ke lobi."

Gue buru-buru ke kamar mandi, mengoleskan liptint ulang, memakan permen penyegar, dan menyemprotkan parfum ke titik-titik utama. Rambut gue yang sebenarnya baru keramas itu terlihat agak lepek, gue sisir ke arah sebaliknya supaya tetap tegak, lantas menunggu lift dengan berdebar-debar. Lama banget. Lift terbuka. Gue mengirim pesan, "udah di lobi."

Nggak lama gue menunggu, sebuah mobil berhenti yang gue pernah liat sesekali muncul, kacanya terbuka. Dia tersenyum. "Lagi pakai mobil ini?" gue bertanya setelah duduk di samping pengemudi. Laptop dan jaket yang sejak tadi gue pegang dengan kerepotan gue letakkan di bangku tengah.

"Iya tukeran dulu hari ini." Dari ceritanya, itu mobil sepupunya yang cuma beda setahun dan tinggal di satu tower apartemen yang sama dengan dia. Sesekali dia memang membawa mobil itu kalau sepupunya lagi mau pake motor atau dia mau pakai mobil

"Oalah." 

"Kemana kita hari ini?" tanyanya sambil keluar dari lobi.

"Loh aku kira kamu book table?"

"No, kamu kan nggak suka."

Ya nggak salah, tapi "ini kan valentine."

"And?" Jawaban menyebalkan. Gue ingat banget hari itu gue kesal.

Gue menghela napas, tangannya lepas satu dari setir, meraih tanganku dan meremasnya hangat. Di lampu merah yang membuat kami terperangkap beberapa detik, tangannya menarik tangan gue dan mencium punggung tangan gue sebentar. Dia tertawa sampai lesung pipinya muncul dan matanya hanya sedikit terlihat, "udah aku pesen kok. It's our first valentine, of course I already book it for you. Tenang yaa."

"Ih apa siiih." Gue ketawa-tawa geli sambil merasakan euforia yang terlalu besar. Euforia yang waktu itu berusaha gue tepis tapi sekarang rasakan dengan bangga.

Selamat valentine lagi, Shai.

Fresh Graduate with Ten Years ExperienceWhere stories live. Discover now