Prolog

98.1K 1.1K 8
                                    

"Hei! Punya mata gak?!" Lana membentak dari balik kemudi, kemudian merasakan kekesalan mendalam begitu melihat orang itu, yang kebetulan adalah tunangannya.

"Alana, kalau parkir lihat kiri kanan dulu." Tirtan menghela nafas kaget begitu melihat siapa yang berada dibalik kemudi mobil yang hampir saja menabraknya saat sedang berjalan dilapangan parkir area pusat perbelanjaan.

"Kamu tuh yang liat kiri kanan kalau jalan. Gak liat apa, mobil segede gini lagi mau markir?" balas Alana tidak mau kalah.

"Iya." Tirtan memutuskan untuk mengalah, kali ini. Sambil menatap jam di pergelangan tangannya Tirtan berjalan menuju jendela mobil Lana.

"Jam segini belum pulang?" Tanya Tirtan setelah memastikan jam yang menunjukkan angka setengah sembilan malam."Lembur?"

Lana sedikit terpana akan kedekatannya dengan Tirtan. "Bukan urusanmu." Dipikirnya aku anak kecil? Jam segini harus ada di rumah, ck. Sungut Lana yang tentunya hanya dalam hati.

"Tirtan?" suara memanggil tiba-tiba dari arah belakang Tirtan.

Tirtan berbalik dan bergumam pada orang yang menegurnya barusan, Lana tak mendengar jelas apa gumamam Tirtan.

Tirtan kini kembali berbalik kearah Lana yang tampaknya sudah siap ingin tancap gas berlalu dari hadapan Tirtan. Lana sedikit jengkel dan takut Tirtan akan kembali mencuri kecupan darinya, walaupun hal itu bisa dianggap konyol saat ini karena sikon yang sangat tidak mendukung untuk Tirtan mencuri kecupan darinya, hal yang sudah sangat sering dilakukan Tirtan hampir disetiap saat mereka bertemu. Belum lagi tangan Tirtan suka seenaknya saja memeluknya, merangkulnya, menyentuhnya, argh! Entah apa lagi yang sudah dilakukan tangan Tirtan padanya.

Tirtan memandang Lana, "Lana, ini Erisa," kemudian Tirtan memandang Erisa sejenak, "Erisa, ini Lana." Tirtan memperkenalkan mereka dengan singkat seakan setengah hati melakukannya.

Risa tersenyum ala kadarnya, kemudian mengulurkan tangannya. "Erisa."

"Alana." Lana berkata datar dengan ekspresi yang juga tak kalah ala kadarnya, sembari menjulurkan tangan melewati jendela mobil, menyambut tangan Risa. Lana mengakui dirinya setengah hati melakukannya.

Begitu genggaman tangan mereka terlepas, Erisa berbalik dan melingkarkan lengannya dengan manja di lengan Tirtan. "Yuk, Tirtan... aku capek, pengen cepat pulang nih." Nada suara manja Erisa yang barusan didengar Lana membuatnya berjengit. Hal itu tak luput dari tatapan Tirtan.

Kemudian Tirtan menarik pandangan Lana agar manatap matanya, "Duluan, jangan kemalaman." Pamit Tirtan. Walaupun gumamannya tak jelas tatapannya pada wajah Lana terbilang intens. Bagaimana tidak intens jika Lana sampai merasakan pembuluh darahnya berdesir lebih cepat dan kehangatan terasa hingga ke pipinya, seintens itulah penilaian Lana pada Tirtan.

"Ayo." Ajak Tirtan kearah Erisa tiba-tiba. Erisa semakin melingkarkan tangan kanannya erat di lengan Tirtan, mengingatkan Lana kepada ular sawah menjijikkan yang membelit lengan manusia. Erisa sempat menoleh sebentar memberikan tatapan menilai pada Lana kemudian berbalik kembali menyandarkan kepalanya di bahu Tirtan. Mereka melangkah menuju area parkir bawah tanah. Membuat Lana semakin jijik dengan mereka.

"Brengsek." Umpat Lana dalam hati. Ia tahu mereka hanya berpura-pura bertunangan, namun perasaan kesal tetap menguasai hati Lana malam ini. Kesal yang sangat.

***

Hai, ini cerita sekedar pelepas stressku dikala waktu senggang. Jangan berekspektasi tinggi mengaharapkan cerita yang 'wow'.
Ini hanya serangkaian rumit kata yang entah kenapa begitu inginnya kubuat melilit-lilit sampai otakku sendiri susah mencernanya. Ahahaha. Maaf dan terimakasih sudah membacanya.




It's a Life Disaster!Where stories live. Discover now