5. Perpanjangan Waktu

25.8K 838 20
                                    


Waktu menunjukkan pukul 12 siang. Waktunya istirahat, lunch dan sebagainya. Lana menggeliatkan tubuhnya layaknya kucing sehabis bangun tidur. Rasa nyaman seketika terasa di seluruh tubuhnya yang teregang karena geliatannya itu. Segera dibereskannya mejanya setelah memutuskan restoran mana yang menjadi tempat kunjungannya siang ini. Kegiatan Lana terinterupsi oleh deringan smartphonenya. Caller ID yang tertera membuat Lana bingung sejenak ingin mengangkatnya atau tidak. Dengan agak tidak rela akhirnya diputuskan untuk menjawab panggilan telepon itu.

"Halo." Suaranya diusahakan se-excited mungkin.

"Halo, Lana?" Suara om Bima terdengar bahagia seperti biasanya.

"Iya om, ini Lana. Ada apa?" Lana menjawab sambil tersenyum. Mau tidak mau kebahagiaan yang dirasakan om Bima juga menular.

"Sibuk?" Tanya om Bima dengan suara renyahnya.

"Nggak om. Ada yang bisa dibantu?"

"Asal tidak merepotkan saja." Jawab om Bima.

Sebenarnya ini waktunya lunch, tapi tak apalah sekali-kali membantu, pikir Lana dalam hati. "Kalau Lana bisa, Lana pasti bantu kok" Lana meyakinkan.

"Tolong belikan tempura di toko makanan jepang yang dekat stasiun itu, bisa?" Suara Pak Bima terdengar ragu.

"Oh, Lana bisa kok. Om suka tempura ya? Mau diantar kemana nih?" Lana tersenyum.

"Bukan untuk om, tapi untuk Tirtan. Bisa kamu antarkan ke kantornya?" Kali ini Pak Bima memperdengarkan nada yang sepertinya tidak bisa ditolak oleh Lana.

Lana yang semulanya tersenyum sedikit menghilangkan senyumnya. "Bisa kok om."

Om Bima mengucapkan terima kasih dan menutup telpon, meninggalkan Lana yang tak tahu bagaimana sikapnya nanti. Selama ini dia selalu menghindari bertemu dengan Tirtan,  kecuali jika ada hal yang memang memaksa mereka bertemu seperti makan malam bersama keluarga setiap minggu dan tentu saja hal-hal remeh yang diusahakan orangtua mereka agar hubungan mereka menjadi lebih dekat, seperti saat ini.

Lana juga masih kesal dengan sifat Tirtan yang suka seenaknya mencium dirinya. Lana merasa rugi lahir batin, walaupun takkan pernah sudi ditunjukkannya pada Tirtan karena tahu jika hal itu terjadi Tirtan akan semakin meningkatkan intensitasnya dalam mempermainkan Lana. Dengan menggerutu akhirnya Lana meninggalkan kantor demi membeli tempura untuk Tirtan.

Sepanjang perjalanan yang dilakukannya hanya manyun dan cemberut. Sedikit tidak rela membawakan makanan untuk Tirtan. Sesampainya di restoran jepang Lana langsung memesan tempura untuknya dan untuk Tirtan. Setelah menunggu beberapa saat dan membayar akhirnya ia melanjutkan perjalanan ke kantor Tirtan.

Lana memarkir mobilnya di depan kantor Tirtan dan keluar mobil sambil menenteng kotak makanan berisi tempura. Sambil menghela nafas ia kemudian mengambil ponselnya dan mencari nama Tirtan kemudian menghubunginya sembari berjalan kearah lobby kantor.

***

Sesampainya di lantai teratas gedung itu segera ditujunya ruangan Tirtan atas petunjuk yang baru saja diterangkan Tirtan lewat panggilan telepon.

"Ada yang bisa dibantu?" Ucap Erisa yang mendongak menatap tamu yang tiba-tiba ingin memasuki ruangan Tirtan.

Lana mengangkat sebelah alisnya, mengenali wajah Erisa. "Saya ingin bertemu Pak Tirtan."

Erisa yang juga tampaknya mengenali Lana kemudian memasang ekspresi tidak suka. "Maaf, Tirtan sedang tidak menerima tamu."

Lana mendengus cantik, menyadari sedikit aroma ketidak profesionalan sang sekertaris. "Oh ya? Itu masalah Pak Tirtan. Bukan masalahku." Lana menegur halus pemanggilan nama Tirtan oleh Erisa.

It's a Life Disaster!Where stories live. Discover now