Bagian Delapan

4.1K 394 9
                                    

Senja itu, aku tidak bisa menghindar ketika Zaenal sudah duduk di sampingku di dalam bus yang membawaku pulang. Aku tidak mungkin melompat turun dari bus yang sudah melaju. Aku hanya bisa membiarkannya di sana. Ia terlihat letih, kusut dan jauh lebih kurus sejak terakhir aku melihatnya. Zaenal menulis di buku agenda, merobek dan menjejalkannya ke tanganku. Aku tidak ingin membacanya, tetapi melihat wajahnya yang putus asa, akhirnya aku membacanya. Zaenal menuliskan kalau hanya aku yang diingatnya ketika ia jatuh sakit.

Aku menatap Zaenal, ia mengatakan kalau hatinya sakit. Ia mengajakku turun dari bus dengan setengah menyeretku. Kami berdiri di trotoar tepi jalan, di tengah lalu lalang manusia dan lampu kota Jakarta yang gemerlap mengalahkan jutaan bintang di langit. Zaenal menghadapkan tubuhku ke arahnya. Kami berdiri berhadapan. Zaenal membuang tatapannya ke langit malam yang terang benderang oleh lampu kota jakarta.

Zaenal tidak bisa memilih kepada siapa ia akan jatuh cinta. Ia tidak ingin jatuh cinta kepadaku. Ia ingin membuang semua rasa ini. Harinya terasa mgilu ketika membayangkan aku bersama Ardi. Ia memintaku untuk berhenti bersikap munafik dan jujur pada perasaanku sendiri kalau aku pun tidak bahagia seperti dia. Aku terkejut ketika Zaenal dengan nekat berteriak kalau ia mencintaiku.

Beberapa orang yang lewat tertawa, bersiul, berwajah jutek dan mengomentari kami. Mukaku merah padam. Aku sangat malu. Kudorong Zaenal dan bergegas meninggalkannya. Zaenal mengejarku, tangnnya yang kuat mencekal lenganku. Ia menyentakkan tubuhku menghadapnya. Kami kembali berhadapan , ia berkata kalau ia tidak akan pernah melepaskanku. Aku dan siapa pun orang di dunia ini tidak punya hak untuk memaksanya berhenti mencintaiku.

Itulah Zaenal. Nekat, pantang menyerah, dan gila-gilaan. Anehnya, aku tidak bisa menolak untuk pertama kalinya dalam hidupku. Aku merasa dicintai dan dihargai sebagai seorang laki-laki. Zaenal bisa membangkitkan impian terliar dari orang sepolosku. Ia mampu membuat segala hal yang menjadi tampak begitu berarti. Aku yang bertahu-tahun bertahan pada kehormatannya dan harga diri, jatuh dengan begitu mudah ke dalam pelukannya. Ia telah mengubahku. Ia membuatku lebih hidup dan berarti. Cinta terlarang yang tumbuh di antara kami tidak dapat dicegah lagi. Cinta itu bahkan tumbuh semakin besar, berakar dan tidak bisa dicabut dengan cara apa pun.

Cinta kami sesalah apapun sangat indah. Sungguh aneh, cinta yang tumbuh di atas dosa, pengkhianatan dan dusta bisa seindah itu. Apakah semua yang terlarang justru terlhat sangat indah sehingga membuat banyak manusia berusaha menggapainya meski tahu itu terlarang?? Cinta kami bertahan di antara cemooh. Aku mengabaikan semua. Cinta telah membuat kami buta dan bahkan tuli hingga tidak bisa lagi melihat kenyataan dan mendengar jeritan hati nurani kami sendiri. Aku bersikeras tidak mau melakukan kontak fisik dan Zaenal menghargaiku.

Ketika aku mulai merasa letih dengan kemunafikan dan kebohonganku sendiri, Mas Abimanyu tiba-tiba meneleponku. Lama aku terdiam mendengar suaranya di seberang sana yang seperti datang dari dunia lain yang tidak kukenali lagi. Aku tercekat mendengar suara Mas Abimanyu. Ia mengucapkan selamat atas kehidupanku bersama Ardi dengan nada getir. Ia hanya ingin melihatku bahagia. Aku sudah membuat sebuah pilihan dalam hidupku dan ia selalu berdoa semoga itu pilihan yang terbaik. Ia tidak ingin melihatku menangis, baginya tidak mudah melupakan seseorang seperti aku. Sebelum ia menutup telepon ia berbisik.

"Berbahagialah, Sem. Kebahagianmu akan jadi kebahagianku juga......."

Lama setelah Mas Abimanyu menutup teleponnya, aku terkenang kembali pada masa lalu. Bagaimana aku bisa tegas membuat pilihan antara ia dan Ardi, lalu kenapa sekarang aku tidak bisa?? Sering kali aku menyinggung tentang masa depan hubungan kami kepada Zaenal. Mau sampai kapan kami terjebak dalam hubungan yang tidak bermasa depan ini?? Semua itu membuatku maju-mundur dari Zaenal. Kami seperti dua anak kecil yang bermain kejar-kejaran, aku berlari dan Zaenal mengajarku. Aku sedang melakukan permainan yang berbahaya.

Cerita Seorang Bipolar DisorderOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz