Bagian Duabelas

3.4K 354 24
                                    

"Mas sudah memutuskan menerima Zaenal??" Dendy tersedak dan buru-buru meminum teh manisnya.

Lama ia terdiam menatapku. Lidahnya terasa kelu. Dendy meminum teh manisnya lagi sebelum menjawab, "Aku bingung harus berbicara apa. Apakah aku harus memberi Mas selamat atau aku harus bersedih atas keputusan Mas?? Jujur bukan keputusan seperti itu yang kuharapkan darimu Mas."

Aku tertunduk memainkan mi goreng di mangkuk dengan garpu.

"Aku sendiri tidak tahu kenapa aku mau melakukannya. Semua seperti di luar kesadaranku." Aku mendesah, lalu meletakkan garpuku, selera makanku sudah hilang.

"Kalau aku tidak kenal Mas, aku pasti mengira Mas lagi mabuk, Mas mengambil keputusan untuk hidup bersama dengan Zaenal?? Kamu sadar nggak sih, Mas??"

Aku menggeleng lemah.

"Aku nggak tahu. Sampai sekarang, rasanya aku masih merasa mimpi. Mungkin begitu ya, orang dalam pengaruh drugs atau narkoba. Padahal aku enggak pernah menyentuh barang-barang seperti itu. Kenapa aku bisa kayak orang mabuk dan linglung begitu??"

"Ya Allah Mas!! Jangan-jangan Mas diguna-guna..." Dendy meminum teh manisnya sampai habis, seakan ia sangat kehausan.

"Kenapa Mas baru cerita sekarang??" Dendy memesan segelas teh manis lagi kepada pelayan restoran. "Ya, aku tahu. Pasti Mas takut aku akan mencegahmu kan??"

Aku menganggak.

"Ya...mungkin."

"Jelas saja aku akan mencegahmu Mas!! Kamu sadar nggak Mas, kamu mengorbankan segalanya untuk sesuatu yang tidak pasti. Hubungan seperti Mas itu tidak memiliki ikatan hukum, kamu tidak bisa menuntut ia kalau sesuatu terjadi."

"Aku membuat surat perjanjian." Aku menyodorkan surat perjanjian yang kubuat bersama Zaenal kepada Dendy.

"Tanpa saksi yang jelas, tanpa pengesahan secara hukum. Hanya materai?? Kamu dibodohi Mas!!" Dendy menarik napas panjang.

"Aku sayang kamu Mas. Jujur aku menyayangkan keputusan Mas, terutama untuk kehidupanmu. Aku tahu kamu sendiri tidak nyaman. Aku tahu Mas butuh keluarga utuh seperti pasangan gay yang hidup bersama, apakah Zaenal menjamin semuanya Mas, rasa aman, materi dan tanggung jawab?? Kamu justru menempatkannya pada situasi yang membuatmu akan dihujat orang. Apa Mas lupa pada janji Mas dulu?? Mas lahir dari keluarga broken home. Mas dulu pernah berjanji walaupun hidup bersama dengan laki-laki tapi tidak akan menempatkan Mas di posisi seperti dulu, tapi kenapa Mas sekarang melakukannya?? Ada apa dengan kamu Mas?? Aku merasa ini tidak seperti kamu. Selama ini aku mengira Mas orang yang rasional, tapi sekarang Mas membiarkan diri Mas terbawa oleh emosi dan egoisme, kamu belum gila kan Mas?? "

"Please........" Aku memohon kepada Dendy. "Tolong jangan ceramahi aku lagi. Aku capek. Aku tahu, aku bodoh. Aku mungkin memang sudah gila." aku nyaris menangis.

"Ya sudahlah semua sudah terjadi. Bagaimanapun juga aku harus memberimu selamat. Sekarang kamu sudah menjadi seorang pasangan dari orang yang kamu cintai. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Mas." Dendy memelukku.

"Selamat ya Mas..."

"Terima kasih." entah kenapa aku merasa sangat tidak bahagia karenanya.

Hanya sebulan aku menikmati masa indah bersama Zaenal. Zaenal mondar-mandir Jakarta-Solo setiap akhir pekan. Bulan Agustus, Zaenal ditugaskan di Sulawesi Barat. Dua hari pertama, komunikasi kami masih lancar, namun ketika ia dalam perjalanan menuju Desa Pattidi yang terletak sekita lima kilometer arah selatan Kota Mamuju, komunikasi kami tiba-tiba terputus. Aku menunggu kabarnya selama dua hari, tetapi tak ada berita. Akhirnya, Zaenal pernah berpesan kalau aku membutuhkan sesuatu, aku disuruh telepon Empi.

Cerita Seorang Bipolar DisorderWhere stories live. Discover now