Epilog

7.6K 544 181
                                    

Laki-laki itu menyandarkan tubuhnya yang letih ke sandaran kursi. Akhirnya selesai juga. Dua bulan ia menceritakan semua kepedihan, luka, duka, air mata, senyum dan tawa. Dan kini selesailah semuanya. Sebuah cerita perjalanan hidup itulah perwujadan siapa dirinya sebagai manusia, seorang laki-laki, seorang gay dan seorang penyandang bipolar disorder.

Fase gelap itu boleh datang dan menenggelamkannya lagi seperti 36 tahun ini. Kini ia tidak perlu lagi takut karena ia tahu, setelah fase gelap akan datang fase yang terang benderang, semua akan terlihat indah. Itulah hidup, gelap dan terang, suka dan duka, mania dan depresi, itulah ia sebagai seorang bipolar disorder.

Hitam itu masihlah tetap kelam, tetapi dibaliknya ada cahaya kecil yang akan menjadi terang benderang bersama kesabaran, perjuangan dan ikhtiar serta keikhlasan. Seperti yang dikatakan seorang bijak, daya tahan pun tidak bertahan. Konyolnya, ketahanan itu bertahan di tempat ketika segala sesuatu menjadi sulit dan hampir tidak mampu ia jalani. Ia berpikir bisa menahan rasa sakit dan kesulitan hidup itu sendiri. Bertahun-tahun ia menanamkannya di dalam diri sendiri, "Aku bisa melewati ini. Aku kuat."

Dan jika seseorang pernah mencobanya, mereka akan tahu bahwa kita tidak bisa bertahan begitu terus menerus untuk waktu yang sangat lama. Itu hanyalah bagian dari kesombongannya sebagai manusia. Sekarang sudah saatnya laki-laki itu mengakui kelemahannya sebagai manusia dan menyerahkan segalanya kembali kepada Tuhan.

Sebagaimana dikatakan Ajahn Brahm dalam bukunya Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya.

"Sakit adalah bagian dari hidup. Ketika kebanyakan manusia mulai berpikir bahwa sakit itu salah, sakit itu penghenti atau penghalang bagi banyak hal, sakit adalah hukuman mengerikan dari Tuhan. Sakit adalah sejenis interupsi yang tidak menyenangkan bagi apa yang seharusnya dikerjakan, atau berpikir bahwa penyakit harus disingkirkan segera agar bisa kembali ke kehidupan normal lagi, maka saat itu manusia telah melewatkan makna besar dari sakit. Sakit hadir untuk menjadi guru. Sakit adalah salah satu cara Tuhan bagi manusia yang merindukan dekat dengan-Nya."

Sakit telah menjadi gurunya nyaris selama hidup, sebagaimana masalah juga telah menjadi gurunya. Meski masalah itu benar-benar tidak tertahankan dan seperti tiada habisnya, laki-laki itu belajar sesuatu darinya. Ketika ia mengalami sesuatu yang sulit ditanggung, ia harus menganggap hal itu sebagai guru. Hidup ini tidaklah mudah, tapi bukankah Tuhan lebih tahu apa yang baik bagi hamba-Nya meski mungkin tidak terasa menyenangkan buatnya?? Guru-guru inilah yang mengajari si laki-laki bahwa hidup dalam hidup ada banyak hal yang tidak bisa di ubah. Ia belajar untuk menerimanya.

Ketika ada sesuatu yang tidak bisa lagi ia ubah, apa yang dapat ia lakukan?? Segalanya di luar kendalinya sebagai manusia. Laki-laki itu tidak ingin sakit, tapi Tuhan telah memberinya sakit. Laki-laki itu tidak ingin kesulitan, tapi ia harus hidup dalam begitu banyak kesulitan. Apalagi yang bisa ia lakukan selain hanya belajar rendah hati, lebih banyak bersyukur, lebih berempati kepada orang lain. Laki-laki itu benar-benar belajar untuk tidak menyalahkan siapa pun. Ia belajar untuk tidak lagi berharap apa yang kehidupan berikan kepadanya, tapi apa yang bisa ia berikan saat ia masih hidup. Bagaimana ia bisa menjalani hidup yang berarti dan luar biasa, bukan hanya 'biasa-biasa' saja.

Dengan menceritakan semua kisah hidupnya, laki-laki itu belajar melepaskan dan membiarkan semua berllau. Ketika ia dikhianati oleh orang-orang yang mengaku mencintainya, disakiti oleh orang yang dianggap sebagai sahabat, diabaikan oleh keluarganya, ketika ia dikecewakan, dihujat, dihina, dan dihakimi oleh mereka yang sama sekali tidak tahu siapa dirinya, ia hanya harus belajar memaafkan mereka, membuang kemarahan dan dendam.

Jika ia tidak belajar memaafkan mereka, tidak membuang kemarahan dan dendamnya, maka mereka akan selalu melukainya lagi dan lagi, bahkan meski hanya dengan memikirkannya. Itu artinya ia akan menjadi bagian dari mereka yang merugi. Hidup Cuma satu kali, apakah ia bisa membiarkannya jatuh dalam kerugian?? Memaafkan bukan berarti menyetujui. Laki-laki itu tetap tidak bisa menyetujui kezaliman yang mereka lakukan kepadanya dengan cara apa pun, tetapi itu telah terjadi.

Ia hanya ingin mereka tidak lagi melukai siapa pun dan belajar dari kezaliman yeng mereka lakukan agar tidak melakukan kezaliman yang sama kepada orang lain. Sangatlah mudah menerima kebaikan dalam hidupnya, tapi menerima kezaliman dan memaafkannya adalah perjuangan. Laki-laki itu telah berhenti berharap mereka akan mengerti siapa seberanya dirinya. Ia berhenti berharap mereka akan baik kepadanya sebagaimana ia telah berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka. Laki-laki itu belajar untuk lebih ikhlas bersama kesabaran.

Ketika laki-laki itu belajar memaafkan kezaliman yang mereka lakukan kepadanya, ia juga belajar menerima berbagai kesulitan dalam hidup seperti sakit, utang, kepedihan, luka, kecewa dan segala hal kesulitan lain. Ia belajar mensyukurinya. Dengan semua kezaliman dan kesulitan itu, ia telah diberi kesempatan oleh hidup untuk tumbuh dan belajar. Ketika ia telah berhasil melalui semuanya, laki-laki itu melihat ada harapan, jalan, kemudahan, kebaikan di dalam setiap kesulitan yang tidak semua orang mampu menjalaninya.

Laki-laki itu tersenyum. Ia kini bisa memberi ucapan selamat kepada dirinya sendiri bahwa ia telah dipilih Tuhan untuk menjalaninya sebagai sesuatu yang tidak ternilai hikmahnya. Laki-laki itu kini bisa melihat pantulan dirinya sendiri di cermin, bukan sebagai 'korban', bukan sebagai 'pembawa masalah', tapi sebagai 'pemenang' untuk dirinya sendiri. Kebaikan dan kejahatan itu bagaikan bunga dan ilalang.

Tidak seorang pun mampu menyingkirkan semua ilalangnya karena akan selalu tmbuh, tidak peduli meskipun ia harus menghabiskan seumur hidupnya untuk mencabut, membabat, bahakan membakarnya. Ia hanya bisa menumbuhkan lebih banyak bunga dan merawatnya agar terus hidup dan menebarkan keharuman. Bila dizinkan, ia berharap ilalang itu akan mati seiring dengan doa dan ikhtiarnya.

Laki-laki itu menarik napas panjang, terima kasih yang snagat tulus ia ucapkan dalam hati kepada ia yang telah mengkhianatinya, yang telah mencoba menghancurkannya, sahabat yang telah melukainya begitu dalam, mereka yang telah menghujat, menghina, menghakimi dan berbicara buruk tentangnya. Semua kezaliman yang mereka lakukan kepadanya adalah guru terbaik yang telah diberikan Tuhan.

Laki-laki itu merasa tidak perlu rendah diri karena telah menjalani semuanya. Bukankah Tuhan hanya memberikan ujian tersulit bagi mereka yang Dia anggap mampu?? Ia tidak malu karena telah jujur pada dunia dan kepada dirinya sendiri bahwa ia telah melakukan banyak kesalahan dalam hidupnya. Ia tidak sempurna dan tidak akan pernah menjadi sempurna.

Ia seorang penderita bipolar disorder. Sungguh sangat disayangkan, kejujuran akan 'ketidaksempurnaannya' membuat beberapa orang yang ia anggap sahabat merasa berhak melukai, menghujat, menghina dan menghakiminya. Sungguh menyedihkan ketika banyak manusia merasa perlu memakai topeng sebagai 'orang baik yang sempurna', bahkan bersembunyi di balik topeng 'keimanan'. Sementara itu, hati, perkataan dan perbuatannya tidak mencerminkan apa-apa selain kebohongan publik.

Tuhan yang berhak menilai kebaikan dan keimanannya. Perlukah baginya pengakuan dari mereka yang tidka pernah melihat jauh ke dalam lubuk hatinya selain hanya opini yang mereka ciptakan tentang siapa dirinya?? Laki-laki itu bukan mereka, ia tidak merasa berhak menialai atau menghakimi siapa pun. Ia bahkan tidak punya keberanian untuk melukai siapa pun dengan sengaja. Ia patut merasa bangga kepada dirinya sendiri bila begitu banyak orang membencinya karena 'perbedaan' itu.

Kehidupan sudah memberi begitu banyak apa yang tidak terduga dan kita impikan. Semua datang sebagai misteri dan kejutan ketika laki-laki itu sudah tidak mengharapkannya. Ia belajar memahami bahwa tidak ada yang abadi di dunia. Bahkan cinta dan persahabatan tidak akan bertahan selamanya.

Semua akan tiba waktunya, ia harus mengikhlaskannya. Kepada orang-orang yang tulus menyelipkannya dalam doa-doa terbaik mereka, orang-orang yang tulus menyayanginya apa adanya, ia hanya ingin mengucapkan terima kasih dan bersyukur karena Tuhan telah menghadirkan mereka ke dalam hidupnya sebagai anugerah. Terima kasih karena mereka masih ada untuknya sampai detik ini.

Laki-laki itu beranjaknya dari tempat duduknya, ia bangkit dan berdiri di depan cermin, lalu berkata kepada dirinya sendiri.

"Aku seorang bipolar disorder. Setelah kulihat cahaya kecil itu, kini aku melihat cakrawala baru. Bipolar disorder hanyalah sebuah nama. Aku laki-laki biasa yang hanya memiliki sedikit perbedaan dengan laki-laki lain. Bipolar disorder atau apa pun namanya, bukanlah namaku. Di saat aku telah siap untuk menerima sakit, kesulitan kepedihan, bahkan kematian sebagai bagian dari hidup, saat itulah aku telah siap juga untuk hidup......"

Solo, 2014.

SELESAI




Cerita Seorang Bipolar DisorderWhere stories live. Discover now