Bagian Sebelas

3.5K 356 48
                                    

Beberapa hari kemudian ia pulang dengan bersikap manis kepadaku. Aku diam tidak meyapanya. Selepas mahgrib, Erlin datang bersama keluarganya. Sungguh menggelikan karena Ardi bersembunyi di kamar dan tidak mau menemui mereka. Aku menemui mereka di teras rumah dengan sopan menanyakan maksud kedatangan mereka. Erlin bercerita kalau Ardi membawanya untuk operasi membalik posisi rahim agar ia tidak bisa hamil. Ardi memaksa Erlin melakukan aborsi dan bayi itu dikubur dihalaman belakang rumahku. Malam itu, Erlin sengaja datang karena ingin menengok makam bayinya dan meminta tanggung jawab Ardi yang berjanji akan memperbaiki posisi rahimnya kembali.

Saat itu, rasanya seluruh langit runtuh di atas kepalaku. Mas Harry, sahabat Ardi yang juga merupakan teman kantornya baru saja datang. Aku menyuruhya memaksa Ardi agar mau keluar menemui keluarga Erlin. 

Atas desakanku, akhirnya Ardi bersedia mengakui perbuatannya dan berjanji akan bertanggung jawab kepada Erlin dan keluarganya. Aku juga meminta Erlin dan Ardi berdamai. Setelah mengucapkan janjinya, Ardi pergi bersama Mas Harry, aku membiarkan Erlin ke halaman belakang rumahku untuk mencari makam bayinya. Aku tidak mau tahu apakah Erlin menemukan makam itu atau tidak. Ku berdiam diri di kamar sambil menahan tangis. Erlin mengetuk pintu kamarku, lalu memeluk kakiku sambil menangis.

"Maafkan aku ya dik Sembo. Selama ini aku termakan omongan Ardi yang bilang kalau Dik Sembo itu hanya pelampiasannya saja, dan laki-laki kasar dan jahat. Dik Sembo katanya juga sekarat, sudah mau meninggal sehingga tidak bisa melayaninya. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak menyangka hati dik Sembo begitu baik. Aku minta maaf." Isaknya.

Aku memaksa Erlin berdiri dan tersenyum.

"Sudahlah Mbak, yang sudah berlalu biarkanlah berlalu. Pesanku banyaklah berdoa untuk.....bayi itu. Kasihan ia tidak berdosa apa-apa."

Kakak perempuannya segera memeluknya. Ayah Erlin menghampiri dan menjabat tangaku.

"Sebenarnya kami kaget ketika kami tahu pasangan Ardi bukan perempuan, tetapi laki-laki. Namun Nak Sembo adalah laki-laki yang berhati mulia. Kami atas nama sekeluarga Erlin meminta maaf, kami doakan kebahagian untuk nak Sembo."

Aku hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Sepeninggalan mereka aku menangis sejadi-jadinya. Aku merasa hancur di tanah, lalu terinjak-injak hingga remuk tidak berbentuk. Aku telah menempa diriku dengan kesabaran yang nyaris tidak tertahankan untuk kujalani lagi. Aku berjuang dengan segala daya yang ku punya untuk mempertahankan kehidupanku dengan Ardi. Ibarat membangun sebuah istana di aats pasir, semua perlahan terhisap musnah.

Esoknya aku mengajak Ardi makan malam di luar. Aku merasa perlu berbicara serius dengan dirinya tentang hubungan kami. Ardi mengaku kalau memang tidak bisa menahan hawa nafsunya untuk berhubungan intim sesering mungkin dengan seseorang entah itu laki-laki atau perempuan. Aku mengatakan kalau lebih baik kami berpisah bila Ardi tidak mau merubah kebiasan buruknya. Ardi diam tidak menjawab ketika aku mengajukan opsi berpisah.

Ketika aku mengatakan apa salahku, Ardi menatapku lembut dan sedih. Ia berkata aku tidak bersalah apa-apa. Ardi mengulurkan tangan dan mengenggam tanganku erat.

"Aku minta maaf Sem. kamu laki-laki yang baik, kamu pendamping hidupku yang baik. Kamu manis dan tampan, pintar dan............" mata Ardi berkaca-kaca. "Kamu sempurna....." bisiknya.

Aku tersedu.

"Lalu kenapa Mas?? Apa kita tidak bisa memperbaiki semuanya lagi??"

Ardi menarik napas panjang.

"Aku tidak tahu, jujur aku tidak tahu. Aku tidak bisa mengontrol diriku....."

Ardi memang tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Ia tertangkap sedang berbuat asusila dengan penjual jamu di ruangan kerja kantor. Sementara itu, ia masih mengejar-ngejar Ilham dengan alasan akan berpisah denganku. Hari-hari lambat bergulir, aku merasa sudah mencapai batas kepenatanku.

Cerita Seorang Bipolar DisorderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang