Bab 5 : Adistia

7.8K 843 38
                                    

Adistia

"Tak kan jera, kupercaya cinta. Manis dan pahitnya kan kuterima. Kini kisah kita, akhiri dengan makna. Raisa - Usai Disini"

Udara malam membuat tubuhku sedikit kedinginan. Merapatkan jaket yang kukenakan lalu menggosok telapak tangan. Aku suka udara seperti ini, inilah mengapa aku sangat menyukai kota Jogja dan Bandung. Ditambah lagi dengan hamparan lampu yang menjadi pemandangan indah dimalam hari dari balkon rumah Ibun. Keheningan adalah hal yang kubutuhkan saat ini. Kenyamanan dari udara yang kuhirup menjadi pelengkapnya.

Seharusnya semua terasa lengkap. Berada di Bandung, di rumah orang yang sangat kukasihi, suasana yang luar biasa nyaman juga pemandangan indah. Tapi di sini, aku merasa berada di titik terendahku. Aku tidak pernah berada di posisi sangat sulit seperti ini.
Aku bukannya menyerah pada hubungan ini. Tapi, aku harus berhenti disini sebelum kami lebih jauh saling menyakiti. Itu adalah keputusan finalku. Meskipun, Ganin mengatakan jika langkah yang kami jalani bertujuan untuk saling intropeksi diri. Tapi bagiku, jika semua ini tidak ada perubahan. Lebih baik semua disudahi disini. Aku tidak bisa selamanya menunggu. Banyak mimpi-mimpi yang sudah kubayangkan tak terealisasikan. Aku tidak setegar dan sekuat itu.

Kulirik ponselku yang kembali bergetar, menandakan pesan masuk.

From : Future Husband

Mas akan instropeksi diri
Tapi bukan berarti aku mengiyakan untuk putus
Mas nggak mau kamu salah paham dengan aku mengiyakan kita sendiri-sendiri dulu
Hatiku selalu untukmu
Tak pernah ada kata putus dariku selama kita bersama
Karena perasaanku belum dan nggak akan pernah berubah untukmu

Pandanganku mengabur, dadaku terasa sesak seolah ada batu besar yang menghantam tiba-tiba. Air mata yang baru saja berhenti kembali mengalir. Semua usaha Ganin yang menyuruhku untuk percaya tidak bisa kuterima begitu saja. Aku ingin percaya akan semua ucapan cintanya, yang kutahu ia tak pernah berdusta. Aku ingin percaya akan semua janji-janjinya tapi... aku lelah.

Ya Tuhan... Aku ingin percaya. Aku ingin semua berjalan dengan sempurna karena kami juga saling mencintai. Tapi aku harus apa jika hatiku menolak untuk percaya?!

Aku mengigit bibirku kuat-kuat menahan rasa sakit yang luar biasa kualami. Napasku tersendat, air mataku mengalir deras. Hingga tubuhku terasa lemas. Aku tak kuat menopang beban yang kuterima. Suara bunyi ponsel yang terjatuh tak kuhiraukan. Ku pejamkan mata kuat-kuat seraya mencengkram besi balkon dengan kedua tangan. Tangisku semakin tak karuan. Dan terdengarlah pintu balkon yang digeser cepat.

"Adis...." Aku menoleh cepat tanpa mampu menutupi wajahku yang berantakan. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat wajah Ibun yang sangat khawatir.

"Kamu kenapa, nak?" Lidahku kelu, tubuhku lemas dan aku sulit bergerak. Napasku masih tersendat, isakan-isakan pun masih keluar dari bibirku. Karena aku terdiam, Ibun akhirnya menghampiri.

"Sayang....." Ucap Ibun seraya mengusap pipiku. Dahinya berkerut, tatapan penuh tanya ia layangkan padaku. Aku tidak mampu mengakan apapun. Lalu Ibun membawaku kepelukannya. Sungguh, aku tidak bisa menahan semua ini sendirian. Dan di pelukan Ibun tangisku semakin menjadi.

Jangan Takut MenikahikuWhere stories live. Discover now