Bab 8 : Adistia

7.6K 767 50
                                    

"Sedikit waktu yang kau miliki. Sekali ini kumohon padamu, ada yang ingin kusampaikan. Sempatkanlah....
Kecewa - BCL"

Suara cicit burung membangunkanku dari mimpi. Aku menghela napas lelah, pagi ini sungguh kelam. Setiap udara yang kuhirup menimbulkan sesak di dada. Aku malas bangun jadinya. Kurapatkan lagi selimut, dan kembali mencari kenyamanan. Memejamkan mata... Sedetik, dua detik... Satu menit. Ahhhh......

Kenapa sih, setiap aku memejamkan mata selalu Ganin yang muncul! Dia benar-benar membuatku marah dan kecewa. Tapi tetap saja aku selalu membayangkan Ganin yang tersenyum manis padaku. Terlebih tadi malam. Setelah dia tiba-tiba muncul. Tebar pesona, lalu meminta disisakan kue. Tapi yang kudapat adalah kekecewaan dari pesan singkatnya.

Maafkan aku, Dis. Ada urusan yang tidak bisa kutinggalkan. Tapi Mas janji, Mas akan menebusnya.

Janji lagi... Janji... Dan janji.... Sebenarnya aku jadi bingung, apa arti dari kata itu hingga membuatku muak mendengarnya. Andai... Andai saja dia benar-benar datang, mungkin aku akan berubah pikiran. Tapi nyatanya?

Suara ketukan, ralat, suara itu lebih pantas disebut gedoran terdengar dari pintu kamarku.

"Adistia Alfattah!" Pekik seseorang di balik pintu. Aku tahu suara menyebalkan siapa itu.

"Adistia!"

"Sebentar...." Teriakku seraya menendang selimut. Dengan cepat ku putar kunci kamarku dan membuka pintunya. Lalu terlihatlah wajah menyebalkan dari sosok kakak perempuanku, Kak Alena.

"Gitu kamu, ya... Pulang ke Bandung, tapi nggak bilang aku!" Rajuknya dengan wajah sok memelas.

"Apaan sih, Kak. Tiap hari juga video call."

"Yee... Anak ini." Kak Alena mengikutiku yang hendak tidur kembali dan duduk disampingku. Kami ini sangat dekat sebenarnya, bisa dibilang Kak Alena teman curhat, teman berantem, juga teman gila-gilaanku. Hanya saja, waktu kami agak terbatas karena aku berada di Jogja dan dia sibuk mengurus duo Ken dan Ryan.

"Jadi gimana sama Ganin? Kata Ibun kamu udah resign? Kakak kira kamu becanda waktu itu."

"Kepo banget, sih pertanyaannya." Gerutuku kesal.

"Ih...." Tiba-tiba sengatan panas mampir dipinggangku. "Serius, ah. Kakak kan harus tahu gimana kamu sama Ganin."

"Udah putus," Jawabku makin kesal. Kak Alena pun terpekik.

"Kok bisa? Nggak... Nggak... Ini nggak bener." Ujarnya seraya memijit pelipisnya, mungkin tiba-tiba pusing. "Ibun sudah tahu?"

Aku menggeleng malas, kembali dadaku terasa sesak. Rasanya aku ingin menangis saat ini juga. Tapi, tidak! Kali ini aku tidak akan menangis lagi.

"Ada masalah apa? Kakak kira kamu pulang ke Bandung, resign , karena mau siap-siap nikah. Kok malah jadi bubar begini?" Tanya Kak Alena, kali ini ada nada sedih dalam suaranya. Aku pun menoleh padanya.

Jangan Takut MenikahikuWhere stories live. Discover now