Bab 13 : Adistia

7.1K 866 47
                                    

ADISTIA

Disaat aku teguh pada pendirian. Menghabiskan sisa hidup denganmu. Kini kau bagai orang asing di hidupku.

BCL - Mengapa Semua Harus Terjadi

----------

Enam tahun bukan waktu yang sebentar untuk menjalin hubungan dengan seseorang. Ada saat aku menyerah, ada saatnya dia menyerah. Namun, kupikir jika masih ada cinta di antara kami maka semua masalah akan mudah dihadapi.

Lalu sekarang?

Ternyata cinta saja tidak cukup. Banyak hal yang harus dipikirkan apalagi menjelang pernikahan. Mungkin itulah yang dirasakan oleh Ganin. Ya, aku juga mengerti bahwa banyak sekali faktor yang harus diperhitungkan.

Namun, sayangnya dia tidak pernah terbuka padaku. Dia tidak pernah berbagi kegelisahannya padaku.

Aku memang perempuan manja, namun masih dalam porsi wajar. Aku memang anak terakhir, tapi sejak kehilangan Ayah aku menjadi pribadi dewasa. Kami bertiga berjuang bersama, aku, Ibun, dan Kak Lenna.

Tidak sadarkah Ganin akan hal itu?

Aku kembali memandangi pesan singkat dari Mama Ganin yang beberapa waktu lalu dikirimkan untukku. Sebuah bentuk kekhawatirannya karena tahu aku tidak kembali ke Jogja. Pasti beliau sudah mencium sesuatu yang tidak beres pada hubunganku dengan putranya. Karena dari pesan tersebut, tidak ada tanda-tanda beliau mengetahui kami sudah putus.

"Adistia..." Wajah Ibun terlihat cemas saat masuk ke dalam kamarku. Aku tidak bisa tersenyum sama sekali. Melihat wajah Ibun malah membuat hatiku semakin sakit.

"Bun...." Mataku memanas. Ibun pun menghampiriku.

"Kalian berdua ini kenapa? Barusan Ibun lihat Ganin juga sedih begitu wajahnya."

Aku menghela napas panjang saat akhirnya air mataku menetes. "Mas Ganin lamar aku, Bun."

"Terus kenapa kamu nangis?"

"Aku rasa semua ini nggak tepat, Bun. Mas Ganin selalu berpikir sendiri dengan caranya sendiri. Dia sudah menyiapkan usaha baru untuk kami nanti. Dan dia akan resign dari maskapai. Adis nggak mau itu terjadi, Bun."

"Tapi Ganin pasti sudah memikirkannya matang-matang, Sayang." Ibun membelai rambutku sayang.

"Lalu pada tahun-tahun kemudian dia menyesal karena telah melepaskan mimpinya hanya karena ingin menikah denganku. Adis nggak mau seperti itu, Ibun..." Tak terbayang di pikiranku saat dia merindukan kegiatannya, kebanggaannya menerbangkan pesawat harus kandas karena pernikahan ini.

"Ada sebab pasti ada akibatnya, Nak. Coba kamu bicarakan lagi dengan Ganin. Jelaskan semuanya. Ibun rasa itulah yang kalian butuhkan."

"Iya, Bun..."

*****


Tak akan pernah bisa aku lupakan semua kenangan kami sejak kami bertemu di Kafe Caramel milik Ibun. Saat itu aku yang sedang libur kuliah membantu Ibun di kafe.

Mungkin karena baru pertama kali ada menu minuman, aku yang ceroboh tidak sengaja menumpahkan tiga gelas ice coffe ke baju Ganin.

Tentu saja Ganin kesal, dan marah padaku saat itu. Tapi akhirnya karena dia dan temannya Abram sering datang ke Kafe, kami akhirnya pun menjadi dekat.

Ganindra Bimo....

Dia lelaki baik, sangat baik. Dia menghormatiku sebagai perempuan. Dia menyayangiku, dia mencintaiku. Meski banyak wanita cantik di sekelilingnya, yang ada di pikiran dan hatinya hanya aku. Aku percaya itu.

Jangan Takut MenikahikuDär berättelser lever. Upptäck nu