1. Meet, Danial Adiwiryawan!

266K 19.4K 906
                                    

Aku menghela napas panjang, sudah empat bulan lebih berkutat dengan skripsi, aku masih saja disuruh merevisi proposal skripsiku. Yah, walaupun cukup frustasi karena hilal ACC masih belum tampak, aku nggak boleh terlalu banyak mengeluh. Aku harusnya bersyukur, karena setidaknya, salah satu pembimbing skripsiku adalah Aria Adiwiryawan—dosen idaman yang begitu sabar dalam menghadapi mahasiswa. Coba kalau aku kepeleset dikit dan dapat pembimbing seperti adiknya Pak Aria? Duh. Suram. Bisa-bisa, baru setahun kemudian tuh proposalku di ACC.

Namanya Danial Adiwiryawan, 32 tahun. Beliau adalah adik dari Pak Aria. Danial merupakan salah satu dosen killer yang sangat populer karena tingkat perfeksionis yang tinggi—sebagai pembimbing skripsi. Dalam tiga tahun terakhir, mahasiswa yang mendapat gelar skripsi terbaik di FEB pasti selalu berasal dari mahasiswa bimbingan Danial.

Aku dengar, Danial itu dosen muda yang disegani di kampus karena kecerdasannya. Tidak hanya gemilang karena prestasinya saja, Danial juga tersohor karena kegantengannya. Pak Aria, walaupun ia juga ganteng, tapi tidak bisa menyaingi kegantengan adiknya karena Danial mewarisi perpaduan sempurna antara wajah Barat dan Asia.

Perawakan Danial juga lebih unggul dari kakaknya—mungkin karena Danial 6 tahun lebih muda, jadi ia terlihat lebih bugar. Karena itu, Danial sukses bikin mahasiswi model gimana pun jadi sangat mengagung-agungkan sosoknya. Mahasiswi yang dandanannya kayak Awkarin, sampai ukhti-ukhti yang suka nongkrong di masjid kampus, semuanya tak bisa mengelak dari pesona seorang Danial Adiwiryawan.

Tapi nih, di dunia ini, kita mengenal istilah : tiada gading yang tak retak. Walaupun ganteng dan bergelar PhD dari University of Cambridge, tapi kelakuannya Danial minus level infinit. Danial itu cuek sekali, apalagi sama perempuan. Judes! Danial nggak masuk ke standar pria idamanku karena aku suka orang yang ramah, selain itu, seleraku masih selera lokal. Aku sama sekali tidak kepincut sama cowok blasteran.

Satu hal yang menarik, Danial itu duda. Jadinya banyak yang suka cari-cari perhatian, baik mahasiswa maupun dosen muda yang masih single. Secara otomatis, status dan ketampanan Danial melahirkan komunitas pecinta PHD semacam dia—Papa Hot and Duda.

"Ada baiknya, kamu ikuti saran Bu Ismi—pembimbing skripsi dua kamu. Mengganti variabel terakhir akan membuat penelitian kamu menjadi lebih komprehensif," ujar Pak Aria sambil membolak-balik halaman draft skripsiku.

"Berarti saya harus mengubah latar belakangnya juga ya, Pak?"

"Mau tidak mau begitu. Coba kamu cari jurnal pendukungnya dulu, atau kalau kamu mau lebih praktis, kamu coba temui Pak Danial. Dia pernah membuat penelitian semacam ini."

Sepersekian detik berikutnya, seseorang menginterupsi kami. Pintu ruangan Pak Aria yang diketuk oleh seseorang. Itu dia Danial, dosen super datar abad-21, berdiri menjulang tinggi dengan kemeja slimfit warna navy. Danial selalu mengenakan kemeja lengan panjang, tapi lengannya digulung hingga ke siku. Kelihatan keren, ganteng maksimal, as always.

Sebelum dipersilakan, Danial masuk begitu saja dan menghampiri Pak Aria. Tanpa basa-basi, dia meletakkan map merah di meja Pak Aria, "Gue sudah cek semuanya. Bisa nih diajuin ke Prof. Frans,"

"Oke, Dan. Kita bahas nanti ya. Gue masih bimbingan."

"Bimbingannya diundur aja. Ini lebih penting, Ar. Prof mau berangkat ke KL. Gue dikejar deadline juga nih,"

"Oh iya! Buat pemilihan ketua jurusan ya, Dan? Kalau gitu, sebentar lagi deh, Dan."

"Sekarang."

"Olivia baru bimbingan sepuluh menit. Lo duduk aja dulu di sofa, beres bimbingan, gue langsung bahas proposal,"

Senyumku mengembang sempurna. Sungguh pengertian sekali Pak Aria ini walaupun setiap ngasih nilai suka agak irit.

ACC, Pak! [Tersedia di Gramedia]Where stories live. Discover now