10.2 Danial's Offering

88.4K 13.4K 416
                                    

Aku pikir, Danial akan meninggalkanku berdua saja dengan Kayla, nggak tahunya dia juga ikut menemani. Kami sedang berada di aula, semacam acara pembukaan kelas ajaran baru di playgroup itu.

"Bapak ngapain ngajak saya deh kalau Bapak sendiri ada di sini?"

"Biar Kayla senang,"

"Memang kalau saya nggak ikut, Kayla nggak akan senang?"

"Sayanya yang nggak senang," timpal Danial. "Saya nggak tega lihat Kayla cuma diantar ayahnya sementara anak-anak yang lain diantar sama orangtua lengkap,"

Aku tertegun sejenak dan mengangguk paham. Aku perhatikan, semua anak yang datang ke sini memang diantar oleh ibu dan ayahnya, kalau saja Danial tidak mengajak aku, pasti hanya Kayla sendiri yang tidak diantar oleh sosok ibunya.

"Kok diem?" tanya Danial. "Nggak mau ngajak saya ngobrol gitu?"

"Mau banget ya diajak ngobrol?" aku balik bertanya sambil terkekeh sementara Danial hanya menatapku tak acuh. "Saya boleh nanya nggak, Pak?"

"Boleh. Mau nanya apa?"

"Bapak nggak ada teman perempuan gitu? Maksud saya, yang single dan bisa diajak jalan,"

"Nggak ada,"

"Kenapa?"

"Nggak ada aja,"

Walaupun jawaban Danial nggak memuaskan, aku memilih nggak bertanya lebih lanjut soal teman perempuan. Setelah aku piker lagi, nggak sopan juga aku bertanya kayak gitu. "Bapak kenapa milih kerja jadi dosen?"

"Jadi dosen itu enak,"

"Enaknya apa? Karena bisa ngecengin dedek gemes ya, Pak?"

"Apa tuh maksudnya? Memangnya saya kelihatan seperti laki-laki genit?" tanya Danial tanpa menyembunyikan ketersinggungannya. Aku memberi cengiran padanya, "Bercanda aja saya, Pak. Memang apa enaknya jadi dosen?"

"Dengan menjadi dosen, saya bisa memperbanyak relasi, jadwal kerja mengajar pun bisa diatur,"

Aku membatin. Selain memperbanyak relasi, Bapak memperbanyak fans sekaligus haters juga ya, Pak? Tahu nggak, kehadiran Bapak sebenarnya memperkeruh kampus dengan gosip dari fans dan haters lho. Eh tapi, walaupun di kampus banyak ladang dosa yang diakibatkan oleh kehadiran Danial, eksistensi dia sebagai dosen ganteng ada manfaatnya yaitu buat cuci mata. Emang dia itu ganteng kok, semesta nggak bisa berbohong lah kalau soal ini.

Begitu acara pembukaan selesai, kami ke meja administrasi, bertemu salah satu pengajar di playgroup ini.

"Oh, ini istrinya ya, Pak? Cantik ya," puji seorang wanita paruh baya dengan nametag Rosita.

"Bukan, saya bukan istrinya Pak Danial!" kataku cepat.

&&&

"Lagi, Kak! Lagi!" pinta Kayla. Aku meniup balon-balonan. Senang rasanya bisa beli mainan-mainan jaman aku kecil dulu. "Kamu juga tiup dong, Kay. Gede-gedean yuk sama Kak Yaya."

"Makan dulu, udahan mainnya," kata Danial sambil memanggangkan suki yang pedas untukku. Sepulang dari sekolah Kayla, Danial mengajak kami makan di Raa-cha.

"Makasih lho, Pak, saya jadi ngirit uang makan," kataku sambil terkekeh.

"Sama-sama," jawab Danial. "Jatah makan kamu dalam sehari pasti banyak ya, Ya, karena tenaga kamu gampang habis buat ketawa-ketawa nggak jelas."

"Dih kok nggak jelas? Saya ketawa ada sebabnya ya. Emang saya orang gila?"

Danial mengulas senyum, aku tertegun sejenak melihatnya. Setelah mengenal Danial lebih dekat, penilaianku terhadap Danial pun berubah. He is not that bad. Selain itu, aku perhatikan, Danial cukup ekspresif, apalagi kalau sedang bersama dengan Kayla. Kontras sekali dengan Danial yang aku kenal di kampus : setelan formal, wajah serius, pokoknya kelihatan nggak ramah.

"Omong-omong, harusnya saya yang berterima kasih karena kamu bersedia meluangkan waktu buat menemani saya dan Kayla,"

"Rela kok, Pak, diganggu terus, selama ditraktir di Raa-Cha. Bebas milih menu lagi," ujarku senang.

"Kalau gratis rasanya semakin enak ya, Ya." Danial menggelengkan kepalanya. "Gimana revisiannya? Masih susah?" tanyanya.

"Iya. Saya kurang paham sama alat analisis yang Bapak minta,"

"Kalau gitu, habis ini kita belajar alat analisis gimana?" tawar Danial.

"Bapak nggak ngajar?" Seingatku, ini masih jam KBM lho, Pak.

"Saya sudah ijin cuti, khusus hari ini saja. Jadi saya terbebas dari kewajiban ngajar," katanya.

"Cuti buat apa, Pak?"

"Nemenin Kayla,"

Aku jadi ingat soal Danial yang menemani aku di rumah sakit. Aku pu berdeham, "Saya dengar Bapak nggak ngajar mata kuliah Ekmon beberapa waktu yang lalu. Itu... waktu Bapak nemenin saya di rumah sakit,"

"Oh," Lelaki itu hanya bergumam. "Iya. Saya nggak ngajar. Waktu itu juga saya cuti sehari,"

"Kenapa? Karena nemenin saya?"

"Perlu ya dibahas?" tanya Danial tanpa menatapku. "Daripada kita ngomongin yang kemarin-kemarin, mending kita ngomongin skripsi kamu atau apa gitu,"

"Jangan deh, Pak. Lagi makan enak ngomongin skripsi tuh rasanya jadi nggak mood,"

"Ya sudah. Tapi kalau kamu mau, setelah ini saya available buat dimintai tolong untuk menjelaskan seputar alat analisis yang kamu maksud."

Mataku terbelalak. Apa Danial sedang menawariku bimbingan skripsi eksklusif?

"Itu juga kalau kamu mau analisis kamu cepet kelar,"

"Mau kok, Pak, mau!" kataku dengan semangat '45. Biar segera ACC!

&&&

Nantikan kelanjutannya, hanya di lapak @rachel_ea yah :p

ACC, Pak! [Tersedia di Gramedia]Where stories live. Discover now