7. A Move

105K 14.6K 581
                                    

“Kenapa juga harus ngajak Yaya sih, Bang?” tanyaku pada Reihan. Jadi, sejak jam 7 pagi, Reihan sudah menjemputku di apartemen. Dia bilang, aku harus ikut membantu Danial untuk pindahan. Dari cerita Reihan, aku dengar Danial tidak akan tinggal bersama keluarga Pak Aria lagi. Ia berencana menempati rumah lamanya yang terletak di kawasan Kemang.

“Balas budi dikit dong, Ya. Kamu lupa apa sebulan yang lalu Danial rela ngurusin kamu di rumah sakit?” Reihan kini sudah membukakan pintu mobilnya untukku.

“Ya bukannya nggak mau balas budi. Yaya... lagi malas aja ketemu sama Pak Danial,”

Kemarin, aku kena damprat Danial karena hal sepele, makanya aku enggan sekali bertemu dengannya. Di kampus saja, aku kerap menghindari pertemuan dengan Danial. Cukup kehidupan perkuliahan saja deh yang dicampuri oleh Danial. Kalau bisa, kehidupan sehari-hari nggak perlu mengenal dia. Sayangnya, karena Danial bersahabat dekat dengan Reihan, mau nggak mau, Danial pun masuk dalam lingkaran kehidupanku.

“Danial cerita katanya dia dosen pembimbing dan penguji kamu,” ujar Reihan yang mulai melajukan mobil. “Ngeselin ya dia?”

“Banget. Makanya Yaya malas ketemu sama Pak Dan,” sahutku sambil memainkan ponsel. “Lagian kenapa sih Pak Dan pindah rumah segala? Emang dia udah punya calon istri yang siap nemenin dia?”

“Kan kamu.” Jawaban Reihan yang ngasal itu langsung membuatku melotot. “Bercanda, Yaya. Danial emang udah pengin pindah dari rumah kakaknya tahun lalu, tapi waktu itu Kayla masih terlalu rewel dan Danial nggak yakin sanggup nge-handle Kayla sendirian,”

Aku manggut-manggut paham, “Ooh,”

“Tapi nggak menutup kemungkinan, kepindahan Danial ke rumah lama itu karena dia mantap mau nyari calon istri lho, Ya,”

“Hmm,” gumamku.

“Kamu minat nggak daftar buat jadi kandidat istrinya Danial?”

“Ya jelas enggak lah,” jawabku cepat sambil menggerutu dalam hati. Kayak di dunia nggak ada cowok lain yang lebih ramah dan sopan aja!

“Kenapa enggak?”

“Susah punya suami ganteng, hidupnya nggak akan tenang, takut diserobot orang,” elakku dengan entengnya.

“Danial orangnya setia kok,”

Ya, sebenarnya nggak perlu ditegaskan pun, sudah jelas kalau Danial tipikal suami setia. Tiga tahun menduda, Danial nggak pernah tuh pacaran. Paling cuma digosipin, itu pun biasanya langsung ditanggapi nyinyiran pedas oleh Danial.

“Omong-omong, kalau nanti Pak Dan kerja, anaknya gimana dong? Diasuh babysitter?”

“Katanya sih, tiap pagi tetap dititipin ke kakak iparnya gitu, malamnya baru deh dijemput Danial. Kalau kamu mau sedikit berbaik hati, bantuin lah Danial, temani Kayla pas kamu senggang. Lagian jadwal kamu cuma tinggal skripsi doang, kan?”

&&&

Kayla nampak asyik bermain dengan barbie sementara aku sibuk membantu Danial dan Reihan bebenah rumah. Sudah satu jam lebih mereka merapikan rumah dan belum sepenuhnya selesai karena perabotan Danial cukup besar.

Rumah Danial sudah tidak diisi sejak 3 tahun yang lalu, tepatnya sejak istrinya meninggal. Rumah dengan nuansa crème dan cokelat itu punya halaman belakang yang dihiasi oleh rumput jepang dan ayunan couple dari kayu. Walaupun lama tidak ditempati, ada orang suruhan Danial yang sesekali datang untuk membersihkan halaman depan dan belakang rumah Danial, makanya rumahnya tetap tampak terawat.

Ada tiga kamar berukuran besar, satu kamarnya dipakai untuk perpustakaan keluarga dan ruang kerja Danial. Koleksi buku Danial banyak sekali, entah ada berapa ratus buku. Aku jadi nggak heran kenapa Danial bisa jenius, dia pasti hobi sekali membaca.

ACC, Pak! [Tersedia di Gramedia]Where stories live. Discover now