3.2 Reihan's Welcoming Party

99.7K 14.5K 277
                                    

Double update! Belum ada sehari koq ;)Happy reading♡

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Double update! Belum ada sehari koq ;)
Happy reading♡

&&&

Jam menunjukkan pukul setengah sebelas malam dan welcoming party Reihan masih belum bubar. Berhubung bosan kalau harus sendirian di apartemen—karena kedua sahabatku lagi nggak bisa diajak nongkrong, maka aku memutuskan untuk ikut acara ini sampai selesai. Nggak tahu deh sampai jam berapa.

“Yaya, pulang yuk? Nginep aja di rumah Tante,” ajak Tante Oka yang berencana untuk segera pulang. Besok pagi, si kembar Zoya dan Zoe harus sekolah, makanya Tante Oka tidak bisa berlama-lama di acara Reihan.

“Nggak deh, Tan. Yaya pulang nanti aja, kalau acaranya sudah selesai.”

“Masih betah?”

Aku tersenyum, “Hm,” jawabku bohong.

Tante Oka pun mengangguk, kemudian ia pamit. Setelah cipika-cipiki, Tante Oka ditemani suaminya pun melenggang pergi, meninggalkan aku sendirian di meja bar yang cukup sepi.

“Masih di sini?” tanya suara yang begitu familiar. Aku melepaskan fokusku dari layar ponsel dan menoleh ke Danial. Lelaki itu meraih stool dan duduk di sebelahku.

“Ya,” jawabku sambil melempar senyum ala kadarnya.

Untuk beberapa saat, aku merasa Danial mengamatiku. “Tumben senyum,” celetuk Danial. “Kamu lagi mabuk, ya?”

“Saya nggak minum alkohol, Pak. Nggak bisa,” jawabku sekenanya. Ini orang, dibaikin malah sarkas.

“Saya perhatikan, dari tadi kamu di sini terus. Kenapa? Bosan? Kalau bosan, kita pulang aja,”

Aku mendengus. Kita? Saya sama Bapak maksudnya? Kok geli sih, berasa akrab banget.

“Saya belum mau pulang,” sahutku malas.

“Kamu itu perempuan, Ya. Nggak baik pulang malam cuma buat ngecengin cowok ganteng,”

Aku mendelik, segera menyahut Danial dengan sewot, “Siapa juga yang lagi nyari cowok di sini,”

“Orangtua kamu pasti khawatir kalau kamu terlambat sampai di rumah.”

“Bapak kalau mau pulang sekarang ya duluan saja,”

“Saya nggak bawa mobil,”

“Oh, berarti Bapak mau nebeng saya?”

“Ya nggak gitu juga. Pokoknya sekarang kita pulang, sudah hampir jam sebelas malam,” kata Danial sambil turun dari stool-nya dan berdiri di depanku. Aku bergeming sementara Danial menunggu aku bangkit dari dudukku. “Ayo,” ajak lelaki itu. “Kalau kamu nggak turun, saya seret nih,”

“Saya masih betah di sini, Pak,”

“Masih betah gimana? Mata kamu mulai merah tuh, kamu sudah mulai ngantuk,”  

Danial benar, aku memang mengantuk, tapi tidak tahu kalau mataku menunjukkannya dengan jelas. Menyerah, akhirnya aku mengikuti instruksi Danial untuk turun dari stool. Setelah mengambil clutch milikku, aku berjalan keluar kafe bersama Danial.

“Bapak ke sini sendirian aja? Pacarnya nggak diajak?” tanyaku usil.

Danial melirik sekilas, “Nggak punya pacar.”

Aku ber-oh ria. Agak nggak percaya sih sama jawaban Danial. Dengan wajah Danial yang mirip model-model di cover majalah Cosmopolitan, seharusnya Danial punya pacar secantik Barbara Palvin.

Tidak hanya parasnya yang rupawan, fisik Danial pun menawan. Danial memiliki tubuh yang jangkung dan atletis dengan tinggi berkisar 185cm—entah berapa tepatnya. Sepertinya ia rajin olahraga. Danial punya mata berbentuk almond dengan iris cokelat terang. Hidungnya mancung. Rahang kokohnya dihiasi jambang tipis. Kalau kata Tara, jambang tipis Danial bikin dia terlihat semakin menggemaskan.

“Kamu sendiri pacarnya mana?” tanya Danial.

“Sama kayak Bapak, nggak punya.”

“Kamu bukannya pacaran sama Ikbal ya? Kakak angkatan kamu,” tanya Danial lagi.

“Bapak lagi senggang banget ya sampai up to date gosip seputar mahasiswa?” nyinyirku. Setelah beberapa saat, aku mendengus karena Danial tidak menanggapi. “Bapak yang nyetir apa saya nih?”

“Saya dong. Saya antar kamu ke apartemen kamu, nanti saya pulang pakai taksi,” katanya sambil meraih kunci mobilku. Danial kemudian menekan tombol unlock dan membukakan pintu mobil untukku.

“Lho, Bapak bukannya mau nebeng? Kok ke apartemen saya dulu?” tanyaku tak lama setelah Danial menyusulku duduk di dalam mobil.

“Saya nggak nebeng kok, cuma mau ngantar kamu pulang karena ini sudah malam,” ujar Danial sambil menyalakan mesin mobil. “Jadi kamu masih sama si Ikbal-Ikbal itu?”

“Kenapa balik lagi bahas Mas Ikbal sih, Pak,” sahutku malas. Aku memutar bola mata sambil memasang seatbelt, “Gosip aja itu. Saya nggak pernah pacaran,”

“Kamu yakin kabar itu cuma gosip? Saya dengar kamu sering kelihatan bareng sama Ikbal,” tanya Danial lagi. “Saya juga sering lihat kamu makan sama Ikbal di kantin,”

“Terus kalau saya makan bareng sama cowok, otomatis cowok itu pacar saya, gitu? Kan enggak,”

“Ya siapa tahu saja,” sahut Danial. Detik berikutnya, kami menghabiskan sisa perjalanan menuju apartemenku sambil bergulat dengan pikiran kami masing-masing. Hanya radio saja yang berbicara.

&&&

ACC, Pak! [Tersedia di Gramedia]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora