[1] New Diary

28.2K 1K 79
                                    


Sabtu, 26 November
14.37 WIB
Kamar Kece

Akhirnya aku punya diary baru! Sumpah aku seneng banget!

Gara-gara kemarin diary-ku hilang di bandara Hongkong, aku terpaksa menderita selama berhari-hari karena nggak bisa nulis. Aku tahu, semua itu adalah akibat dari kelalaianku sendiri. Aku memang meninggalkan barang-barangku, tapi cuma sebentaaarrr! Aku hanya beberapa langkah dari koper -- mungkin sekitar dua menit bicara dengan seorang petugas bandara -- dan saat aku kembali ke tempat duduk, diary-ku hilang!

YES, GONE!

Entah siapa yang mencurinya. Mungkin yang nyolong mengira diary-ku itu barang berharga. Berisi kode peluncuran nuklir, atau rahasia besar perusahaan milik Papa. Padahal bahkan ukuran BH-ku aja nggak pernah aku tulis di situ. Ya, diary-ku memang berharga untukku. Tapi untuk orang lain, mungkin itu hanya seonggok sampah yang tak berguna. Kebanyakan isinya hanya ocehan seorang Moira Latief yang luar biasa absurd – seperti yang satu ini.

Tapi ya udahlah. Mari kita move on.

So, hampir seminggu aku kembali ke Jakarta yang ramai ini, dan baru hari ini aku berkesempatan untuk pergi ke toko buku. It was a busy week. Aku tahu keberadaanku di sini adalah karena Mama menginginkan anak perempuan satu-satunya ini untuk kembali tinggal di dekatnya.

Aku masih ingat perkataan Mama saat itu, "Kalau nanti ada apa-apa sama Mama, apa Moi nggak akan menyesal?"

Oh, Lord! Pertanyaan macam apa itu?

Tepatnya dua bulan lalu ketika Mamaku terdiagnosa kanker ovarium. Mama memang kerap kali mengeluhkan tentang sakit di perutnya, tapi aku dan Papa tidak pernah menduga bahwa penyakit Mama akan separah itu. Menurut dokter, Mama harus segera dioperasi, dan mudah-mudahan saja di akhir tahun ini aku dan Papa sudah bisa membujuknya untuk mau melakukannya.

Keadaan penyakit Mama yang semakin parah adalah salah satu alasan kenapa aku kembali ke Indonesia. Selain itu, Papa juga membutuhkan aku untuk menggantikannya mengurus perusahaan yang dia dirikan lebih dari satu dekade silam.

Sayangnya itu adalah sesuatu yang tak pernah aku impikan, menjadi seorang CEO dari perusahaan logistik terbesar di Indonesia.

Aku memang kuliah jurusan bisnis dengan nilai yang cukup memuaskan. Tapi aku lebih banyak menghabiskan waktuku untuk menikmati hidup setelah lulus kuliah. Aku bahkan belum pernah benar-benar bekerja untuk menghidupi diriku sendiri. Aku justru memilih untuk berkelana dari satu negara ke negara lain, menetap untuk beberapa waktu, lalu pindah kemana angin membawaku.

Beberapa tahu terakhir Papa kerap membujukku dengan berbagai macam cara dan iming-iming untuk kembali ke sini dan meneruskan Laksamana Group, tapi semuanya tidak pernah berhasil membawaku pulang. Baru kata-kata Mama yang berhasil membuatku kembali ke kota aneh yang sepertinya semakin hari semakin sempit, saking padatnya.

Tidak. Aku tidak benci Jakarta. Kota kelahiranku ini istimewa. Aku hanya tidak suka pada kenyataan bahwa kota ini berisi terlalu banyak kepalsuan. Aku benci tatapan mata orang pada penampilanku. Aku benci para penjilat yang mendekat saat mereka tahu siapa orang tuaku. Dan terlebih, aku benci kenyataan bahwa di kota ini tinggal seorang pria yang dulu pernah begitu aku cintai hingga akhirnya dia mematahkan hatiku dengan menghamili perempuan lain dan menikah dengannya.

Oke. Cerita tentang itu sudah terjadi hampir tiga tahun lalu, dan aku pun sudah hampir tak pernah memikirkan dia lagi. Jadi memang ada baiknya aku tidak perlu membahasnya lagi.

Dan sebenarnya aku harus berhenti menulis sekarang, karena barusan Papa memanggil. Aku akan kembali lagi nanti.

Bye.

CEO in TrainingWhere stories live. Discover now