[3] First Time

11.2K 583 69
                                    

Senin, 28 November
8.39 WIB
Mobil Papa

Saat ini aku sedang dalam perjalanan menuju head office Laksamana Group. Papa sibuk ngobrol dengan Pak Hendra, supir kesayangan keluarga yang udah kerja di keluargaku sejak dia masih bujangan dan aku masih SMP, sedangkan aku kembali sibuk memikirkan nasip buruk Laksamana Group jika aku benar-benar jadi CEO-nya.

You know, Papa itu mungkin bos paling aneh, karena dia nggak pernah duduk di kursi belakang, dan selalu memilih duduk di samping supir. Padahal bos itu kan biasanya nggak mau duduk di samping supir kalau mobilnya kosong begini. Papa dari dulu selalu bilang, kalau duduk di depan itu lebih enak, karena luas, dan yang pasti nggak bikin dia mual. Tapi kayanya sih dia aja yang norak kali ya, masa naik mobil pake mual segala.

Dan, aku sebagai anak majikan yang baik, duduk di kursi belakang yang jauh lebih luas dari pada kursi depan Papa. Bahkan aku bisa selonjoran di kursi belakang dengan bebas dan nyaman.

Pagi tadi, seperti biasa aku sarapan bersama Mama dan Papa. Mama terlihat agak cerah wajahnya, seperti ingin menunjukan bahwa dia ikut bersemangat karena aku akan berangkat ke kantor Papa hari ini. Sedangkan Papa sepanjang waktu membicarakan tentang siapa saja yang akan aku temui di rapat direksi.

Aku mungkin akan menjadi gila. Aku bahkan tidak bisa mengingat siapa saja nama-nama yang Papa sebutkan tadi. Oh Lord, semoga aku bisa melakukan hal-hal yang benar sepanjang hari ini agar aku tidak mempermalukan Papa di depan para koleganya.

Barusan aku melihat keluar jendela dan jalanan Ibukota masih menyerupai belantara kendaraan. Satu lagi yang tidak aku sukai dari kota ini, MACET! Jarak dari rumah orang tuaku dan kantor pusat Laksamana Group hanya berjarak sekitar 14KM, tapi sudah hampir satu jam kami belum juga sampai. COBA PIKIR! 14 KM tuh seharusnya bisa ditempuh dalam waktu kurang dari setengah jam dalam kecepatan sedang. Tapi ini?? Gimana orang Jakarta nggak pada tua di jalan kalo begini caranya?!

Barusan tiba-tiba Papa bertanya, "Moi mau Papa carikan supir?"

"Nggak usah," sahutku asal.

Sejujurnya, aku belum terpikirkan tentang itu, karena biasanya aku lebih suka menyetir mobilku sendiri atau diantar Pak Hendra. Tapi kalau melihat kondisi jalanan Jakarta yang sekejam ini sepertinya memang lebih enak kalau punya supir pribadi.

Eh udah dulu ya, kami sudah sampai di parkiran kantor.

Bye.

---

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

(masih) Senin, 28 November
9.17 WIB
Ruang Kerja Papa

Sekarang aku paham kenapa Papa ketawa sampai ngakak saat kemarin aku menyebut CFO Laksamana Group dengan sebutan "laki-laki tua". Ternyata si Ben itu belum terlalu tua, bahkan sebenarnya masih muda dan begitu menggiurkan.

Well, aku masih normal. Radarku jelas menyala saat berada di sekitar cowo ganteng.

Hmm... Ben nggak bisa diklasifikasikan dalam kategori ganteng sih sebenernya. Seksi lebih cocok untuk menggambarkan dia. Cowo itu punya tubuh atletis dengan otot yang padat, cukup jelas terlihat meski terlapisi kemeja putih dan jas biru yang serasi. Bokongnya sangat seksi, seolah mampu memberitahu setiap orang yang menatapnya bahwa si empunya berolahraga setiap hari. Lalu mata pria itu, begitu dalam dan intens, tatapannya seperti menusuk hingga ke relung jiwa, bahkan seolah mampu menyentuh dasar rahimku hanya dengan sebuah lirikan singkat. Rambutnya agak gondrong tapi di sisir dengan rapi ke belakang. Dia juga punya gigi putih bersih bak model papan atas. Satu lagi, pria itu disempurnakan dengan brewok super kekinian yang bikin aku mendadak gerah.

CEO in TrainingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang