6 Tiva

3.2K 93 11
                                    

Tiva Pov

Nama gue, Tiva, Tiva Chaerani. Gue anak bungsu dari tiga bersaudara. Gue anak baru di kantor yang sekarang. Gue masuk bareng dua teman gue, Mari dan Melly. Mereka berdua teman gue di kantor lama. Hari pertama masuk kerja nih. Semoga ga ada yang rese.

"Bang, kenalin anak baru." ujar Evin pada dua cowok yang ada di depan gue. Evin adalah kepala bagian, gue dibagian marketing.

"Tiva." ujar gue ke salah satu cowok yang keliatan imut menurut gue, lalu gue mengulurkan tangan gue ke dia.

Dia menyambut uluran tangan gue, "Dan." ujarnya. Lama dia jabat tangan gue hingga akhirnya temannya menyenggol lengan dia agar dia melepaskan tangannya dari gue. Lucu juga ini cowok. Gue senyum lihat tingkah dia.

Temannya memperkenalkan diri, namanya Nuri. Lucu juga untuk nama cowok. Tapi lucuan si kak Dan itu. Hehehehe....
#Apa sih, Tiva... Lo udah punya cowok.

*****

"Eh Tiva, Tiva mau makan siang dimana?" tanya kak Dan dengan manisnya.

Manis, tapi kalo lo cowok, kak. Sayangnya lo cewek, kak. Yang cowok malah kak Nuri. Ngapa ga kebalik gitu sih? Si kak Dan yang cowok.
#Eh apaan lagi sih lo, Tiv?

"Eh kak Dan. Tiva bawa bekel, kak. Tadi kakak bawain." gue jawab dengan ramah dan tak lupa kasih senyuman.

"Oo ya udah deh kalau gitu." kak Dan keliatan kecewa atas jawaban gue.

Kenapa ya dia? Kok kecewa gitu sih?

"Kamu ga boleh ikut bang Dan ya, Tiva." ujar Evin ke gue tiba-tiba yang baru kembali dari toilet.

"Maksud lo apa, Vin?" kak Dan terpancing emosinya karena ucapan Evin.

"Ya gue ga ngijinin anak buah gue bergaul sama lo, kak! Nanti dia jadi lesbian, kayak lo!" ujar Evin sarkasme.

Kak Dan mengangkat jarinya hendak menunjuk ke wajah Evin seperti ingin memakinya, gue ambil tangan kak Dan lalu menariknya pergi menjauh dari Evin.

"Temenin Tiva makan di luar, kak! Please!" pinta gue pada kak Dan. "Kakak yang traktir ya."

Akhirnya kak Dan mau ikutin permintaan gue untuk keluar makan. Ga apa-apalah, dia yang traktir juga kok. Lumayan. Tapi sayup-sayup gue dengar suara Evin lagi ngomong sama bang Nuri, eh ga sayup-sayup deng, kenceng malah dia ngomongnya. Menurut gue sih semua pada dengar.

"Bilangin bos lo ye, bang. Gue ga suka kalo bos lo deketin anak buah gue. Gue jijik sama dia. Gue ga mau anak buah gue ketularan lesbian gara-gara dia! Gue bakal bikin tembok tinggi buat mereka agar kalian berdua, terutama bos lo, ga deketin kita!"

"Ih anjrit ya ni cewek, kalo ngomong ga diayak. Mulut lo ga pernah makan bangku sekolahan ya? Eh cewek sok cantik, sok iye! Dengerin gue ya, gue aja ga nafsu liat lo telanjang. Apa lagi bos gue!" maki bang Nuri pada Evin. Dan itu membuat seisi ruangan kaget, termasuk gue.

"Eh, pe'a! Kasar banget sih mulut lo sama cewek? Gue ga pernah ngajarin lo kasar sama cewek. Cewek itu disayang, dicintai. Bukan dikasarin gitu." ujar kak Dan yang tiba-tiba muncul, padahal tadi ada di sebelah gue, sambil menampar kepala belakang bang Nuri. "Buruan ikut gue kalo lo mau ikut makan bareng."

Aku kaget dengar omongan kak Dan. Dia udah dihina kayak gitu sama Evin, tapi masih bisa belain Evin. Sumpah kalo lo cowok, kak, gue mau jadi pacar lo kak. Gue putusin pacar gue yang kurang ajar itu. Sayang, lo cewek, kak.

"Anjrit, sakit, bang. Iye gue ikut." ujar bang Nuri ke kak Dan. "Tungguin di bawah ya!" teriak bang Nuri ke kak Dan.

Lalu kami berdua masuk lift.

TIVAWhere stories live. Discover now