LP2

1.8K 134 4
                                    

Jangan lupa diplay musicnya

Elle goulding - love me like you do
******

Yuki menghembuskan nafas berat, dara Jepang itu tengah menyomot ice cream coklat dengan taburan coklat kecil. Yuki sangat menyukai coklat, coklat bisa membunuh rasa jenuh dan moodnya yang down. Tapi mungkin hal itu tidak berlaku sekarang. Yuki benar-benar bosan. Gadis itu merutuki dirinya sendiri.

 Sahabat-sahabatnya sudah melenggang pergi 30 menit yang lalu. Yuki harus mengurus beberapa berkas pasal pindahnya dia dari Jepang. Kepala Sekolahnya itu bergitu ngaret. Harus telfon ini telfon itu. Jadi Yuki memilih untuk duduk di tepi lapangan sekolahnya. Untungnya langit tengah berawan, jadi Yuki duduk di bagian yang teduh. Kaki linggisnya melonjor lurus ke depan, gadis itu berkali kali mengumpat. Andai ini bisa dilakukan dari wakilnya.

DUK DUK DUK

Lamunan Yuki pecah, ia langsut menatap asal suara. Ia mengenali laki-laki yang sedang mendrible bola basket berwarna oranye itu. Jantung gadis itu selalu berpacu hebat saat melihat laki-laki itu. Yuki sudah bingung dan mulai pesimis untuk move on.

Yuki tidak tau bagaimana harus membekukan hatinya. Laki-laki itu terlalu mengikat Yuki dengan pesonanya. 

Senyumnya.

Bahkan tatapan sinis bahkan tajam yang Yuki dapatkan. Itu tetap membuat Yuki meleleh. Kenapa dia harus terjebak dalam cinta yang terlalu mustahil untuk terbalas. Bahkan sudah pindah ke Jepang pun, dikala Yuki sendirian dia diam-diam memikirkan laki-laki itu. Stefan menggunakan baju basket berwrna hijau mengkilat, lengkap dengan celananya. 

Sepatu kets berwarna putih menjadi pijakan laki-laki yang tengah Yuki tatap. Ia ingin sekali beranjak dari sisi lapangan tersebut, tapi ntah rasanya tubuhnya terpaku pada lantai semen lapangan yang rata itu.

Ice creamnya sudah lama habis, tapi dia masih enggan beranjak dari tempat itu. Disatu sisi, hatinya meringis. Stefan sama sekali tidak melihatnya. Mungkin dia terlalu transparan untuk bule ganteng itu. Peluh mulai mengalir di wajah tampannya, itu semakin membuat Yuki termangu. Dia menyukai. 

Bahkan sangat mencintai Stefan. Tulus. Sangat tulus meski dulu ia sempat memaksakan kehendaknya untuk memiliki laki-laki itu sampai dia membenci Yuki. Hingga sekarang.

Yuki mengeluarkan iPhonenya, lempengan besi berwarna kuningan emas itu tertuju lurus pada sosok yang sedang semangat bermain basket.

Yuki mengabadikan sosok tampan yang selalu menjadi Raja di hatinya. Yuki terkekeh miris. Dia seperti fans diam-diam. Dia berteriak nama Stefan dengan lantang, dalam diam. Gadis itu masih duduk di tepi lapangan, dia masih asik melihat Rajanya itu bermain. Meski sosoknya begitu transparan. 

Tapi kekuatan cintanya terlalu dominan dan ia merelakan tubuhnya mengikuti kekuatan perasaannya itu. Dia masih duduk. Dia masih menatap Stefan. Dia ingin menjadi seseorang yang bisa selalu Stefan sentuh. Bahkan menjadi sesuatu pun ia ingin barang sebentar.

 Ia ingin menjadi sesuatu atau seseorang yang selalu Stefan lihat. Yuki selalu menahan diri. Jangan sampai perasaan nya itu membuat dirinya gila. Entah apa yang ada di dalam diri Stefan. Yuki mengambil botol minuman di tasnya, meski sudah SMA. Gadis itu selalu membawa botol minuman. Dia memutar tutup botol tempat minumnya yang berbentuk benar-benar seperti botol. Hanya saja botol berkelas. Tupperware. Air bening itu sudah berhasil melepas dahaga Yuki. Ia menutup lagi botol minumnya, ia masih ingin menatap Stefan. 

Stefan bermandikan keringat. Ingin rasanya Yuki mengusap peluh Rajanya itu, dan memberikan botol minum yang ia pegang erat.

DEG
Detakan keras itu terasa lagi. Yuki meremas seragam yang menutupi dadanya kuat, detakan itu seperti memukul-mukul jantungnya. Stefan berjalan ke arahnya. Ke arahnya. Yuki terdiam. Terpaku. Speechless. Ia mendongak melihat tubuh Stefan yang tidak kalah tinggi dengan Max.

love poisonWhere stories live. Discover now