10. Tidak ada lagi

140 8 0
                                    

"Cewek stres" Dengan tersenyum manis. Rendra mulai beranjak dari duduknya dan melangkahkan kaki menuju keluar UKS.

'kenapa gue malah seneng, seharusnya kesel dong sadar Ren, lo jangan ikut-ikut stress juga dong'    Batin Rendra sembari menampar pipinya berulang-ulang.

Tiba-tiba ia merasakan sesuatu pada perutnya, di perutnya seperti ada sesuatu yang sedang berbunyi, ada apa dengan perutnya? Apakah perutnya butuh asupan angka-angka? Atau kah dia merasakan penyakit lapar yang sudah sampai di tahap akhir? Ya para cacing-cacing di perut Rendra sekarang tengah mengamuk meminta makan. Rendra menuruti kemauan cacing di perutnya dengan melangkahkan kakinya ke kantin sekolah. Sebuah tangan tiba-tiba merangkul bahunya.

"Woi brother, tadi napa lo ga ikut pelajaran olahraga?" Tanya Raffi-sahabat Rendra.

"Ada bencana dikit" Jawab Rendra.

"Ni baju napa basah gini dah?, abis di ludahi cicak?" Ucap Raffi senenaknya, namun Rendra tak menjawab pertanyaan Raffi.

"Awas ntar lagi lo di hukum ama Pak Kito lho" Ucap Raffi.

"Bodo amat buat gue" Sambil berlalu meninggalkan Raffi pergi.

"Woy curut mau kemane Lu?" Teriak Raffi. Namun Rendra terus berjalan sesuai instingnya karena sebenarnya dia tidak tahu arah kantin sekolah dimana.

Ia berjalan terus tanpa belok ke kanan dan ke kiri, sekarang ia berhenti di sebuah tempat, tempat apa ini? begitu pikirnya.

"Apa gue tersesat atau gue tadi tanpa sadar masuk ke lorong waktu" Ucapnya lirih.

"HEH KLO LAPER JANGAN KE GUDANG DONG, LO MAU MAKAN JARING LABA-LABA DI SONO" Teriak seseorang di belakangnya, sontak Rendra menoleh ke belakang, dan ternyata dia lah yang berteriak barusan.

"Lo murid baru gausah sok-sok an tau semua tempat disini Ren" Ucap Raffi.

"Ah cepet tunjukin dimana kantinnya gue laper banget" Pinta Rendra. 

"Tanya aja ama setan" Ucap Raffi sembari meninggalkan Rendra sedirian.

"DASAR TEMPE LU RAF" Teriak Rendra. Ahkhirnya Rendra mengikuti kata hatinya saja karena Rendra begitu kecewa dengan instingnya, mengapa instingnya mengatakan ia harus berjalan lurus? sebelumnya tak pernah begini, apakah ada yang salah dengan instingnya? Entahlah hanya Tuhan yang tahu.

Akhirnya berhasil juga ia sampai di kantin sekolah setelah melakukan perjalanan yang cukup memuaskan. Banyak sekali siswa dan siswi yang membeli makanan disana, hingga ia melihat Raffi duduk di pojok kanan sendirian sembari menatap ponselnya dengan serius, Rendra pun menghampiri nya.

"Hoy tempe, dasar lo sahabat durhaka, berani-beraninya lo ninggalin gue?"

"Sorry bro gue laper juga soalnya"  Ucap Raffi sembari melahap 3 buah bakso sekaligus. "Sebagai permintaan maaf nih gue beliin bakso 1 aja" Lanjut Raffi.

"Gue tarik kata-kata gue tadi, ternyata lo ga se-durhaka apa yang gue pikirin" Dan ternyata,

'wat def---' Batinnya, Rendra terkejut bukan main karena di mangkuk baksonya hanya ada kuah bakso saja tak ada satu pun bakso yang masih ada.

"Eh tempe, lo yang bener aja ni bakso ga ada baksonya bego!" Ucap Rendra.

"Oh iya gue lupa itu bakso bekas gue tadi, gue ga jadi deh traktir lo gue lagi bokek" Ucap Raffi dengan wajah tak berdosa.

"Dasar sahabat durhaka lo" Ucap Rendra tepat di telinga Raffi. Dan akhirnya dia tak jadi makan gratis, Rendra mengeluarkan selembar uang berwarna kuning dari dompetnya kemudian ia berikan kepada penjual bakso di kantin, sebenarnya ia terpaksa melakukan ini, ini semua ia lakukan demi perutnya.

Between Mathematics and Biology Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt