12. Sebuah keindahan.

123 9 0
                                    

Arina sedang asyik membaca majalah di sofa putih miliknya dengan nikmat dan damai. Perhatiannya teralihkan oleh anak perempuan yang kini mengenakan pakaian yang bagus nan rapi.

"Lho Sya, mau kondangan kemana?" Tanya Arina dengan dahi yang dikerutkan.

"Eh, kondangan? Nasya ga mau kondangan, Ma" Nasya duduk di samping Arina. "Nasya mau ngerjakan tugas bentar sama temen" Ucap Nasya.

"Friend? Cewek or cowok" Nasya menggaruk belakang telinganya yang tak gatal. "Cowok, Ma" Arina membulatkan matanya mendengar jawaban Nasya.

"Pacar kamu, Sya?" Tebak Arina.

"What?! Idih, ya kali aku pacaran sama dia, mati duluan Nasya, Ma" Ucapnya. "Udah ah, Nasya duluan ya?" Pamit Nasya.

"Eh tunggu Mama ikut ke depan juga!" Pinta Arina. Entah apa tujuan Mamanya untuk mengantarkannya ke depan rumah, Nasya pun tak tahu.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh, dan selamat malam, and good night, Tante Arina" Ucap Rendra memberi salam.

"Eh Rendra toh, Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh, selamat malam juga, and good night too" Balas Arina. "Mau ngerjakan tugas apa nih?! Tugas kalian ntar klo udah jadi temen hidup?" Ucap Arina.

"Ih Mama udah ah, Nasya berangkat dulu bye mom" Ucap Nasya dengan kiss bye yang diperuntukkan untuk Mamanya. Nasya mendorong tubuh Rendra agar tidak lama-lama berbincang dengan Mamanya karena Nasya tak mau kejadian yang tak diinginkan terjadi. Jika terjadi, mungkin Nasya bisa mati.

"Eh Sya, kok kek nya cantikkan Mama lo daripada lo ya?"

"Terserah lo, gue ga butuh pujian lo!" Mereka berdua masuk kedalam mobil milik Rendra. Namun anehnya Rendra tak mengarahkan mobil ke tempat yang Nasya maksud.

"Ren, Ren, arah warnet kan bukan disitu" Nasya mencubit tangan Rendra yang sedang menyetir kemudi mobil. "Sakit woyy, kan gue emang ga mau ngerjain di warnet"

"Lah terus dimane?!"

"Ih, ih, ih, kepo nih ye? Kepo nih ye?"

"Heh! Ga ada gunanya nanya ke lo, lo gila!"

"Udah ikuti aja kata gue"

"Ngikutin lo? Ngikutin lo sesat dijalan!"

"Eh btw waktu di kantin lo kenapa melototin gue?" Tanya Nasya penasaran. "Pengen buat lo takut" Jawab Rendra.

"Takut sama lo?!" Nasya tertawa terbahak-bahak.

"Ter...serrr...rahhh..." Sepanjang perjalanan Rendra terus menggoda Nasya, mulai dari semua kebiasaan memalukan yang sering Nasya lakukan hingga gaya tidur Nasya yang sangat fantastis. Tawa menggelegar dari mulut Rendra memenuhi seluruh mobil, tawa terbahak-bahak dari mulut Rendra yang ceplas ceplos menguasai seluruh sudut ruangan di mobil hitam Rendra kala ia menyebut satu per satu kebiasaan memalukan Nasya. Sedangkan Nasya tanpa henti menjambak rambut Rendra dan beberapa kali mengatai Rendra dengan kata-kata pedasnya.

"Lo stalker-in gua ya?!" Tuduh Nasya dengan suara lantang. Rendra malah tersenyum kecil tanpa menjawab pertanyaan yang diucapkan lewat mulut Nasya.

***

Kedua manik matanya melihat kesekeliling ruangan itu. "Widih, berasa sultan lo ya?" Ucap Nasya. Terkejut? Tentu saja. Itulah yang dirasakan Nasya saat melihat rumah pohon milik Rendra yang berlapis emas. Di dalam rumah pohon itu bukan berisi kekosongan saja akan tetapi berisi buku-buku yang tersusun rapi diatas rak buku lengkap dengan meja dan kursi untuk membaca buku atau mengerjakan tugas. Di dalamnya juga telah ada komputer beserta printer nya. Bisakah tempat ini kita sebut hanya dengan rumah pohon?.

Nasya takjub melihat kekayaan Rendra dibalik semua ini. "Tu kayu berlapis emas sungguhan, Ren?"

Rendra memegang tembok kayu itu. "Lo percaya?" Sembari mengelupas kertas berwarna emas yang sengaja ia tempelkan hanya untuk hiasan saja. Raut wajah yang sedang memperlihatkan ke terkejutan seketika berubah menjadi raut wajah yang menunjukkan sebuah penyesalan. "Ternyata lo gampang ditipu ya, Sya? Ya baguslah, bisa buat bahan gue buat baperin kemudian tinggalin" Ucap Rendra. "Idih! Ini markas judi lo atau togel, atau gimana, Ren?" Ucap Nasya.

"Lo klo ngomong ga pernah bener ya! Ini tuh tempat kesayangan gue, ga ada satupun yang tau, lo udah untung gue ajak kesini sedangkan para fans gue diluar sana ngemis-ngemis minta diajak kesini, bokap, nyokap, kakak gue ga ada yang tau bahkan nenek dan kakek gue yang lagi tenang di alam barzah juga ga tau jadi cuma gue dan lo yang tau, bersyukur lo sujud syukur gih"

"Dipikir tempat ini tempat yang mulia gitu"

"Yaiyalah bagi gue, disini gue bisa dapet ketenangan buat nyari ilmu baru sambil ngeliat tembok emas itu" Dengan tingkat kepercayaan diri yang telah melebihi apapun.

"Ilmu santet atau ilmu pelet atau apa?!" Ucap Nasya dengan menaik turunkan alisnya.

"Stres lo, lebih baik kita ngerjain klipingnya mulai dari sekarang aja" Ucap Rendra.

"Ih ini masih jam 8, Ren!"

"Lebih cepat lebih baik, kita tu sebenernya ga buat kliping tapi buat skripsi, ayo buruan, Sya!"

Mereka berdua mengerjakan tugas kliping mereka dengan bekerja sama.

Tak terasa jam telah menunjukkan pukul 09:30. Sesekali Nasya menguap, sebenarnya ia tak mengantuk apa lagi ini masih jam 8. Jika ia sampai tidur jam 8. Bukan Nasya namanya. "Jangan coba-coba lo tidur disini, ga boleh ada siapapun kecuali gue yang tidur disini!" Ucap Rendra.

"Ga level gue, buruan kerjain" Tangannya meraba-raba kesekitarnya mengecek adakah yang bisa ia makan untuk penawar rasa kantuknya. "Ren, ga ada cemilan atau snack, atau apalah yang penting enak" Rendra menyodorkan sesuatu. "Noh makan!"

"Apa maksud lo ngasih gue daun?! Emang daun ini bisa dimakan ha?!"

"Oh lo ga doyan makan yang beginian?"

"Hii ya kali gue makan daun lo kira gue ulet gatel?!"

"Iya lo itu ulet gatel, karena setiap di deket lo gue selalu gatel pengen ketemu lo" Ucap Rendra. Perasaan Nasya hampir saja terpengaruh namun Nasya telah memperkuat keyakinannya untuk tak terpengaruh oleh jurus bahaya yang dikeluarkan Rendra. "Gimana? Lo baper ya?!"

"Gigi lo baper buruan kerjain, dan cepet kasih gue snack yang beneran!"

"Lho Sya ni makanan bisa dimakan lho"

"Ih apaan?!" Rendra memakan daun itu dengan lahap. "Mmm yummy, sebenernya ini cuma permen empuk Sya, kan lo gampang ketipu coba lo pegang." Nasya pun memegangnya dan setelah memegangnya Nasya tersenyum lebar ternyata memang benar itu hanya permen yang lunak.

"Makan gih, permen ini enak, bikin pinter kek gue, sehat dan bergizi"

"Ceritanya lo lagi promosi nih"

"Nggak tuh, klo ga mau gue makan" Rendra melahap permen itu, Nasya kesal padahal ia ingin sekali memakannya. "Udah ga usah ngambek, nih gue punya banyak" Rendra menyodorkan permen lunak berbentuk cacing. "Kok lo aneh sih, Ren! Ga mau ah!"

"Yaudah" Rendra menggigit separuh dari permen itu. "Nih, udah ga kek cacing, gue udah gigit separuhnya" Ucap Rendra. "Ga ah bekas lo"

"Bekas gue tuh barokah, lo bisa ikut-ikutan pinter matematika ntar!" Nasya mempercayai omongan Rendra. Sebegitu bodoh kah Nasya?

"Awas sampe ga ketularan gue hajar lo"

"Bo...do... A...mat.."

Vote, comment aku tunggu selalu.
Ajak tetangga, anak-anak yang masih di dalem kandungan buat baca BMAB ya gaess.

Salam penuh kehangatan ❣️ dari:

sffnhslsa_

Untuk 😚:

All of you🥰

Between Mathematics and Biology Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt