16. New

154 10 2
                                    

Di dalam perjalanan ponsel Nasya berbunyi. Nasya yang sedang ingin berada di dalam kesepian, kini harus ada pengganggu. Rasa sebal memenuhi seluruh tubuhnya dan siap untuk meledak.

Tring!!!

"Eh," Nasya tertawa terbahak-bahak.

" Yaa bodo amat lahhh."

Pak Yadi yang melihat Nasya tertawa sendiri itu bertanya-tanya, apakah yang terjadi dengan Nasya.
Ia pun mulai membuka mulut ingin menanyakan apa yang telah terjadi.

"Ada apa nih? Sepertinya bahagia ya, Non?"

Mata Nasya yang sedari tadi masih menatap layar ponsel itu langsung beralih ke arah sang sopir berada. "Ah, eng–enggak, Pak... ini kata temen Nasya bakal ada bidadari yang sekolah di tempat Nasya sekolah. Ini bullshit banget gitu lho, ya kan, Pak?"

Nasya kembali menciptakan tawanya sendiri hingga membuat perutnya sakit. Pak Yadi yang hanya tersenyum lebar itu ikut senang karena dapat melihat kebahagiaan yang memenuhi wajah Nasya.

Tiba-tiba mobil yang di naiki Nasya berhenti. Itu memunculkan pertanyaan di dalam benak Nasya.

"Ada apa, Pak? Kok berhenti?"

"Udah sampe, Non. Gamau sekolah?"

"Tumben cepet nyetirnya? Biasanya lama ehehehehe, yaudah Nasya masuk dulu yaa, Pak."

"Non, kalo ada stock cogan, bungkus yaa. Lumayan buat anak gadis saya di desa" Dengan tersenyum lebar.

Nasya tertawa mendengar ucapan Pak Yadi. Ia merasa tak ada sama sekali laki-laki yang menurut dia oke. Semuanya sama saja. Tak ada yang spesial baginya.

"Siap, Pak... ntar Nasya cari info tentang cowok disini, Hati-hati di jalan, Pak." Nasya melambaikan kedua tangannya sebagai tanda perpisahan.

Setelah berpisah dengan sopir pribadinya, Nasya langsung masuk ke gerbang. Anehnya suasana di sekolah ini tampak seperti pasar. Tak biasanya sekolahnya ini memiliki suasana seperti ini. Suara demi suara Nasya bisa mendengarnya. Suara bak kicauan burung yang bersautan di langit itu terdengar samar-samar di telinganya. Suasana ini mengingatkan Nasya pada waktu pertama kali musuhnya datang. Nasya sungguh malas mengingatnya.

"SYAAAA!!!" teriak Alina yang berjarak sekitar 3 cm dari tempat Nasya berada.

Seperti mendengar suara gemuruh petir pada saat hujan akan tiba. Nasya begitu terkejut mendengar suara dari makhluk Tuhan yang satu ini.

Nasya memukul mulutnya, "Mulut ini yaaa gausah teriak-teriak, lo pikir gue ga punya kuping?! Lo pikir kuping gue budeg? Lo pikir gue tuli? Lo pikir telinga gue satu? Ha iy---- Mmmph," Alina menutup mulut Nasya yang masih melontarkan beberapa kalimat.

"Ish, apaan sih lo. Najis tauu," seru nasya sembari melepas tangan Alina yang menutupi mulutnya.

"Ihhh, lo diem duluuu. Lo liat coba tu cewek, cantik banget, Syaaa. Mirip idol tau gaaaa, ngiri gue."

"Anjirlah.... demi ngeliat spesies kek gitu kalian buka pasar. Bener-bener ga guna!"

Karena malas melihat mereka melakukan pekerjaan yang tak memiliki manfaat sama sekali, Nasya memilih pergi meninggalkan para siswa-siswi yang telah tersihir oleh sinar yang diciptakan oleh manusia di seberang sana.

Alina memegangi bagian belakang tas Nasya "Eh, Nasyaaaa, tunggu dulu, elahh... ehhh omaigat dia nyamperin lu tuhh, Sya."

Nasya membuat senyuman yang tak ada rasa ikhlasnya sama sekali "Lah, teruss gue harus teriak-teriak gitu? Idih idi idil ying mii nyimpirin iki, norak tau hiii." Nasya bergidik ngeri.

Between Mathematics and Biology Where stories live. Discover now