Bab 1

13.4K 1K 5
                                    

Kukerjapkan mataku untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Dengan susah payah aku mencoba untuk bangun, namun rasanya sulit sekali. Sendi-sendi ditubuhku rasanya kaku, sebenarnya apa yang terjadi.

Kepalaku terasa berdenyut, hingga aku reflek memegangnya karena terasa sakit. Sekarang aku ingat, bahwa sebelumnya aku naik bus dan terjadi kecelakaan. Sepertinya aku selamat?.

Jika dilihat ruangan putih dan bau obat-obatan sudah pasti bahwa ini adalah rumah sakit. Namun kenapa ruangan ini terlihat mewah, apa ini rumah sakit mahal? Tapi mana mungkin, bapak dan ibuku tidak mungkin kuat untuk membayar rumah sakit sebagus ini.

Pertanyaan demi pertanyaan terus bermunculan dipikiranku, dan tanpa kusadari seseorang memasuki ruangan.

"Akhirnya sudah sadar, saya akan mengecek kondisi tubuhmu." Ucap seorang dokter yang baru saja memasuki ruangan. Aku hanya memperhatikan serta mengikuti instruksi dokter tersebut tanpa mengucapkan apapun.

"Sepertinya semuanya sudah mulai stabil, kurang lebih tiga hari lagi nak Lilian bisa pulang. "

"Ha? Siapa?" Dokter itu sedikit terkejut mendengar ucapanku, aku pun juga terkejut mendengar suaraku sendiri.

"Nak Lilian? Ingat siapa saya? " Tanya dokter tersebut.

"Anda dokter kan? " Lagi-lagi kami terkejut dengan alasan yang berbeda.

"Sepertinya kita harus cek kembali keadaanmu. " Aku yang bingung hanya mengangguk saja.

Setelah segala rangkaian tes aku jalani, aku dinyatakan lupa ingatan. Padahal aku mengingat segalanya, ya walaupun fakta yang dimiliki dokter dengan yang aku miliki berbeda. Sebelum pergi, dokterpun memberikan aku ponsel ntah milik siapa.

Saat ku terima ponsel tersebut, tanpa sengaja aku melihat pantulan diriku dilayar hitam ponsel itu. Aku terkejut hingga tidak bergerak, jantungku berdebar sangat kencang. Ku lihat kembali pantulan diriku dilayar ponsel dan 'Ini bukan aku! Bukan aku!'

Butuh waktu seharian hingga aku memproses semua yang telah terjadi. Dari kesimpulan yang aku ambil tentang fakta yang dimiliki dokter mengenai tubuh ini, sudah dapat dipastikan ini bukan lah tubuhku. Jikapun aku operasi total hingga merubah bentuk wajahku, tidak mungkin begini.

'Pantas saja wajah dan suaraku berbeda, ternyata ini bukan tubuhku. Kenapa bisa begini? Apakah transmigrasi itu benar-benar ada?'

'Huft sudahlah, lebih baik tidur'
Karena seharian berpikir membuatku lelah, kuputuskan untuk tidur dan melanjutkan untuk berpikir kembali setelah aku tidur.

***

Aku tidak bisa melihat apapun karena ruangan ini sangatlah gelap. Kuputuskan meraba sekitar namun nihil tidak ada apapun. Aku menghela nafas, sepertinya percuma jadi kuputuskan untuk duduk dilantai sambil bermain-main dengan jari-jariku.

Sebuah suara tertangkap oleh telingaku. Suaranya samar dan juga lirih. Bulu kudukku otomatis berdiri. 'Duh kenapa seram begini, aku tidak suka sesuatu yang horror'

Ternyata suara itu langsung hilang begitu saja. Aku menghela nafas lega.

"Waaaaa!! " Aku berteriak kencang karena sebuat tangan tiba-tiba memegang bahuku.

Siapa yang tidak terkejut jika di tempat gelap tiba-tiba terdengar suara lalu setelah itu ada tangan yang entah dari mana memegang bahumu. Bagiku ini sangat menyeramkan hingga rasanya jantungku hampir mati rasa.

Karena refleks berbalik, kini aku dapat melihat siapa yang memegang pundakku. Seorang gadis dengan dress berwarna putih yang tiba-tiba saja menangis.

"Hiks.. Kak.." Lirihnya.
Aku yang mematung karena masih takut sekaligus bingung, hanya bisa terdiam  melihatnya menangis.

Namun lama kelamaan hati kecilku merasa kasihan, karena saat dia menangis itu mengingatkanku pada adikku.

Kurangkul dirinya dan kupeluk untuk menenangkannya, diapun membalas pelukanku. Kuelus kepalanya pelan, namun suara tangisannya bukannya mereda justru semakin kencang hingga tubuhnya bergetar.

"Hiks.. Kak.. Aku sudah lelah.. Hiks..Aku sudah tidak kuat lagi... Hatiku sangat sakit..Hiks.. Aku tidak punya siapa-siapa..Huaa"

"Menangislah jika itu membuatmu lega. Kau boleh menangis, kau boleh berteriak, kau boleh frustasi tapi setelah itu kau harus bangkit. " Dia menggeleng pelan dalam pelukanku.

"Aku tidak kuat hiks.. Terlalu menyakitkan.. Hiks.. Aku sendirian.. "

"Jika kau merasa sendiri maka berdoalah pada Tuhan. Tuhan tidak akan membiarkanmu sendirian. " ucapku lembut. Ia tidak berbicara lagi, hanya menangis.

Jujur saja tangisannya begitu menyayat hati hingga membuatku menahan keras air mataku agar tidak ikut menangis. Sepertinya gadis ini terlalu banyak menyimpan masalah.

Setelah beberapa menit tangisannya mulai reda, namun ia masih setia memelukku.

"Kakak, tolong gantikan aku. Aku sudah tidak kuat lagi, terlalu menyakitkan. Aku ingin tenang tanpa memikirkan apapun. Terima kasih untuk yang tadi, pelukan kakak rasanya nyaman"

Ruangan yang semula gelap menjadi terang berubah menjadi hamparan bunga. Gadis dipelukanku menghilang. Namun dikejauhan aku melihat siluet seorang gadis yang berlari dengan senyum lebarnya sembari melambai kearahku. Setelah itu semuanya kembali gelap.

***

Mataku terasa basah, karena tidak nyaman aku membuka mataku. Air mataku ternyata mengalir tanpa sebab. Hatiku terasa sakit mengingat mimpi yang baru saja aku alami.

Malam ini aku menangis tanpa suara entah sampai jam berapa, lalu kembali tidur karena lelah.

.

.

.

Bersambung...

WHATEVERWhere stories live. Discover now