Bab 7

9.4K 827 9
                                    

Pagi hari kembali datang, namun kini aku terlalu malas untuk beranjak dari kasur. Walaupun rasanya tidak enak hati karena tidak bisa membantu Bi Jum, tapi apa daya rasa malas ini sungguh membuatku tidak dapat bergerak.

'Malas sekolah, malas bergerak, aku ingin hari minggu. ' batinku sembari menatap langit kamar yang saat ini terlihat menarik bagiku.

Bukan karena aku pemalas, hanya saja saat aku bangun, kejadian dimeja makan kemarin terngiang-ngiang dikepalaku. Membuat moodku benar-benar hancur. Rasa ingin kembali ke kehidupan lama ku meningkat, tapi sayangnya itu hal yang tidak mungkin.

Aku menghela nafasku, berputar kesana kemari di atas kasur dengan guling di dekapan ku. Saat ini pikiranku sedang mencari motivasi-motivasi yang sekiranya dapat membuat moodku membaik.

Tanpa sengaja ku lirik meja belajarku, aku baru ingat bahwa aku sama sekali belum mengecek lacinya. Menurut ingatan Liliana dilaci itu ada sesuatu.

Kuputuskan tuk beranjak dari tempat tidur dan membuka laci meja belajarku. Ternyata benar, ada sebuah pigura berisikan foto keluarga ini.

"Terlihat sekali kalau mereka terpaksa foto bersama. " Gumamku saat melihat foto itu. Difoto itu hanya Liliana satu-satunya orang yang tersenyum dengan tulus. Sedangkan ketiga orang lainnya, mereka ttersenyum tapi sorot mata mereka memperlihatkan rasa enggan.

Kututup kembali laci tersebut dan kuputuskan untuk mandi. Mood ku sepertinya tidak akan baik hari ini. Semoga saja hari ini tidak ada masalah apapun dan semuanya berjalan dengan normal.

Setelah bersiap dengan seragam lengkap dan juga segala perlengkapan sekolah, kuputuskan untuk mengambil jaket entah milik siapa terlebih dahulu.

Terlihat jaket itu sudah dicuci dan juga sudah rapi berkat Bi Jum. Kumasukkan jaket tersebut kedalam tas dan menuju meja makan.

Untung saja saat ini meja makan nampak sepi tanpa siapapun, aku sedang tidak ingin berurusan dengan siapaun. Kuambil roti di atas meja serta kuolesi dengan selai, lalu melahapnya sampai habis dengan beberapa gigitan.

'Damainya hari ini tanpa harus melihat mereka' bukannya aku tidak menyukai keluarga ini, mau bagaimanapun mereka sekarang adalah keluargaku. Hanya saja, mereka seperti menganggapku hal yang salah dan aku tidak menyukainya. Tentu saja hatiku sakit melihat tatapan yang mereka tujukan padaku, namun apalah dayaku yang hanya bisa menerima dan bersabar.

Kuambil roti keduaku dan saat itu pula Bi Jum menghampiriku sembari memberiku susu hangat.

"Diminum ya non, biar semangat sekolah. " Aku mengangguk sembari melahap rotiku.

Setelah roti kedua habis, kuteguk susu hangat pemberian Bi Jum hingga tandas. Rasa hangat menjalar melalui rongga dadaku menuju perut, rasanya nyaman sekali.

Aku beranjak dari meja makan, tak lupa berpamitan dan salam kepada Bi Jum setelah itu berangkat sekolah.

***

Sesampai sekolah seperti biasa, masih sepi hanya terlihat satu dua siswa yang berlalu lalang. Dengan cepat aku berjalan menuju kelasku.

Kubaringkan kepalaku dengan kedua tanganku terlipat diatas meja sebagai bantalan. Lalu tanpa sadar aku terlelap.

Aku bermimpi sangat indah namun tiba-tiba saja ada yang menggoyang tubuhku membuat mimpiku terpotong. Aku sangat kecewa, padahal mimpi indahku hampir tamat.

Aku mendongakkan kepalaku melihat siapa yang baru saja mengganggu tidurku. Terlihat seorang gadis dengan kaca mata bulatnya yang lucu.

"Ada apa? " Tanyaku padanya.

"Itu.. Guru memintaku untuk memanggilmu ke ruangannya. " Jawabnya.

"Sekarang? " Tanyaku yang dijawab anggukan olehnya.

Aku segera beranjak dari tempat dudukku menuju ruang guru. 'Tumben aku dipanggil. '

Sesampainya diruang guru aku dikejutkan oleh orang yang kemarin duel denganku. Siapa lagi kalau bukan A dan kedua temannya.

'Sekarang aku mulai paham kenapa aku dipanggil' aku menghela nafasku pelan.

Aku berjalan kearah mereka dan memberi salam kepada wali kelasku.

"Jadi Liliana, kamu sudah paham kan dengan melihat mereka? Kamu tau kesalahanmu? " Ujar wali kelasku dengan tatapannya yang tajam.

"Mohon maaf bu sebelumnya, tapi dalam hal ini saya tidak salah dan tindakan saya kepada mereka adalah bentuk pembelaan diri saya. "

"Kamu memukul mereka tanpa sebab itu kamu anggap pembelaan diri?! " Bentak wali kelasku. Aku mengerutkan dahiku, jelas-jelas bahwa mereka duluan yang mulai.

"Saya memang memukul mereka, tapi saya memukul mereka karena mereka duluan yang memukul saya. Jika saya tidak melawan entah apa yang akan terjadi pada saya. "

"Kamu ternyata pintar mengelak ya, jelas-jelas mereka bilang bahwa kamu yang menjambak Hani setelah itu memukulnya, teman-temannya yang mau menolong Hani malah kamu pukul juga. " Ucapnya sembari menunjukku dengan telunjuknya.

'Oh jadi namanya Hani, seperti pernah dengar'.

"Sekarang minta maaf kepada mereka! Dan kamu ibu skors seminggu! " Aku menarik nafas panjang setelah itu menghembuskannya perlahan.

"Baik saya akan terima keputusan ibu. Tapi sebagai seorang guru, anda bukankah harus mengecek segala fakta. Apa yang sebenarnya terjadi, siapa korban dan siapa tersangka? Ibu bahkan belum membiarkan saya untuk menjelaskan yang sebenarnya. Tugas seorang guru adalah mendidik muridnya menjadi lebih baik dan memberikan bimbingan untuk hal yang salah. Namun saya lihat ibu hanya membela satu pihak. " Wajah wali kelasku terlihat merah menahan marah.

"Maaf telah memukul kalian, dan terima kasih untuk skors seminggu nya bu. Saya permisi. " Aku membungkuk, setelah itu pergi meninggalkan mereka.

Saat pergi dapat kudengar bisik-bisik para guru yang ada diruangan. Ada yang mengataiku tidak punya sopan santun, ada mengatakan aku pembangkang dan sebagainya. Tapi mari abaikan mereka dan nikmati libur seminggu karena skors.

Karena moodku benar-benar tidak baik, kuputuskan untuk bolos untuk saat ini. Lagi pula materi pembelajaran SMA masih aku ingat dengan jelas, jadi tidak perlu takut untuk ketinggalan pelajaran.

.

.

.

Bersambung...

WHATEVERWhere stories live. Discover now