Bab 10

8.3K 801 33
                                    

Diperjalan menuju rumah Dokter Romo aku hanya diam begitupun Pandu. Jujur saja aku merasa canggung dengannya untuk saat ini. Tak ada satupun dari kami yang membuka pembicaraan hingga sampai tujuan.

Pandu berjalan lebih dulu untuk menekan bel diikuti olehku dibelakangnya. Pintu terbuka dan nampaklah Dokter Romo dengan pakaian rumahannya.

"Selamat Sore Dokter Romo." Aku berjalan kearahnya dan mencium telapak tangannya.

"Lilian? saya pikir kamu tidak datang. " Dokter Romo terlihat senang dengan kehadiranku.

"Tadi Lilian membeli ini untuk Dokter, sebagai tanda terima kasih karena telah merawat Lilian di rumah sakit. " Ucapku sembari memberikan buket bunga yang kubawa.

"Tidak perlu membawa apapun lain kali,  dengan kamu kemari saja saya sudah senang. Ayo masuk!" Dokter menyuruhku masuk kerumahnya.

Kami duduk diruang tamu dan berbincang-bincang mengenai keadaan hingga sekolahku, tentunya aku hanya menceritakan hal yang positif saja.

"Dari tadi kamu masih memanggil saya dokter, kamu boleh panggil saya Kakek. " Ucap dokter Romo.

"Boleh? " Tanyaku sedikir ragu.

"Tentu saja. " Jawabnya diiringi dengan tawa yang renyah.

Tanpa kami sadari, sedari tadi kami mengabaikan eksistensi seseorang. Pandu, sedari tadi hanya diam hingga kami melupakan kehadiranya.

"Oh iya, ada Pandu di sini. " Aku hanya tertawa kecil saat Dokter Romo baru menyadarinya. Pandu hanya memutar bola matanya tanpa berkata apapun.

"Dia yang mengantarku kemari Kakek. " Aku mengecilkan suaraku saat memanggilnya kakek, masih canggung.

"Ternyata kalian saling kenal? Haha, Pandu itu cucu kakek yang cukup pendiam. Dia mirip dengan ayahnya. " Aku tersenyum kecil kemudian melirik kearah Pandu yang ternyata juga melirikku, sontak saja aku langsung memalingkan pandanganku.

'Aku harap dia tidak marah atau mengataiku karena merasa diabaikan kakeknya sendiri. '

"Lilian dan Pandu baru kenal beberapa hari kemarin, jadi Lilian belum begitu mengenalnya. "

"Benarkah? Kakek pikir kalian sudah kenal lama. " Kemudian kakek menatap Pandu, sedangkan yang diatap mencoba mengabaikannya. Aku hanya tertawa hambar.

Melihat interaksi mereka berdua, membuatku sedikit tidak nyaman. Kedua orang itu sama-sama tidak berbicara banyak satu sama lain. Aku sebisa mungkin mencari topik pembicaraan.

"Oh iya, apakah Kakek tinggal sendiri? " Tanyaku.

"Tentu saja, semenjak anak kakek menikah dan istri kakek meninggal. Kakek lebih memilih untuk tinggal sendiri. " Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Cukup sedih mendengar bahwa istri kakek telah tiada.

"Pasti istri kakek wanita yang cantik, karena kakek orang yang tampan. " Kakek sedikit terkejut mendengar ucapanku, namun setelah itu dia tertawa.

"Haha.. Kakek sudah tidak setampan dulu saat masih muda. Mau kakek ceritakan kisah kakek? " Aku yang mendengarnya tiba-tiba merasa antusias. 

Hidup selama 24 tahun aku belum pernah menjalin kasih. Siapa tahu dengan mendengar ceritanya aku mendapatkan inspirasi untuk menemukan jodoh.

***

Tak terasa matahari telah tenggelam, dan suasana mulai berganti gelap. Aku memutuskan untuk pamit, tidak sopan apabila bertamu terlalu lama.

"Kakek, karena sudah malam Lilian mau pamit pulang. " Ucapku sembari mengulurkan tangan untuk salam.

"Iya, lain kali mampir lagi ya. " Kakek menerima uluran tanganku, sedangkan tangan satunya menepuk puncak kepalaku pelan.

"Pandu! Antar Lilian pulang. " Pinta kakek kepada Pandu.

"Eh?! Tidak perlu kek. Lilian sudah cukup merepotkan."

"Tidak apa-apa Lilian, lagi pula sudah malam. Tidak baik anak gadis pulang sendirian malam hari. " Aku melirik kearah Pandu melihat ekspresi nya.

'Sepertinya dia tidak keberatan. Ya sudahlah, lumayan untuk menghemat uang. '

Kami berduapun pamit kepada Kakek. Kakek mengantar kami hingga depan rumah. Tak lupa aku melambaikan tanganku dan mengucapkan terima kasih pada kakek karena telah mengijinkanku untuk berkunjung kerumahnya.

Saat ini aku dan Pandu sudah berada didalam mobil. Pandu terlihat fokus dengan jalanan di depan, sedangkan aku melihat lewat kaca mobil cahaya-cahaya lampu pinggir jalan yang menurutku indah.

"Kau senang? " Pandu tiba-tiba saja berbicara.

"Huh? " Aku tidak terlalu jelas mendengar apa yang dia ucapkan.

"Bertemu kakek, kau senang? " Ulangnya.

"Begitulah, lagi pula beliau yang telah merawatku saat di Rumah sakit. " Jika senang atau tidak, tentu saja jawabannya senang. Karena kakek termasuk salah satu orang yang peduli dengan Liliana.

"Lain kali hubungi aku jika ingin berkunjung lagi. "

"Mau mengantarku? " Dia mengangguk sebagai jawaban.

Kemudian suasana kembali hening, kami sibuk dengan diri kami sendiri. Tak terasa aku sudah sampai dirumah. Namun saat hendak turun dari mobil, Pandu menahan lenganku.

"Berikan ponselmu. " Aku yang tidak jadi turun dari mobil karenanya memberikan ponselku padanya.

Dia memperlihatkan layar ponselku yang masih terkunci. Aku yang paham maksudnya pun membuka layar kunci pada ponsel ku. Kemudian Pandu mengetikkan sesuatu di ponselku. Setelah aku cek, ternyata ia mengetik nomornya dan menyimpannya di kontak ku.

Diserahkannya kembali ponselku, kemudian akupun turun dari mobil dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Saat mobilnya sudah mulai menjauh, kulangkahkan kakiku memasuki rumah.

Kubuka pintu rumah, dan ternyata sudah ada ayah dan Rista yang duduk berdua di ruang tamu.

"Malam ayah, aku pulang. " Ucapku saat memasuki rumah.

Ayah hanya berdehem sebagai jawaban. Sedangkan Rista yang melihatku memasuki rumah hanya menatapku tanpa mengatakan apapun. Tanpa pikir panjang, akupun segera pergi menuju kamarku.

'Tumben sekali Rista tidak menatapku dengan tatapan yang biasanya. '

Setelah sampai kamar aku langsung merebahkan diriku dikasur tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Tak lama kemudian karena terlalu lelah, akupun terlelap menuju alam mimpi.

.

.

.

Bersambung...

WHATEVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang