36. Hadiah

442 9 1
                                    

"...I feel them then I'm just crying. They are unbelievable." 

- Ranu

Selama di perjalanan, Raline terus menerka-nerka kemana Ranu akan membawanya. Mereka melewati jalan aspal yang membelah hutan. Selang lama setelah keluar dari jalan yang penuh pepohonan rimbun, pamandangan berupa pantai berair biru muda yang jernih dan dangkal menyambut mereka. Ombaknya menggulung panjang bewarna putih. Suara deburannya begitu halus dan mendamaikan. Hamparan pasir putih di pantai itu terbentang indah melemaskan mata Raline.

Setelah melaju selama kurang lebih hampir satu jam, ferarri hitam itu akhirnya berhenti menggerung di pelataran sebuah bangunan megah yang dindingnya sebagian besar terbuat dari kaca tebal. Raline tidak bisa menyeret pandangannya dari rumah yang berdiri tegak di tepi pantai berpasir putih tersebut. 

Raline masih terperangah saat Ranu menggenggam tangannya lalu menuntunnya masuk. Semakin ke dalam, semakin Raline tak bisa menahan takjub. Ketika mereka sampai di sebuah ruangan yang terlihat seperti kamar, Raline langsung dihadapkan pada pemandangan laut yang memenuhi matanya dari balik dinding transparan. Begitu biru dan menyejukan.

"Ranu, what is it?" tanya Raline, menganga takjub.

Melihat Raline yang terkesima, membuat Ranu tersenyum lebar, lalu berkata, "Our private room. Where there just only the two of us."

Raline tertegun. Seketika teringat percakapan mereka semalam. Ia jadi tergugu, "K-kamu mendadak mencarinya setelah aku bilang semalam?"

"Nope," jawab Ranu singkat. "Kamu pernah bilang ingin tinggal di tepi laut. Jadi selama ini, aku mencari lahan yang sempurna untuk rumah kita. Lalu aku menemukan tempat ini dan merasa cocok. Aku tidak bisa bertanya pendapatmu karena saat itu aku belum menemukan keberadaanmu. Jadi aku memutuskan untuk langsung membangun rumah ini sambil mencarimu. Pembangunannya baru selesai enam bulan lalu, kalau kamu tidak suka—"

Perkataan Ranu terputus ketika tiba-tiba Raline menyergapnya dengan rangkulan erat. "Apanya yang tidak suka? Ini sangat sempurna, Ranu. Terima kasih, aku sangat menyukainya."

Ranu tersenyum puas sambil mengelus kepala Raline.

"Harusnya kamu membawaku kesini sejak kemarin. Jadi kita tidak perlu sampai kepergok Jay dan mengendap-endap di rumahku," gerutu Raline.

"Aku menunggu momen," dalih Ranu.

Raline mengernyit lantas menengadahkan kepalanya menatap Ranu, "What's moment?"

Ranu tersenyum tertahan. Ia melerai pelukan mereka lalu meraih kedua tangan Raline, menggenggamnya erat, lalu mengecup punggung tangan wanita itu seraya berkata, "Happy Anniversary, Sayang."

Raline tergemap. Sembari mengingat-ingat hari dan tanggal, ia terdiam dengan napas tertinggal di paru-paru. 

"You forgot it, didn't you?"

Raline meneguk ludah. Ketika akhirnya ingat hari ini bertepatan dengan tiga tahun usia pernikahan mereka, Raline mengerjap pada Ranu sambil meringis, "Aku kira masih beberapa hari lagi."

Alis Ranu menyatu, tampak kesal. Selang bunyi decakan, Ranu menjatuhkan tangan Raline. Seketika suasana hatinya memburuk. Padahal Ranu sudah memasang pengingat dan alarm di ponselnya demi hari ini. Ranu juga telah menandai kalender di rumah Reymond dengan tanda love. Tapi Raline malah dengan mudah melupakannya hari sepenting ini.

"Aku tidak melupakannya, Ranu," ketika Raline hendak meraih lengannya, Ranu menghindar.

 Dengan wajah cemberut, Ranu  menyahut, "Lalu apa?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 26 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

If Something Happens I Love You: THE UNFORGIVABLE MISTAKEWhere stories live. Discover now