Bab 38: the world is getting bleaker

380 38 7
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatu...

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatu

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Memang benar ya.... Sosok ayah itu sangat berpengaruh di kehidupan anak perempuannya."

- Lyciva -

Pukul 23.00 WIB
Di kamar Kamala.....

Meringkuk di atas lantai yang dingin dan ruangan yang gelap dengan kedua tangan yang bertumpu di atas lutut. Hujan turun deras hingga jalanan basah karena air hujan tersebut. Pohon, rumput dan dedaunan basah semua. Betapa hampanya dirinya saat mengetahui berita hari ini di televisi. Rasa tidak percaya menyelimuti hatinya. Entah mau yang keberapa kalinya dirinya akan di tinggalkan oleh orang-orang yang telah disayanginya. Tidak bermaksud menyalahkan Tuhan tapi mengapa selalu dirinya yang di tinggalkan?

Air mata mengalir dari pelupuk matanya yang sudah sembab. Tak mampu lagi bersuara, menangis dengan keheningan adalah salah satu cara menyakiti diri sendiri karena telah memendamnya. Tapi, mau tak mau dirinya harus tegar Sebelum ada kepastian dari berita tersebut.

Setelah di tinggalkan oleh ibu kandung, kini dirinya di tinggalkan oleh ayahnya dan ibu tirinya. Betapa mengenaskan hidupnya ini. Dirinya belum sempat bahagia dengan keluarga barunya tetapi mengapa terjadi seperti ini? Salahnya apa?

Tok tok tok.

Suara ketukan pelan di pintu kamarnya sebanyak tiga kali yang membuatnya tersadar jika ada seseorang yang datang ke kamarnya.

Saat orang itu memegang pegangan pintu dan ternyata pintu itu tidak di kunci, orang itu meminta izin kepadanya agar masuk kedalam.

"Kamala, kita masuk." Ujar orang itu, pikirnya hanya seorang diri namun tidak.

Ia masih menaruhkan wajahnya didalam tumpuan tangannya di atas lututnya. Orang itu berjongkok di depannya lalu menarik tubuhnya masuk kedalam pelukan orang itu.

"Abang kira kamu belum tau," ujarnya, Abiyasa. Setelah pulang dari tempat kejadian kecelakaan kedua orang tua mereka, mereka langsung pulang kerumah karena khawatir dengan adik perempuannya.

Sudah berjaga-jaga agar adiknya jangan mengetahui hal itu tetapi mereka terlambat. Adiknya sudah tahu terlebih dahulu dari televisi yang terus menyala tanpa suara untuk menerangi kamar adiknya yang gelap karena seluruh lampu rumah di matikan oleh adiknya.

"Nangis yang keras jangan di pendam, karna itu sakit." Ujar Akhasa yang juga berjongkok di samping adiknya.

Akhirnya Kamala bersuara. Suara tangisan Kamala terdengar sangat sakit. Kamala menangis sejadi-jadinya di pelukan Abiyasa. Dari kamar Agavin, cowok itu juga mendengar suara tangisan adiknya. Suara itu sangat keras. Mungkin seluruh ruangan akan terdengar oleh suara tangisan Kamala.

Akhasa mengelus punggung adik perempuannya. Mungkin, mereka memang di takdir kan untuk menyatu layaknya seorang Abang dan adik seutuhnya, layaknya seorang anak tanpa orang tuanya.

7 SAUDARA TIRI Donde viven las historias. Descúbrelo ahora