Chapter 3: Ruang 00;00

56 21 3
                                    

"Lalu apa kamu tahu sesuatu? Orang yang masuk ke ruangan itu sebenarnya tidak ingin bunuh diri. "

🕛🕐🕒

3 Tahun lalu ...

Oktober 2018

     Itu adalah hari terpanas dalam seminggu penuh. Kamis, di awal semester, saat terik matahari merangkak naik menuju titik kepala. Jam-jam mengantuk siswa-siswa.
Delima masih ingat ketika ia izin untuk
ke toilet pada guru, menghidupkan krang air guna cuci muka.

Baru juga selangkah kakinya menginjak keluar toilet masih dengan muka basah. Telinganya disambut pekikan kengerian,debur suara batang bambu bergesekan belakang tubuhnya, juga suasana ricuh berlomba-lomba mendekat. Sensasi angin berembus menghasilkan dingin meremangkan bulu kuduk Delima.

Delima membeku menyaksikan orang-orang berbodong menuju bawah tangga sana, pada ruang yang tak sengaja dibuka oleh seorang siswi beberapa saat lalu.

Raungan tangisan syok. Lalu secara reflektif, ia berlari menuju kerumunan kian menumpuk dalam waktu singkat. Instingnya mengatakan ada sesuatu yang harus ia lihat di sana. Ada hal menarik yang harus Delima ketahui dari ruangan itu.

Guru-guru datang mengurai kepadatan populasi, riuh redam suara siswa. Cekrekan foto, kamera hape yang diangkat tinggi-tinggi. Peringatan-peringatan untuk pergi menjauh.

"Menyingkir! Menyingkir!"

"Apa? Ada apa?" seruan rasa penasaran diutarakan, ketika satu orang siswa pingsan diangkat menuju UKS. Itu adalah siswi yang membuka pintu.

"Menyingkir!" peringatan dari guru olahraga tak sanggup membuat keributan menjadi tenang malah kian parah.

Delima nekad menerobos masuk, hawa sesak dan bau keringat bercampur meski nyaris terjungkal berakhir terinjak. Delima menjangkau gangang pintu.

Sepasang matanya menemukan, kaki mengantung di udara, sepatu putih milik adik kelas yang ia lihat tiga hari lalu di ruang BK, lantai berdebu dengan bekas tapak.

Meski bau parfum serta keringat berhamburan di sekitar, indra penciuman Delima sayup-sayup menghiup aroma melati dari dalam ruang.

Beberapa manik-manik dari gelang sosok siswa yang tergantung itu berceceran ke lantai. Warna warni. Berserakan.

Delima merasa kesusahan menyeimbangi tubuh, belum sempat kepalanya menengadah melihat wajah siswa tergantung pada loteng itu, kerah bajunya ditarik ke belakang oleh seseorang.

Dari sudut matanya, ia dapati kucing kecil bercorak abu-abu bersembunyi di bawah meja ruang memperhatikan tajam dengan kedua bola mata besar menyilaukan. Memanggilnya untuk mendekat.

"Eh, sorry gue kira Aisyah tadi."

Gadis tomboi yang menariknya itu memasang wajah khawatir, namanya Lola anak sekelasnya.

"Duh, di mana lagi tuh anak," gumamnya berbalik meninggalkan Delima yang rada jengkel setengah mati.

"Bubar! Bubar!" jeritan keras dari guru laki-laki mengema bersamaan dengan suara sirine pulang sekolah dinyalakan lebih awal.

Riuh redam itu memecah, langkah-langkah mundur untuk pulang setelah mendengar ancaman.

"Bubar kalau gak mau berurusan dengan polisi besok."

Delima berjalan menuju kelasnya, alih-alih syok setelah melihat sedikit cuplikan mayat mengantung, gadis itu terlihat berjalan santai dengan jantung berdetak kencang serta rasa dingin mengaliri ujung jari. Panas siang tak terasa panas.

Monster Ruang 00;00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang