Chapter 15: Dan Delima

49 15 5
                                    

"Suatu waktu di dunia nyata ini, banyak yang diam-diam berharap ia tak pernah ada. Tak pernah menjadi bagian kenyataan kehidupan."

🕛🕐🕒

"Sekarang gimana?"

Delima tercenung cukup lama, cerah matahari menyilaukan mata, sedang Renjana terdiam memproses setiap apa yang ia lihat dan alami. Gadis itu menengadah menatap langit sore mengembuskan rasa dingin meremangkan bulu kuduk.

Keduanya seakan sedang mencari-cari jalan keluar yang tak pernah ada.

"Rumah ini lagi?" Gumam Renjana pada akhirnya menyadari sekitar, sepasang manik itu bergulir merekam sekitar. Pada halaman rumah belakang dengan jemuran belum diangkat, pada setiap sisi pagar ditanami bunga zinia beragam warna, pada pintu yang kini membawa keduanya berakhir di sini.

Delima menatap bangunan dua lantai dari kayu itu senyap sebelum berjalan manjauh memanjati pagar keluar, memutar melewati salah satu gang.

Renjana hanya mengikuti dari belakang, tidak tahu juga mengapa.

Bagi seorang Delima, sejak kecil hingga sekarang ia selalu terjerat di tempat ini, di daerah kecil ini.

Ada sesuatu tak kasat mata membrogol kakinya agar tak berjalan jauh, ada tangan-tangan tak terlihat yang selalu menariknya kembali ketika ia hendak pergi. Dalam riuh kepala yang sibuk akan riuh redam pesta pora suara menyebalkan. Delima kecil berusaha memaknai banyak hal susah payah. Tentang mengapa ia tidak boleh keluar dari tempat ini?

Hingga pada akhirnya Delima harus mencoba untuk yang paling dicintai meski berakhir tidak menjadi apa-apa. Berusaha mati-matian agar tidak terbuang begitu saja.

Sudah beragam cara serta susunan kata ia tanamkan agar tidak dibenci.
Katanya, orang-orang tidak suka si pembat onar, maka ia tidak akan membuat onar.
Katanya orang-orang tidak suka anak kecil yang cengeng, maka ia tidak akan menangis.
Katanya, anak perempuan itu harus rajin dan cekatan, Delima berusaha memenuhinya.
Katanya, ia harus bisa melakukan banyak hal, Delima akan mempelajari banyak hal. Apapun itu, agar semua senang, agar ia dicintai, agar ia tak dibuang lagi.

Dan agar ia tak berakhir sendiri.

Tidak ada yang tahu, satu pun di rumah itu, betapa Delima berusaha mendapat kasih sayang susah payah.

Kemudian di suatu hari yang panjang Delima terpikir mengapa ia harus berusaha susah payah hanya untuk merasakan cinta?

Apa benar pada akhirnya ia akan selalu berakhir sendirian?

Mengapa pula orang-orang dewasa itu membenci anak kecil berusia 5 tahun yang tak tahu apa-apa?

Langkah Delima berhenti pada reban ayam belakang rumah, gadis itu duduk di antara tumpukan kayu-kayu lapuk. Renjana yang terlampau lelah bertanya memilih ikutan duduk dengan batasan pohon pepaya.

Manik Delima terlihat jauh lebih cerah tertimpa sinar matahari sore, rambut lepek kusut dibelai angin pelan, lengan baju yang tersingkap hingga ujung siku. Bibir pucat serta raut muka datar tak terbaca.

Keduanya menyaksikan pintu belakang rumah tadi sengaja dibuka sedikit, kemudian tertutup kencang oleh seseorang wanita tua, yang Delima yakini adalah sosok neneknya.

Namun fokus gadis itu bukanlah mengenai pintu serta seseorang yang menutupnya, bukan pula bau tai ayam menguar-nguar memenuhi hidung. Renjana tahu bahwa bau keringat mereka setelah berlari lari tidak jelas sangatlah bau bau sekali, kini malah ditambah bau tai ayam. Ini kalau ada orang lewat dekat mereka bakal mendadak pingsan.

Monster Ruang 00;00حيث تعيش القصص. اكتشف الآن