Chapter 16: Bertarung

54 15 5
                                    

"Sebagian orang pandai bertarung dengan dirinya sendiri hingga babak belur, ketimbang bertarung dengan orang lain. "

🕛🕐🕒

"Aku cuma anak perempuan yang cengeng."

"Yah, keliatan."

Sejak kecil dunia Delima selalu berbeda dengan anak kebanyakan, keluarganya juga ikut mendoktrin demikian. Karena ketidaksamaan itulah Delima kewalahan menahan segala, hingga satu-satunya pelampias berupa air mata tak cukup.

Sebab orang dewasa tidak suka anak kecil yang menangis meraung-raung, mereka juga tidak suka sesuatu tak sempurna.

Delima kewalahan. Sungguh.
Apalagi ketika mama pulang-pulang membawa Papa baru, pada awalnya Delima senang luar biasa. Sudah terbayangkan dalam benak bagaimana punya sosok Papa seperti serupa cerita teman-teman di sekolah, atau cerita sepupu-sepupu mengenai sosok papa.

Lagi-lagi nenek bilang padanya jangan terlalu senang, sebab pria itu hanya Papa tiri. Papa tiri itu sebelas dua belas dengan ibu tiri.

Kesenangan itu berubah menjadi rasa sedih serta takut tersakiti, Delima sering menangis. Sendirian.
Ketika semua orang terlelap atau ketika tidak ada semua orang selain dirinya.
Sampai terkadang ada hasutan dalam benak mengajak mencoba sesuatu dalam rangka membuktikan omong kosong itu.

"Kalau seandainya aku lompat dari jendela ini, apa papa tiri itu bakal peduli?"

Pikiran-pikiran mengoda untuk melakukan segala cara guna pembuktian.

"Noh, pintunya nonggol sendiri tanpa dicari," ujar Renjana sembari menunjuk ke depan. Pada pintu belakang rumah nenek.

Delima bangkit dari duduknya beranjak.

"Yaudah," katanya.

"Gue yang liat duluan, jadi gue yang buka!" teriak Renjana berlarian melompati pagar.

"Tai kucing! Siapa yang sampe duluan dia yang buka pintunya!"

"Gak ada, gue males liat kucing butek itu sekarang kalau lo yang buka."

Delima ikut-ikutan mengejar kewalahan melompat pagar saat mengenakan rok.

Gadis itu mencibir dalam hati sebal menarik rok yang tersangkut antara kelopak-kelopak bunga.
Sinar matahari senja menerpa wajah keduanya, cahaya kekuningan dengan gradiasi merah jambu jatuh ke Bumi.

Senyum lebar Renjana yang tampak songong menunggunya datang setelah berhasil membuka pintu, tampak seakan ia melupakan kejadian-kejadian mengerikan baru saja mereka alami. Seakan ia tak risau dengan hal buruk dari balik pintu untuknya.

Delima bertanya-tanya, ada apa dengan kepribadian pemuda itu?

"Cepetan!"

"Bisa sabar gak sih?" sunggut Delima menghentak-hentakan kaki.

"Lama lo anjir!"

"Gak pernah diajarin sabar kau?"

"Gak."

Delima melongok ke dalam pintu, lagi-lagi tempat aneh. Rumah asing dengan penerangan temaram nan suram agak horor memang.

"Tangan kau gak berkah banget!"

"Lo pikir gue bisa nentuin kita bakal ke mana? Enggak ya jing."

"Rumah siapa lagi itu?"

Delima masih menilik dari luaran pintu, memincingkan mata memindai sekitaran yang berantakan luar biasa.

"Tinggal masuk, apa susahnya."

"Kalau rumah psikopat gimana?"

Renjana memukul pintu kencang nampaknya mulai gregetan akan sifat Delima.

Monster Ruang 00;00Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon