Bab 12

561 10 0
                                    

Pagi ini kelas terasa hening. Hanya suara detak jarum jam serta penjelasan dari Mr. Robinson yang berdengung samar-samar di telingaku. Entah keadaan kelas yang memang hening karena anak-anak merasa bosan dengan materi yang dibawakan Mr. Robinson, atau aku yang sedari tadi sibuk melamun, memikirkan tingkah Darren yang terasa aneh akhir-akhir ini.

Beberapa hari terakhir sikap Darren agak berubah. Semenjak malam itu, malam di mana aku diantar pulang oleh Zach yang berujung pada pertengkaran kami, sikap Darren menjadi berubah. Pagi harinya dia memaksa mengantarku ke kampus, lalu pulangnya dia memaksa mengantarku ke kafe tempatku bekerja—yang mana adalah kafe milik Zach, lalu setelah pekerjaanku selesai, dia juga memaksa menjemputku pulang. Dan hal itu berlangsung hingga beberapa hari belakangan.

Sikap seperti itu sebenarnya tidak aneh jika dilakukan oleh orang lain. Akan tetapi, menjadi cukup aneh jika itu adalah Darren, mengingat bagaimana dingin dan kejamnya dia kepadaku dahulu. Aku seperti tidak mengenali sosok Darren yang sekarang. Dia memang masih penuh keotoriteran, tetapi ada hal yang berbeda yang jujur saja membuatku merasa tidak nyaman. Gerak-gerikku seperti selalu diikuti. Aku merasa tidak bisa bernapas bebas akhir-akhir ini.

"Naomi." Amber menegurku, yang praktis membuatku terlonjak kaget.

Aku menyentuh dada untuk memastikan jantungku masih berada di tempatnya, sebelum menoleh dan menjawab, "Ya?"

"Ayo keluar. Kelas sudah berakhir."

"Ah, benarkah?" Aku melirik jam dinding di atas papan tulis di depan kelas. Ah, ternyata kelas sudah selesai sejak lima menit lalu.

Dengan cepat aku membereskan peralatan tulis yang berserakan di meja, lalu memasukkannya secara asal ke dalam tas. Setelahnya, kami segera bangkit dan berjalan keluar kelas.

"Apa yang kau pikirkan sampai-sampai tidak menyadari kalau kelas sudah selesai?" tanya Amber seraya melangkah perlahan di sampingku. Kemeja yang dijadikan luaran serta poni sampingnya bergerak-gerak mengikuti irama langkahnya.

Aku menggeleng. "Ah, aku tidak memikirkan apa-apa."

"Benarkah?" tukasnya dengan kerut di dahi. Aku terkekeh.

"Benar. Ayo, cepat, kelas Mrs. Moore sebentar lagi dimulai." Lalu, aku menarik tangannya pelan untuk mempercepat langkah.

Di depan sana Ainsley sudah menunggu sambil berkacak pinggang. Sudah bisa kubayangkan, sebentar lagi kami akan mendengar suaranya yang nyaring itu. Amber tertawa, lalu berlari kecil untuk mengimbangi langkah kakiku.

"Apa yang kalian lakukan? Kenapa lama sekali?" Benar saja, suara Ainsley terdengar begitu jarak kami hanya beberapa langkah.

Kelas pertama Ainsley memang berbeda denganku dan Amber. Jadi kami datang terpisah. Karena kelasku yang berjarak agak jauh dan aku juga agak terlambat keluar kelas, jadilah membuat Ainsley menunggu.

Aku tertawa. " Maafkan aku." Lalu, menggandengnya untuk masuk ke dalam kelas karena sebentar lagi Mrs. Moore pasti tiba.

***

"Diam di situ, aku ke sana," ucap Darren sebelum mengakhiri panggilan dengan seenaknya.

Aku berdiri di depan gerbang kampus, berharap ada taksi yang lewat saat ponselku tiba-tiba berdering dan nama Darren terpampang di layar. Lelaki itu, entah bagaimana ceritanya bisa selalu tahu saat aku baru saja menyelesaikan kelas.

Padahal setahuku, dia tak pernah menanyakan jadwal kuliahku, pun aku tak pernah mengatakan padanya. Namun, yah jangan tanya bagaimana caranya jika itu menyangkut Darren. Lelaki itu adalah orang kaya, tentu saja dia bisa melakukan segalanya dengan uang yang dia miliki. Yang aku tak bisa mengerti, untuk apa juga dia mencari tahu jadwal kelasku?

Mawar Merah Sang CEO Where stories live. Discover now