Bab 16

408 9 0
                                    

Di sore hari setelah kepergian Ainsley dan Amber, Darren baru memunculkan batang hidungnya di hadapanku. Wajahnya terlihat lelah, atau seperti sedang memendam sesuatu. Dia masuk lalu duduk di kursi di samping ranjangku. Matanya memindai piring kosong di atas nakas.

"Sudah minum obatmu?" tanyanya memastikan, meski aku yakin dia tau jawabannya.

Aku hanya mengangguk. Rasanya canggung sekali berada dalam satu kamar dengan Darren. Ini mengingatkanku pada kejadian di malam pertama kami kembali bertemu.

Darren hanya mengedikkan bahu dan tak mengatakan apa pun lagi. Dia beranjak duduk di sofa panjang yang tepat berada di seberang ranjangku. Tangannya merogoh ponsel, kemudian terlihat berkutat dengan benda itu.

Huft. Lagi-lagi dia sibuk dengan dunianya. Aku tau dia adalah seorang CEO dari perusahaan ternama, wajar jika dia sesibuk itu. Namun, apakah sopan bila menjenguk seseorang yang sedang sakit tetapi malah sibuk sendiri dengan ponselnya? Dasar lelaki tidak tau tata krama!

Sepertinya dia sadar bahwa aku sedari tadi memperhatikannya dengan tatapan kesal, karena tiba-tiba dia mengangkat wajah, lalu mengedikkan dagu.

"Kenapa? Kau butuh sesuatu?"

Aku mengerjap, lalu menggeleng. Masih membisu karena takut mengatakan sesuatu yang bisa memantik amarah Darren. Jangan lupakan bahwa dia adalah pria yang temperamental.

Di tengah suasana canggung yang tak mengenakkan ini, terdengar suara pintu diketuk, disusul dorongan knop pintu yang memunculkan bayangan tegap seorang pemuda.

"Hai, Naomi. Bagaimana keadaanmu?"

Deg! Aku melirik Darren dengan hati-hati. Raut wajah lelaki itu berubah tegang. Rahangnya mengeras dengan sorot mata tajam yang menyala.

"Mau apa kau ke sini?" tanyanya ketus.

"Menjenguk karyawanku." 

Zach masuk ke ruangan tanpa dipersilakan, kemudian duduk di kursi samping ranjang. Sementara di belakangnya menyusul masuk seorang gadis muda yang dengan cepat menghambur ke pelukanku.

"Eve ...."

"Naomi, bagaimana keadaanmu?" ucapnya setelah melepaskan pelukan singkat kami.

"Aku baik—"

"Oh Tuhan, tangan dan bahumu ...." Dia melirik ngilu pada perban yang membalut tangan dan bahuku.

"Don't worry. Lukaku ringan. Telapak tanganku terkena pecahan gelas kaca, sedangkan bahuku tergores peluru. Kata dokter lukanya tidak terlalu parah." Aku berusaha menjelaskan.

"Tetap saja pasti terasa sakit. Bagaimana kau bisa berada dalam situasi seperti itu? Siapa yang hendak mencelakaimu?"

Aku menggeleng. "Entahlah. Polisi sedang menyelidiki kasusnya. Mungkin ... sebentar lagi kita akan tau pelakunya." Aku melirik Darren dengan takut-takut.

Untuk sesaat aku lupa bahwa ada makhluk bernama Darren dan Zach yang sedang bersama kami di ruangan ini, tetapi begitu Evelyn menanyakan kronologinya, aku seketika teringat pada mereka.

"Maafkan kami yang baru sempat menjengukmu, Naomi. Kau tau kafe selalu ramai pengunjung. Apalagi di akhir pekan," ucap Zach yang sedari tadi duduk di sampingku, tetapi tak kuhiraukan.

Aku menarik garis senyum. "Tak apa, Zach, aku mengerti. Terima kasih sudah menyempatkan waktu mengunjungiku."

"No problem." Lelaki itu balas tersenyum. Senyum manis yang biasa dia tunjukkan padaku.

"Kalian lanjutkanlah perbincangannya. Aku ada sesuatu yang harus didiskusikan dengan sepupuku." Zach bangkit berdiri. Sementara terlihat Darren agak tersentak untuk beberapa saat, tetapi dengan cepat menguasai dirinya.

Mawar Merah Sang CEO Where stories live. Discover now