1

25.9K 288 0
                                    

"Lo akhir-akhir ini kenapa sering di panggil ke ruangan nya Pak Gian?" Tani, bisa di bilang dia merupakan teman dekat ku yang biasa ku ajak bicara tentang apapun itu topiknya. Namun saat ini, semuanya telah ku ubah sendiri. Aku memutus untuk tak banyak bicara dengannya.

"Ah, itu.. biasalah. Ada sedikit masalah." Aku meringis garing berusaha menunjukkan ekspresi yang meyakinkan Tani bahwa semuanya tengah baik-baik saja.

"Mangkanya kalau ada tugas baru langsung aja di garap, biar gak telat pengumpulan. Dan harus teliti juga sih biar ga kena omel ama Pak Gian. Lo tau kan Pak Gian kalau marah kek apa?"

Aku mengangguk pelan, merasa takut jika mengingatnya. "Tau."

"Ngga bakal ada orang yang bisa berhenti'in emosi nya itu kecuali ibuk nya sendiri." kata Tani. Dia tau karena Tani lebih dulu bekerja disini di bandingkan aku yang baru masih 2,5 tahun bekerja.

"Ah gitu ya.." Aku bertanggapan ringan.

"Lo kok ga ada takut-takut nya sih?"

"G-Gue -"

"Gheisha." Di detik itu juga kalimat ku terputus bersamaan dengan detak jantung ku yang seketika berhenti sedetik. Dari arah belakang, Pak Gian datang menghampiri ku memanggil namaku secara tegas namun bervolume sedang. Aku menoleh secara kejut di ikuti dengan Tani yang tampak kebingungan.

"Ikut saya sekarang," Tampak sekali dari raut wajahnya, aku dapat dengan mudah menebak apa yang akan menyambut ku di tempat tujuan. Pasti ada sesuatu yang salah dari pengerjaan ku.

Aku berbalik badan nan sekilas menoleh ke arah Tani, memasang senyuman lebar meyakinkan Tani dari segi ekspresi. Tani orangnya mudah khawatir, aku tidak mau hal itu terjadi pada Tani hanya karna aku yang tidak bisa berpendirian. Jujur, aku tidak ahli dalam pekerjaan seperti ini.

Namun entah mengapa aku lolos dan berujung fatal. Tunggu, mengapa aku beranggapan bahwa seluruh nya berujung fatal? Padahal aku lolos tes dengan usaha ku sendiri dan dapat bekerja.

"Ada apa Pak? Apa saya melakukan suatu kesalahan? Jika iya maafkan sa-"

"Tidak." sela Pak Gian tetap menatap ku jeru. Tatapannya membuat ku pangling tak mampu.

"(M-Menyeramkan..)" batinku perlahan menelan ludah.

"Gheisha," Dia menyebut namaku lagi, namun kali ini lebih lahan mendalam. Dan ya, aku menatap matanya mencari apa yang sebenarnya Pak Gian ingin bicarakan.

"Ya?" Tak sengaja ku membuka mulut di ujung pertanyaan singkat ku. Tatapan nya seketika berpindah, dengan kesat ku menutup lubang mulut ku itu. Dan suatu hal tetiba saja terlintas dalam benak ku tentang apa yang ku lakukan 4 hari yang lalu. Pertama dan terakhir dalam hidupku, jujur, aku benar-benar syok.

Suasana semakin keruh di saat mata kami tak saling pangling dari tatapan. Merasa aneh karna dia atasan ku, aku langsung saja mengajukan pertanyaan ulang yang tak sama.

"Ada apa ya Pak?"

Pak Gian berbalik badan, sedikit ku mendengar ia menghela nafasnya. "Nanti malam, bantu saya mengerjakan sesuatu untuk proyek yang akan datang."

"Maaf, bagaimana dengan sekertaris Bapak? Malam nanti saya-"

"Turuti atau kamu akan kehilangan pekerjaan ini." sela tegas Pak Gian, lanjut pergi meninggalkan ku. Dan sialnya, aku tidak bisa menemani nenek di rumah sakit.

Don't Want to Share [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang