7

8.7K 111 0
                                    

"Hngh..."

Ceklek-

Setelah 30 menit lebih ku berada di dalam untuk mandi sekaligus mencuci apa yang telah di perbuat Pak Gian pada seragam ku. Tak kusangka dia jongkok di depan pintu toilet sembari menunggu ku. Dan di saat aku membuka pintu, Pak Gian berdiri menatap ku dengan wajah penuh lesu.

"Maafkan saya." Sesaat aku menatapnya tak langsung melontarkan balasan. Sebab aku merasa tak sangka dengan apa yang ia lontarkan. Mendengar nya, aku sedikit mengeluarkan kekehan tawa agar terlihat bahwa aku sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu.

"Ngga apa-apa kok Pak. Kan wajar Bapak sedang sakit. Saya juga berterimakasih karna Pak Gian sudah meminjamkan baju ganti."

"(Meski kebesaran si .. jadi aku pakai atasannya aja)"

Mata itu sejenak menatapku, mungkin dia merasa bahwa aku aneh memakai pakaian nya apalagi ini terlalu besar untuk ukuran tubuhku.

"Saya akan buatkan soup untuk makan malam Bapak. Jadi lebih baik Pak Gian berbaring lebih dulu sambil menunggu." suruh ku seraya mendorong pelan punggung nya.

"Ya." balas Pak Gian duduk di tepi ranjang, setelah itu aku pergi ke lantai bawah untuk mengetahui bahan apa saja yang ada.

Beberapa saat kemudian,

Suprut..

"Hm, enak. Pasti Pak Gian suka." lontar ku pede setelah mencicipi soup yang tengah mendidih.

"Oh ya?" Siapa sangka orang yang ku maksud ada di belakang ku sekarang. Tepat di saat ku hendak menoleh, Pak Gian melingkarkan kedua tangannya pada pinggang ku sekaligus meletakkan dagunya pada pundak. Merinding langsung menyerang sekujur tubuh ku.

"Eh Bapak, kenapa turun?" toleh ku.

"Memastikan mu tidak kabur." sosor Pak Gian. Ku tak heran lagi tentang itu. Dan entah mengapa dia berlebihan sampaipun aku berpikir, apa Pak Gian juga seperti ini pada wanita lain?

"Pak Gian gaboleh banyak gerak, nanti demam nya tambah tinggi." ujarku.

"Oh begitu ya." sahut Pak Gian. Sensasi cuek nya masih tetap saja menempel.

"Sudah matang. Bapak duduk dulu, mau saya siapkan soup nya." pinta ku.

"Tidak mau," Sedikit ada suara rengekan dari nadanya.

"H-Hanya sebentar. Nanti peluk lagi kok." tangkas ku membujuk.

"Tidak mau." balas Pak Gian kali ini sedikit membentak.

Mau tak mau ku berjalan membawa beban di belakang ku. Sedikit untung karna jarak piring dengan soup tidak terlalu jauh.

"Saya tidak ingin pakai nasi." kata Pak Gian berpesan. Aku menurut sesuai permintaan nya, di sisi lain aku juga berpikir jika Pak Gian tidak muntah sekali atau dua kali saja. Pasti perutnya terus menolak hingga ia pun enggan makan.

Sampai ke meja makan, dia baru mau melepas pelukan itu. Dasar koala. Meski hanya pelukan, aku terasa membawa beban yang sangat amat berat. Rasanya ingin cepat-cepat ku lepas.

"Selamat makan, saya harap soupnya tidak terlalu buruk dan sesuai dengan selera Pak Gian." harap ku seraya menyodorkan semangkuk soup hangat.

Sejenak ia menatap soup yang telah ku hidangkan, mengambil sendok nan mencelupkan nya pada kuah soup. Suprut.. bibir itu mencicipi hasil masakan ku malam ini. Entah mengapa aku serasa dalam kontes memasak haha.

"Bagaimana?" ajuku penuh harapan.

Sayang nya tidak sesuai apa yang ku harapkan. Pak Gian kembali menyodorkan semangkuk soup itu pada ku seraya menggeleng kan kepalanya. "Saya tidak mau makan sendiri."

Don't Want to Share [REVISI]Where stories live. Discover now