6. Penelitian

15.8K 1.5K 47
                                    

Pak Seno Dosbing :
Besok jam 7 pagi ke lokasi penelitian
*Share location* 

Shana membuka share location yang dikirim oleh dosennya itu. Mengira-ngira jam berapa ia harus berangkat dari rumah. Sekitar 15 Km dari rumahnya, mungkin ia bisa berangkat jam setengah 6 lewat 15 menit. Antisipasi kalau-kalau ada kejadian yang tidak terduga di jalan.

Belakangan ini, Shana merasa dirinya mulai sedikit akrab dengan dosennya itu. Setelah setiap harinya ia mengantar makan siang pria itu, lalu bimbingan atau memeriksa tugas yang diberikan oleh Seno. Walau tetap saja pria itu acap kali mengelurkan tanduk kalau dirinya sedang lemot-lemotnya. Tapi lama kelamaan ia merasa kebal sendiri dengan komentar-komentar pedas yang keluar dari mulut dosennya itu.

Julukan baru kini muncul untuknya, jika dulu Shana dijuluki sebagai si paling advokasi, kini ia mendapat julukan baru sebagai 'Penjinak Pak Seno'. Teman-temannya yang ada keperluan dengan Seno biasanya akan menghubungi Shana terlebih dahulu untuk mengetahui kegiatan Seno hari ini. Sebenarnya susah berulangkali Shana bilang bahwa ia tidak tahu menahu kegiatan Bhakti Aryaseno hari-harinya. Tapi teman-temannya itu tetap kekeh bahwa Shana adalah yang paling tahu soal Seno.

Sekarang, Shana dihadapkan oleh masalah baru. Masalah yang selalu timbul tiap kali ia harus bangun lebih pagi. Harusnya seusai sholat subub tadi ia mandi agar segar dan tidak mengantuk. Tapi entah kebodohan dari mana yang membuatnya memejamkan mata kembali. Niatnya hanya tidur setengah jam, tapi tahu-tahu ia terbangun saat jam hampir menunjukkan pukul 7 pagi. Itupun setelah Ibu dan adiknya yang baru pulang dari pasar menggedor-gedor pintu kamar.

Shana tidak sempat mandi lagi, ia hanya mencuci muka, berpakaian, lalu langsung melesak dengan motornya. Di perjalanan, yang bisa Shana lakukan hanya menegarkan hati karena sudah pasti ia akan menerima semprotan maut dari Bhakti Aryaseno. Di perjalanan Shana hampir menangis, sudahlah terlambat malah ketambahan ia yang berulang kali menyasar. Ini karena Shana yang memang tidak begitu mahir dalam membaca map.

Ia baru tiba di lokasi yang dikirim Seno hampir jam 8 pagi. Disana sudah ada mobil milik pria itu yang terparkir rapi.  Seno yang mendengar ada suara deru motor langsung menolehkan kepalanya. Dari sini Shana bisa melihat ada tanduk di kepala pria itu, habislah dia.

Dengan takut-takut Shana mendekat ke arah pria itu yang ditemani oleh 2 lelaki paruhbaya.

"Permisi Pak Seno, maaf saya telat." Ucap Shana menundukkan kepalanya.

"Saya tinggal sebentar Pak," Seno beralih pada Shana. "Ikut saya." Geramnya tertahan.

Shana mengikuti langkah dosennya itu yang menjauh dari lahan. Mendekat pada mobil milik pria itu.

"Jam berapa sekarang?" Tanyanya langsung.

"Maaf Pak saya kesiangan." Tangannya memilin-milin tas miliknya. Wajah pria itu sangat garang, persis seperti saat kali pertama Shana bimbingan padanya.

"Kamu kalau nggak serius ikut penelitian ini, pulang saja. Nggak butuh saya orang-orang nggak serius. Lebih baik saya kasih kesempatan sama mereka yang lebih serius dan tepat waktu."

Shana tahu kesalahannya amat fatal. Dia juga sudah meminta maaf, tapi sepertinya Seno bukan orang yang mudah mentolerir keterlambatan.

"Saya ajak kamu ikut penelitian karena saya kasihan lihat kamu yang bodoh dan konyol ini. Tapi kamu yang tidak tahu diri."

Sakit sungguh, dikatai bodoh oleh dosen sendiri. Shana tidak berani berucap apapun lagi.

"Pulang saja lah kamu ini. Nggak perlu ikut penelitian saya."

Ucapan itu bagai perintah untuknya, mungkin lebih baik ia pergi ketimbang telinga dan hatinya semakin sakit mendengar kalimat demi kalimat pedas dari pria itu. Seno ini dosen, seorang pengajar yang hrusnya bisa mengkontrol tiap kalimatnya. Tapi sejak dahulu Shana perhatikan, pria itu sama sekali tidak mencerminkan profesinya. Kalimat-kalimatnya cenderung kasar dan pedas, membuat banyak mahasiswa membencinya.

ADVOKASI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang