43. Gila

12.6K 1.4K 226
                                    

"Saya extend seminggu Shan, kampus tempat saya mengisi kuliah umum mengajak kerja sama proyek penelitian mereka."

Tanpa kata dan jawaban lebih lanjut, Shana langsung mematikan panggilannya dengan Seno. Seharusnya, besok suaminya itu sudah tiba di Jogja. Shana sudah menunggu kabar itu sejak pagi tadi, menanyai Seno akan pulang dengan pesawat jam berapa esok hari. Pesan-pesannya tidak terbalas. Telpon dari Seno datang di malam hari, memberi kabar yang sangat Shana benci.

Seminggu saja sudah lama sekali, dan kini pria itu akan memperpanjang waktu dinasnya hingga seminggu kedepan.

Tidak ada alasan lain yang masuk akal kecuali Seno sengaja menghindari rumah.

Bukan apa-apa, Shana tahu sendiri setelah menikah Seno punya kebiasaan untuk selalu pulang tepat waktu. Pun sebelum menikah, saat pria itu masih berstatus pacarnya. Ingat Seno pernah tiba-tiba sudah tiba di rumahnya saat seharusnya pria itu baru akan pulang esok hari.

"It's okey ya sayang, nanti kalau Papamu pulang kamu nggak perlu panggil dia Papa. Panggil Om aja ya?" Oceh Shana pada Eleona yang seperti biasanya sedang terlelap.

Tali pusar Eleona sudah putus sejak 5 hari yang lalu. Hal itu membuat Shana tidak lagi perlu takut-takut memandikan Eleona. Bayi itu juga seperti mengerti, ada waktu dimana Shana sedang lelah-lelahnya, dan Eleona bisa diajak kompromi dengan tidur tanpa tangisan saat terbangun. Setidaknya Shana bisa istirahat barang sejam di siang hari. Karena malam hari sudah pasti bayinya tidak bisa diajak berkompromi dengan selalu terbangun di dini hari.

Tentang Asinya, mungkin Septian yang menyampaikan pada Ibunya bahwa asi Shana tidak keluar. Jadi setiap pagi adiknya itu selalu datang mengantarkan makanan yang dimasak oleh Rini, mayoritas makanan-makanan sehat yang berguna untuk memperlancar asi.

Septian juga yang berbaik hati bantu menjaga Eleona sehingga Shana punya waktu untuk berberes kamar juga dirinya sendiri. Adiknya itu bahkan sudah sangat lihat mengganti popok Eleona. Sangat bisa diandalkan, jauh ketimbang seorang pria nun jauh disana yang berperan menghadirkan Eleona di dunia.

"Mas Seno pulang jam berapa?" Septian menepuk-nepuk paha Eleona yang tidur di sebelahnya setelah tadi merengek karena ingin selalu digendong.

Shana mengedikkan bahunya, malas sebenarnya membahas manusia satu itu. "Seminggu lagi mungkin, atau mungkin sebulan lagi? Nggak tahu juga."

Septian mengernyit heran, "lah? Kok?" Tapi enggan berkomentar lebih.

"Hahaha Eleona kaya anak yatim ya Sep, dari lahir belum pernah digendong Bapaknya." Kekeh Shana perih.

"Ssshh ngomong apa," Septian menutup telinga Eleona dengan tangannya, seolah bayi itu mengerti obrolan mereka. "Kenapa nambah seminggu lagi?"

"Katanya sih ada kerja sama penelitan, alibi buat nutupin ketidaksiapan beliau ketemu sama anak istrinya. Atau mungkin sudah ada perempuan lain." Cibir Shana.

"Kenapa gitu? Memang ada apa sama Mbak sama Eleona? Kalian nggak perlu ditakuti sama sekali, apalagi Eleona yang gemesin banget begini."

Shana menghela nafas kasar. Karena ia pun tidak tahu menahu apa yang membuat Seno berubah sedrastis itu. Shana berharap, semua ini hanya prasangka buruknya saja. Tapi semakin banyak prilaku Seno yang menunjukkan bahwa pria itu sengaja menjauhi keluarganya sendiri.

Singkatnya, Seno bukan lagi pria yang ia kenal dulu.

"Entahlah, Mbak juga nggak ngerti maunya dia gimana."

Septian meraih tangan Shana ke dalam genggamannya. Menepuk-nepuk tangan Mbaknya untuk menguatkan.

"Aku, Bapak, sama Ibu selalu bareng Mbak. Apapun yang terjadi. Jangan merasa sendirian ya? Kalau Mbak perlu bantuan apa-apa, misalnya Mbak pingin me time, Mbak telpon aku aja. Nanti aku yang jagain Eleona. Mumpung aku masih pengangguran Mbak, bebas mau kemana aja." Cengir Septian berusaha menghibur Mbaknya, walau perasannya ikut tak karuan mendengar suara Shana yang lirih itu.

ADVOKASI Where stories live. Discover now