31. Si Baik Hati

14K 1.2K 84
                                    

Hal lain yang mengejutkan hari ini adalah, saat membuka ruang sidang Shana menemukan Ibu, Bapak, dan adiknya yang sudah berdiri menyambutnya dengan memegang bucket bunga. Shana tidak bisa menutupi rasa harunya, lantas memeluk Ibunya.

"Ibuuuu, aku lulus!"

Rini balas memeluk anaknya, memberi usapan penuh kasih sayang di punggung Shana. "Selamat ya anak ibu." Lalu memberi kecupan di pipi dan dahi Shana. Ia ikut bangga atas pencapaian sang anak.

Shana ganti memeluk Haji Iswan, yang juga mengucapkan kata-kata selamat untuknya.

"Selamat lho ya, info lokernya jangan lupa." Goda Septian seraya memberikan bucket bunga yang ia bawa.

Shana terbahak lalu balas berceloteh, "kamu juga, gantian kuliah jangan keenakan di toko Bapak!"

"Iya iya." Balas Septian.

Adiknya itu belakangan kian nyaman membantu Bapak di toko, atau Septian sering menyebut pekerjaannya sebagai asisten Bapak. Katanya biar keren saja.

Shana juga kehadiran beberapa teman akrabnya yang ikut merayakan sidangnya. Adrian mungkin jadi satu-satunya orang yang biasa saja melihat kedekatan Seno dengan keluarga Shana karena ia sudah mengetahui hubungan keduanya. Berbeda dengan yang lain, mereka bertanya-tanya kenapa Seno tetap berada disini ketika dosen yang lain sudah meninggalkan ruangan sejak tadi.

Pria itu bahkan terlihat luwes berinteraksi dengan keluarga Shana.

Semuanya terjawab saat keluarga Shana mengajak teman-teman Shana yang datang ikut pergi makan siang bersama mereka, dan Seno juga turut serta bersama mereka.

Adrian yang membeberkan, agar teman-temannya itu tidak kepo lagi dan berpikiran macam-macam. Ia hanya menyebutkan bahwa Seno dan Shana akan segera menikah, tapi tidak tahu kapan dan meminta teman-temannya tidak perlu bertanya lebih lanjut lagi. Mereka harus menghargai privasi Shana dan juga dosen mereka itu.

Walau setelahnya mereka terus-terusan saling senggol karena gemas melihat Seno yang biasa terlihat pendiam ternyata bisa semenggemaskan itu saat bersama Shana. Mereka menyaksikan sendiri, dosen mereka itu berulang kali terlihat caper pada Shana.

"Udah? Mau apa?" Shana geram sendiri melihat Seno diam saja disaat yang lain sudah mulai menikmati makanan mereka.

Restoran yang mereka pilih adalah sebuah restoran sunda, orang tua Shana memilih memesan sekaligus beberapa menu agar semuanya bisa memilih menu yang mereka inginkan. Herannya Seno seperti orang kebingungan, piringnya hanya berisi nasi yang tadi Shana tuang ke piring pria itu.

"Sama kamu saja deh." Jawab Seno seperti lelah sendiri. Shana semakin bingung dibuatnya. "Sama kamu saja makannya, saya bingung mau ambil apa."

"Malu itu ada mahasiswanya." Shana mengedikkan dagu pada teman-temannya yang ada di seberang mereka.

Tapi Seno tampaknya tidak terlalu peduli dengan keberadaan Adrian dan kawan-kawannya. Ia kekeh ingin makan dengan Shana.

"Kan kamu tahu saya tuh susah makan pakai tangan." Seno beralasan. Walau alasan yang tentu dibuat-buat saja.

"Itu ada sendok." Shana tahu ini adalah akal-akalan Seno saja. Walau pernyataan Seno tadi juga ada benarnya bahwa pria itu sering kesulitan kalau makan dengan tangan, Shana bahkan seringkali gemas sendiri melihat cara makan Seno. Sudah diajari tetap saja seperti itu.

"Yang lain pakai tangan masa saya pakai sendok sama garpu."

"Udah Mas langsung to the point aja minta disuapin. Gitu aja kok ribet." Potong Septian.

"Iya mau disuapin." Jujur Seno pada akhirnya.

Septian terkekeh-kekeh, sementara teman-teman Shana aslinya juga ingin tertawa tapi takut Seno tersinggung. Jadi mereka hanya bisa tertawa dalam hati saja.

ADVOKASI Where stories live. Discover now