20. Perhatian

14.2K 1.1K 15
                                    

"Loh kok ada sofa?" Shana yang baru tiba di ruangan Seno sedikit terkejut melihat keberadaan sebuah sofa santai baru yang kini menghiasi sudut ruangan Seno. Semula, Shana ingat dulunya di tempat yang sama terletak sebuah rak berisi skripsi-skripsi.

"Kamu ngeluh pegal terus kalau disuruh nunggu disini. Itu saya belikan sofa biar kamu bisa sambil rebahan." Sahut Seno amat santai.

Shana tersipu-sipu dibuatnya. Dibalik wajahnya yang kaya tembok, ternyata Seno sosok yang perhatian juga. Kalau begini kan Shana jadi makin sayang hihihi.

"Empuk bangettt." Puji Shana setelah duduk langsung di sofa tersebut.

"Empuk lah, seharga gaji saya sebulan itu." Sungut Seno terdengar tidak ikhlas. Tapi Shana masa bodoh, yang penting sekarang dia bisa menunggu Seno sambil tiduran.

"Orang-orang kok pada ngechat saya Pak?" Shana baru ingat dengan tujuan lainnya segera menemui Seno. Sejak kemarin hingga tadi sebelum dia berangkat, rentetan pesan menyebur whatsapp nya. Sebagian besar malah berasal dari nomor yang tidak pernah Shana simpan. "Pada nanya Bapak." Matanya menatap penuh selidik. "Padahal Bapak kan disini-sini aja ya? Mang Bapak Hilang?"

"Sini kamu. Ngapain disana." Panggil Seno karena Shana yang malah asik bergelung-gelung di sofa baru, meninggalkan dirinya makan seorang diri.

"Ini kan saya temenin makan dari sini. Nih lihat nih saya lihatiiiin." Shana sengaja menopang dagu dengan kedua tangan, untuk memberitahu Seno bahwa ia bisa menemani dari sofa. Tidak harus duduk di kursi yang ada di depan pria itu.

"Sini." Titah Seno tidak bisa ditolak lagi.

Shana berjalan dengan lunglai, baru saja ingin menikmati sofa baru yang empuk itu. "Jawabb dulu pertanyaan saya, kok saya dichat-chat terus sih. Saya kan males balesnya." Keluh Shana.

"Itu juga yang saya rasakan. Males balas chat Mahasiswa yang berjibun," seringai Seno. "Saya kasih nomor kamu sebagai narahubung saya sekarang."

Shana melongo, benar-benar melongo. Seno tidak pernah meminta izinnya untuk katakanlah menjadi admin pria itu. Kenapa bisa tiba-tiba menjadi kan nomornya sebagai narahubung?! Memang dia admin judi online apa?!

"Nggak bisa-nggak bisa," Shana menggeleng-geleng cepat. Lalu berdecak-decak, tapi lantas berhenti kala melihat Seno yang menatapnya datar. Gadis itu langsung menyengir untuk meminta maaf. "Bapak nggak pernah minta izin ke saya buat bagi nomor saya ke orang-orang. Gimana kalau nomor saya nanti dijadiin jaminan pinjol?"

"Saya minta izin."

"Kapan?" Shana tidak mungkin lupa. Ia yakin sekali Seno tidak pernah meminta izinnya. "Bohong ya?" Selidiknya dengan mata menyipit tajam.

"Oh berarti minta izinnya masih dalam pikiran saya. Belum terealisasi."

Shana kesal. Kesal sekali. Ingin rasanya  menjepit rambut Seno dengan jepitan tikus.

"Saya nggak akan balas pesan-pesan itu. Emangnya saya cewe apaan?" Tangannya bersedekap di depan dada dengan wajah yang sengaja diarahkan ke arah lain. Tidak ingin menatap Seno yang malah tergelak pelan.

"Ya berarti nanti kalau ada laporan mahasiswa yang lambat lulus karena nggak bisa bimbingan dengan saya, itu salahnya kamu ya." Sahut Seno santai.

Matanya langsung menatap Seno nyalang. Sementara yang ditatap malah terlihat santai-santai saja sambil menikmati makan siangnya.

Kok bisa ya dia jatuh cinta pada pria menyebalkan seperti ini?

"Bapakkkk," rengeknya. Berharap rengekan ini akan membuat Seno luluh. "Nggak mau dichat banyak orang. Saya pusing lihatnya hiks." Ditambah dengan drama air mata. Pasti Seno luluh.

ADVOKASI Where stories live. Discover now