35. D'day

15.5K 1.3K 134
                                    

"Mas...Mas Seno?"

"Masuk saja Shana." Sahut Seno.

Seno mengerjapkan matanya berulangkali ketika melihat ada yang beda pada penampilan Shana hari ini. Tumben-tumbenan gadis itu mengenakan rok diatas lutut. Dan... ini di lingkungan kampus. Bukannya dilarang?

"Lagi apa Mas?"

"Umm lagi menyiapkan materi buat kuliah." Sulit bagi Seno untuk fokus pada pekerjaannya. Matanya terus saja melirik-lirik pada Shana yang masih berdiri. "Kenapa pakai rok pendek seperti itu?"

"Ya lagi pengen aja." Shana dengan sengaja memutar tubuhnya hingga rok yang sejatinya sudah pendek itu tersingkap ke atas.

Seno menelan ludahnya melihat pemandangan itu. Shana seperti sengaja menggodanya, rok yang tersingkap itu bukannya segera diturunkan kembali malah ditahan olehnya. Memamerkan paha yang begitung menggoda yang belum pernah Seno lihat selama ini.

"Aku boleh nggak duduk disitu?" Tanya Shana tiba-tiba menunjuk kursi Seno.

"Disini?" Tanya Seno memastikan. "Ya udah sini biar saya yang duduk disitu." Seno baru akan berpindah, tapi Shana menahan tangannya dan menggeleng-geleng. "Kenapa?"

"Duduknya sama Mas." Ucapnya manja.

Mata Seno melotot, nafasnya seperti tercekat. "Disini?" Seno menunjuk pahanya. "Duduk di pangkuan saya?" Tanyanya lagi untuk memastikan.

"Iya dipangku Mas." Shana mendorong sedikit bangku yang Seno duduki agar ia bisa menyelinap masuk. "Boleh kan?"

Shana meminta izin, padahal dia sudah lebih dulu duduk di pangkuan Seno.

"Ehmm i-iya iya boleh." Seno berusaha mengendalikan dirinya. Walau sulit sekali karena Shana yang sengaja bergerak-gerak di pangkuannya. "Jangan gerak-gerak sayang." Peringat Seno memegangi tubuh Shana agar tidak bergerak-gerak lagi.

Tolonglah, dia sudah panas dingin dibuat oleh gadis itu yang entah mengapa sangat nakal siang ini.

"Kenapa? Masa aku diem terus sih Mas." Bibir Shana mengerucut kesal. "Mas nggak suka yang mangku aku? Aku berat ya?"

"Nggak sayang bukan gitu," Seno memalingkan kepala Shana lalu mencium pipi gadis itu. "Ya sudah terserah kamu deh."

Seno hanya bisa pasrah, membiarkan Shana duduk di pangkuannya. Walau ia terus-terusan mengumpat karena reaksi tubuhnya.

"Mas kok ada yang ganjel? Itu apa?"

"Bukan apa-apa kok sayang, sudah diabaikan saja."

Seno tidak mungkin berterus terang bahwa benda yang menonjol itu adalah burungnya! Burungnya yang ereksi karena Shana yang sejak tadi terus bergerak di pangkuannya.

"Nggak usah bohong deh Mas. Itu adiknya bangun." Shana tergelak-gelak. Dia dengan sengaja terus bergerak, jika tadi hanya bergerak ke kiri dan ke kanan kini pergerakannya seperti sengaja untuk menggoda Seno.

"Enggg." Seno mengerang tertahan merasakan bagaimana tersiksanya barangnya di balik celana. "Ya sayang." Racaunya merasakan kian nikmat akibat pergerakan Shana.

"Mas mau aku bantu keluarin?"

Seno tercekat, sulit mengendalikan dirinya apalagi setelah melihat bagaimana Shana menggigit bibirnya. Sialan!

Susah payah Seno menjaga hawa nafsunya saat hanya berduaan dengan Shana, nyatanya ia tidak sekuat itu saat dihadapkan langsung oleh godaan Shana. Seno akan merugi jika ia menolak. Bodo amat! Toh sebentar lagi mereka juga akan menikah.

"Boleh Mas?" Tangan Shana sudah bersiap menurunkan resleting celana yang Seno kenakan. Ketika pria itu mengangguk, Shana dengan riang menarik turun resleting tersebut.

ADVOKASI Where stories live. Discover now