44. De Ja Vu

10.9K 1.3K 174
                                    

"Shana kenapa hujan-hujanan?"

Suara yang terdengar diantara derasnya hujan membuat Shana bisa bernafas lega. Ia baru berani menolehkan kepalanya ke arah sebuah mobil yang berhenti di sebelahnya.

Tanpa menunggu Shana menjawab, Bude Enggar–orang yang ada di dalam mobil– turun terburu-buru menghampiri Shana. Mengabaikan derasnya hujan yang membasahi tubuhnya. Dia tahu pasti ada yang tidak beres sampai Shana yang ia ketahui menikah dengan salah seorang penghuni komplek yang sama dengannya berjalam kaki di tengah hujan. Belum lagi perempuan itu menggendong anaknya yang ditutupi dengan selimut bayi.

"Shana kamu nggak apa?" Bude Enggar lekas meneliti tubuh Shana dengan cepat untuk memastikan tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh perempuan itu. "Ayo masuk!"

Shana masih belum bersuara, membuat Bude Enggar merasa cemas dan yakin ada sesuatu yang tidak beres. Maka ia dengan cepat membawa Shana masuk ke dalam mobilnya.

"Shana mau kemana nduk?" Tanyanya lagi setelah mereka berada di dalam mobil.

"Mau pulang Bude." Shana akhirnya bersuara, hal itu bisa membuat Bude Enggar bernafas sedikit lega.

Dia kembali meneliti tubuh Shana, untuk memastikan tidak ada bekas kekerasan disana. Termasuk juga memeriksa Eleona yang untungnya tertidur lelap. Enggar paham, dia tidak punya hak untuk menanyai apa yang terjadi pada Shana. Setidaknya, ia sudah memastikan tidak ada luka di tubuh Shana.

"Oke Bude antar ya Nduk."

"Makasih Bude."

Entah keberuntungan macam apa yang menimpanya, Bude Enggar tiba-tiba melintas di tengah hujan. Bude Enggar juga yang akhirnya mengantarkan Shana pulang ke rumahnya. Wanita itu juga tidak bertanya macam-macam, hanya berulangkali mengelus-elus bahu Shana untuk menguatkan.

Karena jujur saja, untuk saat ini Shana belum siap bercerita pada siapapun.

Bahkan setelah sampai rumah, keluarganya sangat terkejut menemukan Shana yang tiba-tiba datang diantar oleh Bude Enggar. Bude Enggar memberi kode pada Rini melalui gelengan, supaya tidak bertanya apa-apa dulu pada Shana dan memberikan Shana waktu hingga dia mau bercerita.

Shana langsung membawa Eleona masuk ke kamarnya, meninggalkan keluarganya yang menatap penuh miris. Sementara Bude Enggar menjelaskan sedikit kronologi bagaimana dia bisa bertemu dengan Shana dan mengantarkannya kesini.

"Terima kasih banyak Mbak Enggar." Ucap Rini penuh haru, entah apa yang akan terjadi kalau saja Shana tidak bertemu dengan Enggar.

Bude Enggar mengulas senyumnya menepuk-nepuk pelan bahu kenalannya itu, "beri Shana waktu, tapi harus tetap dipantau. Nanti pasti dia akan cerita apa yang terjadi. Saya sudah cek tubuhnya, nggak ada bekas kekerasan. Tapi besok coba dicek lagi." Jelas Bude Enggar. "Saya lihat ada mobil suaminya di rumah, kemungkinan Seno ada di rumah. Suaminya itu terkenal pendiam di lingkungan kami, jarang bahkan hampir tidak pernah bergaul dengan penghuni komplek lainnya. Nanti saya coba tanya-tanya suami saya yang pernah berinteraksi langsung dengan yang bersangkutan."

Rini menghela nafas dalam, berharap bahwa yang terjadi tidak lebih dari pertengkaran biasa dalam rumah tangga.

"Jika ada indikasi kekerasan fisik dan psikis, nanti hubungi saya ya dik. Anak saya yang sulung bekerja di Komnas Perempuan. Saya juga bisa bantu Shana pulih. Ibu yang baru memiliki anak itu kondisi psikisnya cenderung tidak stabil, sebagai keluarganya kita perlu memperhatikannya. Jaga Shana baik-baik ya? Jangan sungkan menghubungi saya."

"Sekali lagi terima kasih banyak ya Mbak."

Bude Enggar mengangguk, lalu izin pamit pada keluarga Shana. Tidak lupa menitipkan pesan, bahwa dirinya bisa dihubungi kapanpun.

ADVOKASI Where stories live. Discover now