14. Perampokan

15.8K 1.5K 114
                                    

Katakanlah Shana kurang ajar dengan memanfaatkan kebaikan Bhakti Aryaseno sore ini. Mumpung ada kesempatan, maka harus dimanfaatkan sebaik mungkin! Itu prinsip Shana.

Setelah menikmati semangkuk marugame, Adrian izin pamit pulang lebih dahulu. Menyisakan Shana yang diajak Seno untuk pergi membeli barang yang dimintanya tadi. Padahal maksud Shana tadi hanya bercanda, tapi ya alhamdulillah kalau dosennya itu ingin merealisasikan. Rezeki kok ditolak!

"Udah ini saja?" Seno sedari tadi setia berdiri di belakang Shana, menemani bergerak dari satu rak ke rak yang lain untuk mencari barang yang ia inginkan. Di tangan kanan pria itu, memegang keranjang berisikan barang yang sudah Shana ambil dari rak. Sedikitpun Seno tidak ada protes walau sudah setengah jam juga Shana berkeliling toko make up dan skincare ini. "Dicoba-coba saja tapi nggak dibeli. Malu Shan." Pria itu sepertinya mulai jengah.

Duuh sepertinya ini kali pertama bagi Bhakti Aryaseno menemani seorang perempuan berbelanja perlengkapan kecantikan, dia mana mengerti kalau untuk membeli make up harus ditest dahulu untuk menyesuaikan shade yang diinginkan.

"Nggak apa Pak Seno, ini yang ini kan memang buat tester." Shana menunjukkan benda yang ia pegang, sebuah tester dari salah satu brand lipmatte. "Pak Seno boleh pinjam tangannya nggak?" Tanyanya iseng.

"Buat apa?"

"Ini ngetes lipmatte." Cengir Shana.

"Kan tangan kamu ada?" Tunjuknya pada tangan Shana.

"Udah penuh Pak hehehe." Shana menunjukkan pergelangan tangannya yang sudah banyak dihiasi berbagai shade. Ya walau sebenarnya masih cukup, tapi nggak ada salahnya ngisengin Seno kan?

"Hmm nih." Pria itu menggulung kemeja lengan panjangnya hingga siku, baru pasrah mengulurkan lengannya pada Shana.

Shana tersenyum penuh kemenangan, lalu mengoleskan lipmatte yang dipegangnya sejak tadi ke lengan Seno. Ia menelisik warna yang terlihat sekarang, lalu menggeleng-geleng. "Terlalu gelap." Gumamnya lantas mencoba warna lain.

Sedangkan Seno kini hanya bisa pasrah, melihat lengannya juga dipenuhi goresan bermacam warna. Terserah saja asalkan Shana senang, batinnya.

"Nah ini pas!" Setelah mencoba berbagai merk dan shade akhirnya Shana berhasil menemukan yang ia inginkan. "Udah Pak, ke kasir hehehe kan katanya mau bayarin."

"Kamu nyoba segitu banyak sampai tangan saya penuh warna gini dan milihnya cuma satu?"

Shana mengangguk, "kan harus nyari shade yang saya mau Pak. Dan yang ini yang paling pas!"

"Ambil tiga." Pintanya.

"Satu saja Pak, nanti nggak keburu expired nya. Lagian ini harganya lumayan tahu Pak!"

Shana sebelumnya belum pernah membeli merk ini, ia tahu merk ini bagus dan tahan lama tapi harganya sangat tidak ramah untuk kantong pelajar sepertinya. Untuk sebuah lipmatte dia perlu merogoh hingga 300 ribu lebih? Oh no besar!

Nah mumpung sekarang ada kesempatan sebab dibayarin oleh Seno, jadi biarkan Shana menjadi perempuan matre tidak tahu diri hari ini. Kapan lagi kan?

"Ambil satu lagi."

"Nggak usah Pak."

"Shana, ambil satu lagi sayang."

Hah? Apa tadi Seno memanggilnya? Sayang? Dia tidak salah dengar kan?

Ketimbang perdebatan mereka semakin memantik atensi dari pengunjung lainnya, dengan cepat Shana menurut dengan mengambil 1 lagi lipmatte lalu setelahnya mendorong pelan punggung Seno ke arah kasir.

ADVOKASI Where stories live. Discover now