36. Jangan takut!

16.6K 1.2K 92
                                    

Sejak di kamar mandi tadi, Shana terus menerus bergidik membayangkan bahwa malam ini akan menjadi malam pertamanya dengan Seno!

Apalagi jikalau mengingat Seno yang belakangan ini tangannya sering usil mencari kesempatan. Shana sudah was-was bahwa ia akan langsung diterkam saat pintu kamar Seno kunci. Jujur saja, Shana juga sudah banyak mempelajari mengenai cara malam pertama melalui google.

Sambil sesekali cekikikan membayangkan bahwa ia akan segera melakukannya dengan Seno. Kira-kira Seno akan puas tidak ya?

Tapi nyatanya itu menjadi angan-angan saja, yang ia temui seusai pintu kamar dikunci oleh Seno adalah pria itu yang merengek ingin Zuppa soup. Haish ini dia menikah dengan lelaki umur 15 tahun atau bagaimana sebenarnya?

Si pelaku yang tadi merengek-rengek dan merusak tatanan seprai kini sedang berseri-seri, duduk di kursi sembari menikmati zuppa soup-nya. Tanpa sedikitpun ada niat berbagi dengan istrinya.

"Erggh alhamdulillah kenyang," Seno mengelus-elus perutnya. "Habis Shan." Lapornya menunjukkan mangkuk terakhir yang sudah habis.

"Iya anak pintar," puji Shana. "Dirapihin ya bekas maemnya."

"Yaaaa." Sahut Seno memasukkan kembali mangkuk yang kosong ke dalam plastik dan membuang plastik itu ke tong sampah. "Enak sekali, maaf ya saya nggak bisa bagi-bagi."

Shana berdecak-decak malas, lagian siapa juga yang ingin merecoki pria itu makan. Terpenting sekarang wajah Seno sudah berbinar-binar lagi, tidak muram seperti tadi.

Usai duduk sejenak untuk menetralkan makanan yang baru ia konsumsi, Seno ikut bergabung dengan istrinya yang bergelung di bawah selimut. Menonton tontonan dari salah satu stasiun televisi sambil membalas ucapan teman-temannya satu per satu.

Seno merapat, bersandar pada bahu Shana untuk bisa melihat layar ponsel istrinya.

"Ucapannya pada aneh-aneh." Seno mengomentari beberapa pesan yang sempat terbaca olehnya. Kenapa tidak mengucapkan selamat menikah dengan kalimat-kalimat normal saja? Apa anak zaman sekarang memang begitu?

"Kan biar seru." Sahut Shana mematikan ponselnya dan meletakkan ponselnya kembali ke nakas. "Sini Mas." Shana menepuk bantalnya yang menyisakan space kosong.

Dengan senang hati Seno membaringkan kepalanya disana.

"Capek nggak Shan?" Tanya Seno penuh arti. Pria itu mulai usil mengecupi bahu Shana yang memang terlihat karena memakai kaos berkerah rendah. "Saya kok nggak capek ya."

Shana mengulum senyumnya, dia sudah memutuskan bahwa tidak akan dengan mudah menyerahkan diri pada Seno. Lihat saja seberapa sabar dan lihai seorang Bhakti Aryaseno membujuknya.

"Capek lah, berdiri terus dari tadi." Shana menaikkan kerah kaosnya yang kian melorot karena ditarik paksa oleh Seno. "Tidur Mas, besok kan masih mau perjalanan jauh."

"Tapi saya nggak capeeeeek Shannn," Seno duduk kembali. "Kamu mau saya pijetin? Mau ya ya ya?"

Shana menahan tawanya, tahu sekali bahwa ini adalah akal-akalan Seno. Tapi biar saja, namanya rezeki masa mau ditolak?

"Boleh deh. Makasih ya Suamiku."

"Iyaaa sama-sama istriku, tapi kamu nggak boleh merem ya? Kamu jangan tidur loh." Peringat Seno.

"Kalau aku ngantuk ya tidur Mas. Gimana sih kamu."

"Jangaaaaannnn," cegah Seno dengan nada dipanjang-panjangkan. "Nggak boleh tidur janji? Masa saya ditinggal tidur Shan." Bibir pria itu cemberut, tapi tanggannya mulai memijat kaki Shana.

Shana sebenarnya bohong saat berkata bahwa ia selelah itu. Resepsi mereka tidak mengundang tamu sebanyak itu hingga mereka harus menyalami tamu pagi hingga malam.

ADVOKASI Where stories live. Discover now