Part 1 : The Beginning

4.2K 216 15
                                    

Setahun berlalu sejak istriku meninggal dunia. Kehidupanku yang semula penuh warna kini terasa tanpa makna. Masih terngiang dibenakku ketika aku dan istriku saling mengucap janji suci didepan altar. Keadaannya berbeda saat itu, karena saat itu Aku berumur 16 tahun dan istriku berumur 13 tahun. Terkejut mendengarnya? Tapi itulah kenyataannya. Bukan karena pergaulan bebas atau karena masalah hutang piutang, tapi karena memang orang tuaku dengan orang tua Sevilla sudah berteman akrab sejak kecil hingga akhirnya sepakat untuk menjodohkan kami di usia muda yang menurut sebagian orang cukup diluar nalar. Untuk sesaat kukira Aku adalah pria paling beruntung didunia, hingga suatu hari aku dan istriku mengalami kecelakaan. Mobil yang kukendarai menabrak sebuah truk besar yang kemudian merenggut nyawa istriku, bersama dengan jabang bayi yang kelak akan menjadi anak pertama kami.

Setahun berlalu sejak kematian Sevilla, aku masih berada disini mengurung diri didalam kamar. Aku masih terus merenung sendiri dipojok kamar, meratapi kenyataan bahwa kini aku telah menjadi duda muda. Di hari kedelapan kulihat orang tuaku dengan orang tua Sevilla tengah berdiskusi dan samar-samar mereka mengatakan sesuatu tentang sebuah universitas swasta. Tiga jam kemudian ibuku menghampiriku yang sedang menikmati makan siang.

"Gabriel, gimana kabar kamu nak?"

"Udah mendingan kok, ma."

"Kamu nggak boleh nyalahin diri kamu sendiri atas apa yang dialamin Sevilla, om sama tante aja nggak marah tuh."

"Gabriel cuma bingung ma, kenapa ya Tuhan seegois itu sama Gabriel?"

"Tuhan punya RencanaNya sendiri buat semua Anak-AnakNya, jadi jangan nuduh Dia yang bukan bukan dong."

"Iya deh ma."

"Oh iya, om sama tante mau nawarin kamu buat kuliah di universitas swasta di kota tempat mereka."

"Emang Gabriel masih bisa kuliah ma?"

"Ya masih dong, umur kamu kan masih mencukupi nak, apalagi nilai rapot kamu yang dulu bagus semua."

"Gabriel takut mereka masih marah ama menantunya ini karena udah bikin mereka kehilangan anak mereka."

Saat itulah tante Veronica datang menghampiriku dan mengusap-usap kepalaku. "Ini bukan salah kamu sayang, tante sama om nggak marah tuh."

"Maafin Gabriel ya tante, gara gara Gabriel Sevilla sekarang udah meninggal."

"Jangan dipikirin lah, ini udah Takdir yang Dia mau."

"Ngomong-ngomong tante nawarin apa ke Gabriel?"

"Ini, om kamu kepengen kamu tinggal sama kita di kota. Kebetulan om kamu megang jabatan sebagai pembantu direktur satu di universitas swasta disitu, nanti klo pihak kampus sepakat kamu bakal dikasih beasiswa. Jujur kami sedih ngeliat kamu nangis terus tiap malem dikamar sendirian. Kali aja ini bisa bikin kamu semangat lagi sayang."

Mendengar ucapan tante aku tertegun atas tawaran baik ini. Meski begitu aku masih belum yakin bisa semangat lagi sepertu dulu.

***

Di hari yang telah dijanjikan om dan tante, akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan komplek perumahan ini dan keluar kota untuk melanjutkan pendidikanku dan tinggal bersama kedua mertua-ku. Setelah proses pendaftaran selama sebulan, akhirnya tiba saatnya hari pertama ospek bersama calon mahasiswa-mahasiswi semester satu lainnya. Suasana cukup meriah karena para senior tengah mempersiapkan arena outbond untuk masa masa ospek yang akan kujalani ini. Agak aneh suasana disini, terasa asing dan tidak wajar menurutku. Hingga akhirnya kusadari ada yang ganjil disini. Ah iya, semua orang disini sama-sama memiliki bola mata berwarna biru yang seolah olah menyala.


Bersambung ...


Nephilim UniversityOnde as histórias ganham vida. Descobre agora