☘ - Thirteen

17.5K 782 11
                                    


      "Hai," sapa Dion seraya duduk di hadapan Rena.

      "Hai," jawab Rena tersenyum, menyembunyikan rasa marahnya karena dibuat menunggu lama oleh Dion.

      "Sorry ya, gue telat. Tadi ada urusan sebentar," kata Dion.

      "Iya, nggak pa-pa kok," jawab Rena membuat Dion tersenyum.

      "Udah mesen minuman? Kalau belum biar gue pesenin," tawar Dion seraya ingin memanggil pelayan.

      "Udah kok tadi."

      "Hah, udah? Cepat banget. Pesen lagi ya, biar gue yang bayar. Oke?"

      "Iya deh," jawab Rena mengalah.

      Dion kembali tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya yang dalam itu. Kemudian cowok itu memanggil pelayan, menyebutkan pesanannya dan Rena.

      "Btw, lo kenapa mau ketemu gue? Ada yang mau diomongin?" tanya Rena menatap Dion.

      Dion menghembuskan napasnya perlahan. "Ya, ada yang harus gue omongin sama lo. Dan itu penting banget ... buat kita."

      Lagi, jantung Rena kembali berdetak kencang. Mendengar kalimat yang dilontarkan dari mulut Dion. Seakan kalau dirinya memang ingin menyampaikan sesuatu yang penting. Dan tentu saja itu membuat Rena gugup setengah mati. Hingga membuat seorang seperti Rena berani menautkan jari-jarinya dihadapan seorang cowok.

      "Emm ... emangnya lo mau ngomong apa?" tanya Rena lagi membuat pandangan Dion sepenuhnya ke arah cewek itu.

      Dion menatap kedua bola mata Rena dengan lekat. Seakan tengah mendalami bola mata cokelat di hadapannya. Lalu Dion mengambil salah satu tangan Rena yang berada di meja, menggenggamnya. Dion mengelus punggung tangan Rena dengan lembut, dengan mata yang terus menatap Rena tanpa mengalihkannya. Sedangkan Rena, seakan terhipnotis dengan mata cowok itu, hanya menatap Dion dengan jantungnya yang terus berdetak cepat.

      "Gue ... gue ... su—"

      "Maaf, mas, mba, ini pesanannya."

      Seorang pelayan menginterupsi. Membuat perkataan Dion terputus, tangannya pun segera menjauh dari tangan Rena dan keduanya sama-sama menoleh ke pelayan itu yang sedang meletakan dua gelas ice coffee. Dion hanya mengucapkan terima kasih dan tidak melihat bagaimana ekspresi Rena saat ini yang terlihat kesal karena seorang pelayan telah mengganggu masa romantisnya. Jika saja tidak sedang di depan Dion, sudah pasti Rena memarahi pelayan itu.

      "Dion, tadi lo ngomong apa?" Rena bertanya lagi.

      Dion yang tadinya tengah meminum ice coffeenya seketika menoleh dan segera menjauhkan gelas itu dari mulutnya.

      "Oh, iya." Dion berdehem sejenak, menetralkan tenggorokannya yang terasa serak. Lantas cowok itu kembali menatap Rena lekat.

      "Ren." Dion mengambil sebelah tangan Rena dan menggenggamnya.

      "Gue ... gue emang bukan cowok yang romantis. Apalagi kece, badai atau segala macem yang disukai sama para cewek. Tapi, Ren, jujur gue suka sama lo udah dari lama. Dari semenjak kita ngelakuin MOS di SMK Cakrawala. Saat pertama kali gue liat lo, gue udah jatuh hati sama lo, Ren. Dan seiring berjalannya waktu, gue sadar kalau gue bukan suka lagi, tapi gue sayang sama lo. Gue mau lo jadi milik gue." Dion menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan. "Ren, lo mau nggak jadi pacar gue?"

      Bagaikan diterbangkan ke langit ketujuh. Sumpah demi kebahagiaan untuk Rena. Kalimat yang selama ini Rena tunggu akhirnya keluar juga dari orang yang sangat Rena harapkan. Entah bagaimana cara mendeskripsikan perasaan Rena saat ini. Intinya dia begitu bahagia karena pada akhirnya Dion telah menjadi miliknya. Dan mulai sekarang tidak ada lagi cewek-cewek yang akan berani mengejar-ngejar Dion karena cowok itu sudah berada di sampingnya.

      Maka dengan kebahagiaan yang masih terlansir di benaknya, Rena pun menjawab dengan lantang. "Ya! Gue mau."

      Jawaban itu pun disambut dengan senyuman lebar dari cowok di hadapannya yang saking bahagianya juga, Dion refleks bangun dari duduknya lantas keduanya saling berpelukan dengan rasa penuh cinta.

~×~

      Varo memasuki ruang OSIS bersama dengan Thala yang mengekor di belakang. Di dalam sudah banyak para pengurus OSIS yang bersiap untuk melakukan rapat OSIS lagi untuk menuju hari H acara pentas seni SMK Cakrawala. Ketua OSIS dan sekretarisnya pun duduk di tempatnya masing-masing.

      "Oke, sekarang kita mulai lanjutkan rapat ini. Kalian boleh mengerjakan pekerjaan kalian sekarang. Jika ada sesuatu cepat lapor pada saya. Paham?" kata Varo membuka suara tanpa basa-basi melakukan pembukaan ketika ingin rapat. Karena untuk sekarang rapat itu harus cepat selesai karena diadakannya saat istirahat. Jika nanti saat pulang sekolah tidak bisa dikarenakan ruang OSIS yang akan dipakai untuk kegiatan ekstrakurikuler.

      "Paham kak!" jawab para pengurus OSIS dengan serempak.

      Varo mengangguk. Cowok itu juga melakukan pekerjaannya, yaitu berdiskusi mengenai acara pentas seni dengan para pengurusnya yang juga memiliki jabatan penting di OSIS. Yakni, wakil ketua OSIS, sekretaris, dan bendahara.

      "Maaf kak, mengganggu." Saat Varo sedang membicarakan sesuatu dengan Thala, suara seseorang menginterupsinya. Dilihatnya seorang cowok yang tengah berdiri di depan mereka bersama dengan satu orang cewek. Varo melihat tulisan di pinggir dadanya yang terletak di jaket almaternya, bertuliskan 'Ketua Sekbid 6' sedangkan cewek itu bertuliskan 'Ketua Sekbid 8'.

      Varo mengernyit. "Ya, ada apa?"

      "Kak, saya Rafa, ketua sekbid 6 ingin lapor kalau anggota saya kekurangan orang," lapor cowok bernama Rafa itu.

      "Loh, memangnya anggota sekbid 6 ada berapa orang?" tanya Varo yang bingung.

      "Hanya ada empat, sedangkan anggota sekbid lain berisi lima orang. Sebenarnya tidak apa-apa anggotanya mau berapa, tapi yang jadi masalahnya sekbid 6 menjadi sie konsumsi yang mengharuskan ada banyak yang harus diurus. Apalagi itu acara besar dan yang pasti konsumsi banyak yang memerlukan. Jadi kami kekurangan anggota untuk mengurus banyak keperluan di sie konsumsi," jelas Rafa panjang lebar.

      "Oh, begitu." Varo mengangguk paham. Cowok itu lalu menoleh ke arah cewek yang merupakan ketua Sekbid 8. "Lalu, kalau kamu kenapa?"

      "Saya juga sama kak. Karena Sekbid 8 menjadi sie perlengkapan sehingga banyak yang diurus dan anggota kami hanya terdiri empat orang. Mungkin satu orang lagi cukup, kak. Kami harap kakak bisa mempertimbangkan laporan kami," jelas cewek itu.

      "Hm, jadi masalahnya hanya pada kekurangan anggota? Tapi anggota lain sudah maksimal. Kalian ingin mencari anggota lagi di mana? Apa harus mengadakan penambahan anggota pengurus OSIS?" tanya Thala menatap kedua orang yang berada di hadapannya.

      "Jika memang itu jalannya, kami yang akan mengadakannya."

      "Tidak perlu, saya sudah dapat jalannya. Begini saja, bagaimana kalau kamu, Rafa, beritahu ke kelas kamu bahwa OSIS kekurangan anggota untuk mengurus acara pentas seni. Mungkin saja ada yang berminat untuk masuk ke OSIS. Kalian butuh berapa?" tanya Varo yang sudah menemukan jalan keluarnya.

      "Saya hanya butuh satu," jawab Rafa.

      "Saya juga hanya butuh satu," timpal cewek itu.

      "Baiklah, kalian lakukan apa yang tadi saya bilang."

      "Tapi kak, kalau di kelas saya tidak ada yang mau bagaimana?" tanya Rafa.

      "Tidak apa-apa, biar saya nanti yang carikan. Sekarang kalian bisa lanjutkan pekerjaan kalian, lalu setelah rapat ini selesai kalian bisa cari anggota baru. Paham?"

      "Paham kak!" jawab Rafa dan cewek itu dengan kompak.

Ketua OSIS Vs Bullying Girl [Completed] जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें