☘ - Thirty One

16.2K 716 26
                                    


      Varo melangkahkan kakinya dengan lebar-lebar. Berharap supaya dirinya bisa secepatnya sampai ke ruang kepala sekolah. Tanpa peduli dengan tatapan bingung dari murid di sekitarnya, Varo terus berjalan bahkan sedikit berlari dengan wajah yang bisa dibilang begitu tegang. Jadi wajar saja jika para murid yang berlalu lalang di koridor yang dilewati Varo, menatap ketua OSIS itu heran. Varo yang biasanya berwajah datar tanpa ekspresi sedikit pun, kini terlihat gusar dan juga panik.

       "Eh, so-sori," ucap Varo ketika tak sengaja dirinya bertabrakan dengan seseorang.

       Gadis yang ditabrak Varo itu pun hanya tersenyum canggung. "Nggak apa-apa kok, kak."

       "Sekali lagi saya minta maaf," kata Varo lagi. Menangkup tangan di depan dada. Membuat Dina, gadis itu menggelengkan kepala.

      "Nggak apa-apa. Kak Varo jangan kayak gitu dong. Aku jadi nggak enak," Dina menautkan kedua jarinya seraya menunduk.

      "Ya sudah, kalo gitu saya duluan. Permisi." Varo segera berlalu dari hadapan Dina.

      Dina yang melihat itu hanya menatap punggung Varo dengan wajah bingung.

      Kak Varo kenapa, ya? Keliatannya panik banget. Batin Dina.

      Begitu sampai di depan ruang kepala sekolah, Varo langsung masuk bahkan tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Membuat dua orang yang kini saling berdiri berhadapan menoleh ke arahnya.

      "Varo?" panggil Bu Ana bingung. "Kamu ngapain ke sini?" tanya Bu Ana.

      Varo tidak menjawab. Cowok itu memperhatikan seorang pria paruh baya yang kini menatap dirinya dengan kedua alis menaut. Dia menghampiri pria itu dengan pandangan lurus ke arahnya.

      Ketika sudah berdiri tepat di hadapan pak Andrean, Varo menatap pria itu sejenak. Pak Andrean yang ditatap semakin memperdalam kerutan di dahinya.

      "Apakah Anda Pak Andrean?" tanya Varo.

      Pak Andrean menganggukkan kepala. "Iya, benar."

      "Bapak pemilik sekolah ini?"

      "Iya."

      "Kalau begitu, bapak adalah ayah angkat Rena?" tanya Varo untuk kesekian kalinya.

      Pak Andrean menghela napasnya. "Iya, benar. Sebenarnya ada apa, ya? Dan kamu siapa?" tanya pak Andrean yang kini bisa mengutarakan kebingungannya.

      "Pak Andrean, saya mau tanya. Apakah benar Rena ilang karena diculik?" tanya Varo.

      Pak Andrean mengerjapkan matanya.
"Ba-bagaimana kamu bisa tau?"

      Varo menghela napasnya. "Ternyata benar. Rena memang diculik. Tina nggak bohong," kata Varo yang lebih berbicara sendiri tanpa melihat perubahan ekspresi pak Andrean.

      "Apa? Jadi Tina yang ngasih tau kamu?" tanya Pak Andrean.

      "Ya. Tina yang kasih tau saya," jawab Varo. "Pak Andrean, saya mohon izinkan saya untuk mencari Rena. Saya sangat mengkhawatirkan Rena. Saya tidak mau terjadi sesuatu sama dia. Saya mohon Pak, izinkan saya membantu untuk mencari Rena."

      "Tunggu-tunggu." Pak Andrean mengangkat kedua tangannya, menghentikan Varo yang hendak melanjutkan kalimatnya. "Kamu itu sebenarnya siapa? Dan kenapa juga kamu harus mengkhawatirkan Rena? Memangnya kamu siapanya Rena?"

      Sejenak Varo menatap Pak Andrean tanpa berkedip. Cowok itu menelan ludahnya. "Saya pacarnya."

      "Apa? Pacar?" Pak Andrean terkejut mendengarnya.

Ketua OSIS Vs Bullying Girl [Completed] Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon