8. Ketika Hati Berbanding Terbalik dengan Perasaan

489 64 20
                                    

Mencintaimu, seperti menggenggam aliran air. Hanya mampu kupegang sesaat, sebelum hilang perlahan-lahan, jatuh tanpa bisa kutahan.

Ayumi menyejajarkan langkah dengan Fumio yang tak mengatakan apa pun sejak mereka pergi ke penginapan milik keluarga Akikawa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayumi menyejajarkan langkah dengan Fumio yang tak mengatakan apa pun sejak mereka pergi ke penginapan milik keluarga Akikawa. Ayumi sudah mencoba mengajak Fumio berbincang. Dari mengenalkan Akikawa Kaiya dan Kodama Yudai kepada Fumio, begitu pula sebaliknya, hingga berinisiatif melemparkan lelucon terbaik yang ia punya. Nihil. Semua mendapat reaksi serupa: diam.

Fujiwara Fumio tak menyahut sedikit pun. Hanya terus berjalan dengan langkah pelan sampai Ayumi sadar kalau ia, Kaiya, dan Yudai berjalan terlalu cepat hingga meninggalkan pemuda itu di belakang. Ayumi baru sadar kalau bukan ia yang berjalan terlalu bersemangat, melainkan Fumio yang derap langkahnya benar-benar seperti siput yang berjuang mengelilingi satu kampung: lambat.

Di sinilah Ayumi. Berpamitan kepada Kaiya dan Yudai untuk berjalan bersama Fumio, yang langsung disambut anggukan dan peringatan hati-hati dari Kaiya agar Ayumi jangan sampai terlibas sepasang mata dingin itu. Ayumi hanya tertawa kecil. Adiknya itu ternyata juga menyadari hal yang sama.

Ayumi tersenyum tipis pada Fumio ketika menyejajarkan langkah, mengibaskan tangan saat pemuda itu memberi tatapan apa yang kau lakukan di sini? seraya menaikkan sebelah alis.

"Aku tidak ingin mengganggu mereka." Ayumi tergelak, tak sadar kalau Fumio ternyata ikut tersenyum tipis meski hanya sesaat. Begitu kentara dengan sinar matahari sore Shirakawago berbalut salju yang menerpa wajah mereka. "Apakah Ibu mengatakan sesuatu padamu?" tanya Ayumi lagi.

"Tidak ada." Fumio menyeringai geli saat melirik Ayumi yang manyun berkepanjangan.

Ayumi menyemburkan napas, mulai memikirkan kira-kira apa konsekuensi terburuk seandainya ia menggetok kepala pemuda di sampingnya ini kuat-kuat. Tidak mungkin Aisha tidak mengatakan sesuatu pada Fumio. Pasti ada yang disembunyikan laki-laki itu. Ayumi menghela napas panjang dengan mata memelotot garang beberapa saat kemudian, mendengkus sebal.

"Kau menyembunyikan sesuatu dariku." Ayumi mengambil sumpit stainless dari tas cangklong yang ia sampirkan di bahu, mengundai rambut asal-asalan. Salju terus turun hingga sekarang. Mengiringi matahari senja yang perlahan beranjak terbenam di ufuk barat, menuntun mereka mempercepat langkah menuju penginapan keluarga Akikawa.

Ayumi meluruskan pandangan, tak menemukan tanda-tanda Kaiya dan Yudai di depan mereka. Ayumi memang sudah berpesan kepada dua sejoli itu untuk menuju penginapan lebih cepat agar tidak kelimpungan memesan satu kamar untuk Fumio.

Di masa-masa seperti ini, akan sangat sulit mencari satu kamar kosong kalau tidak cepat-cepat reservasi. Tidak mungkin kalau Ayumi harus mengusir salah satu pelanggan yang tengah tidur agar segera angkat kaki dari penginapan. Bisa hancur dua kali harga diri Ayumi, dan yang jelas, pemuda di sampingnya bakal merasa pongah. Ayumi mendelik saat dilihatnya Fumio cuma mengedikkan bahu santai dengan dua telapak tangan dimasukkan ke saku celana.

Let Me Freeze These Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang