Epilog

1.1K 65 38
                                    

“Jadi, bagaimana?”

Ayumi menaikturunkan alis, tergelak kecil saat mendapati wajah dua orang di depannya bersemu kemerahan. Seolah seluruh gulali di dunia ini tumpah di sana. 

Manis dan menggelikan. 

Ayumi berdeham. “Sudah ada kemajuan?” tanya Ayumi lagi. Kali ini dengan sorot mata jenaka yang mau tidak mau ikut membuat Kaiya dan Yudai ikut tergelak kecil.

Yudai merengkuh bahu Kaiya yang duduk di sampingnya, tersenyum saat menanggapi pertanyaan kakak iparnya itu. “Ah, kami masih ingin menghabiskan waktu berdua saja untuk saat ini. Lagi pula, kami baru dua bulan menikah. Tidak ada salahnya menikmati momen seperti ini.” 

Yudai tanpa rasa segan melayangkan satu ciuman lembut di pipi kanan Kaiya, membuat istrinya itu langsung bersemu saking malunya. Kaiya ikut tersenyum meski tangannya dengan lincah menggerayangi paha Yudai, melayangkan satu cubitan kecil di sana, membuat suaminya itu meringis tertahan.

Ayumi tergelak kecil. Kaiya dan Yudai memutuskan untuk menyusul Ayumi yang sudah mengikat ikatan suci bersama seseorang kira-kira enam bulan yang lalu. 

Sejak mengetahui kabar Arata, Ayumi mencoba untuk merelakan semua kenangan indah dengan laki-laki itu melebur bersama masa lalu. Hancur tak bersisa. Gadis itu rela demi kebahagiaan wanita lain yang kini menjadi bagian hidup Arata: Sakura.

Mendengar semua cerita tentang Arata dari wanita itu, tak pelak membuat Ayumi sadar betapa besarnya pengorbanan yang Sakura lakukan demi hidup Arata. 

Melihat serta mendengar bagaimana perjuangan Sakura, membuat Ayumi tersadar dan mundur pelan-pelan dari kehidupan mereka.

Terutama Arata. 

Mungkin pria itu tak akan pernah mengenalnya lagi selama sisa hidup menggerogoti usia mereka. Mungkin bagi sebagian orang, akhir dari cerita ini adalah sebuah tragis ketika Ayumi harus merelakan cinta yang ia cari selama ini harus hidup bersama wanita lain.

Ayumi teringat ketika dirinya berdoa bersama Fumio di Osaka hari itu, hari di mana mereka bertemu kembali dengan seseorang yang mereka cari selama ini.

“Kami-sama, jika Arata takdirku, dekatkan dia kepadaku. Namun, jika garis takdirmu berkata ia bukan untukku, pertemukan aku sekali saja dengannya sebelum aku menghapus semua ingatan tentang dirinya. Tentang kenangan kami berdua, dan semua janji yang hanya angan belaka hingga saat ini.

“Jika memang Fumio yang berdiri di sampingku sekarang ini adalah orang yang kucari selama ini, berilah petunjukmu kepada kami berdua. Aku sudah terlampau lelah terus berputar pada lingkaran ketidakpastian ini.”

Pertemuan terakhir Ayumi dengan Arata melalui perantara terlibat, membuat Ayumi tersadar bahwa ia memang harus melupakan. Menghapus semua memori Arata yang membayangi selama ini. Semua janji yang menjadi angan itu terbang dan jatuh berguguran bersama salju yang turun mengiringi langkahnya saat itu. 

Ketika ia menjatuhkan hati pada Fumio, Ayumi sadar, bahwa pemuda yang selalu ia anggap dingin dan tak manusiawi selama melakukan perjalanan setelah tujuh belas tahun tak bertemu itu adalah laki-laki yang ia cari selama ini.

Seseorang yang mungkin lebih berarti daripada Arata. 

Jika Ayumi adalah mata bagi Arata, maka Fumio adalah dunia Ayumi. 

Dulu, sekarang, dan yang akan datang. 

Aisha yang begitu selektif saat ada seorang pria mendekati putri-putrinya, hanya acuh tak acuh saat mengetahui putri sulungnya menjalin hubungan intens dengan Fumio. Tanda Aisha mendukung saja, selama itu baik.

Kode yang sama baik bagi hubungan Ayumi dan Fumio.

Hingga saat itu tiba juga. Ketika keduanya menjalin ikatan suci pernikahan di sebuah gereja dekat Apartemen Origin. Dihadiri kerabat masing-masing. Ayumi bersama keluarga serta sahabat yang menyempatkan diri menuju Nagoya, dan Fumio dengan Nyonya Hana dan teman-teman satu apartemen. Semua memberikan selamat atas pernikahan mereka tepat saat keduanya sama-sama menyentuh usia 28 tahun saat itu. 

Waktu terus bergulir cepat. Fumio mengajak Ayumi untuk tinggal bersama di Nagoya. Di Apartemen Origin milik Nyonya Hana. Ayumi meninggalkan Shirakawago, menitipkan kedai dan penginapan pada Kaiya yang lantas resign dan menikah dengan Yudai. 

Berbeda dengan Ayumi dan Fumio, Kaiya dan Yudai memutuskan untuk tetap tinggal di Shirakawago. Menjalin kisah di tanah kelahiran, dan ini kunjungan mereka keenam kalinya ke tempat Ayumi dan Fumio. 

Keduanya lantas pamit undur diri karena bus jurusan Nagoya—Takayama akan berangkat setengah jam lagi. Ayumi lantas memeluk Kaiya dan Yudai bergantian, lalu melambaikan tangan saat mereka berdua keluar dari kawasan Apartemen Origin.

Hanya Ayumi sendiri yang mengantarkan Kaiya dan Yudai sampai beranda karena Fumio baru saja menerima pesan saat mereka bertiga melangkah keluar. Ada sesuatu yang harus diperiksa, katanya. 

“Hei.” Fumio menyerahkan ponsel pada Ayumi yang baru saja masuk, tersenyum tipis saat istrinya itu menatap dengan tatapan bertanya. Fumio lantas memberikan isyarat dengan dagu, menyuruh Ayumi melihat sendiri. “Dari Sakura. Baru saja,” kata Fumio lagi, kali ini dengan senyum tercetak lebih jelas di wajah.

Mendengar nama Sakura, dengan cepat Ayumi langsung menyorotkan tatapan ke layar ponsel Fumio sebelum tertegun lama. Beberapa foto Sakura menggendong bayi tampak jelas di sana. Hal yang mau tak mau membuat Ayumi tersenyum hangat saat ikut merasakan sebuah kebahagiaan terpancar dari wajah istri Arata itu.

“Ya ampun! Anak mereka lucu sekali. Aih, pasti menyenangkan menjadi seorang ibu. Fumio, tolong berikan pesan selamat kepada Sakura.” 

Ayumi menoleh, terhenyak saat mendapati wajah Fumio begitu dekat dengan wajahnya. Ayumi bahkan bisa melihat beberapa pembuluh kapiler di dekat mata suaminya itu. Napas keduanya beradu, saling melengkapi satu sama lain.

“Jika kau mau, kita bisa merealisasikannya, Fujiwara Ayumi.” 

Satu kalimat pendek itu menjadi penutup pembicaraan, tepat saat jarak bibir keduanya perlahan semakin berkurang. Ayumi perlahan memejamkan mata saat menyaksikan Fumio memiringkan kepala, membiarkan kisah cinta mereka melebur menjadi satu saat bibir ranum senada peach laki-laki yang menjadi separuh takdirnya itu jatuh tepat di atas bibirnya. 

Saling melengkapi satu sama lain. 

Kini, dan juga nanti.

Kini, dan juga nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.















Let Me Freeze These Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang