12. Kenangan Terpanjang di Antara Kita

1.3K 72 51
                                    

Aku selalu bermimpi, berharap bisa bersamamu lagi ....

Aku selalu bermimpi, berharap bisa bersamamu lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Bagaimana keadaanmu?”

Ayumi merapikan rambut yang menutupi sebagian mata, menyelipkannya ke belakang telinga. Setidaknya, rambut pendek sebahu seperti ini tidak memberatkan kedua belah pundak Ayumi. Gadis itu lantas membuka mulut ketika Fumio menyuapkan satu sendok bubur hangat yang baru saja dibelinyasesaat sebelum Ayumi bangun. 

“Apa lidahmu masih terasa pahit?” tanya Fumio lagi

“Hm? Tidak.” Ayumi mengusap bibir dengan jempol, membersihkan bubur yang sedikit belepotan di sana. Ayumi sesaat mengernyit, berusaha mengenali rasa bubur yang ia telan saat ini. “Indra pengecapku sudah baik-baik saja. Hanya saja ... entah kenapa bubur ini terasa hambar,” sahut Ayumi lagi. 

Ayumi yakin bahwa lidahnya sudah normal seperti semula. Buktinya, ia bisa merasakan manis-kecut apel dan pir yang disodorkan Fumio tadi malam, sesaat sebelum pemuda itu pamit membelikan beberapa baju ganti untuk Ayumi. Ia juga bisa mengecap manis dango dan kue bola anko berlapis sirup. Entah kenapa hanya bubur ini yang rasanya tawar. Ayumi menepis bubur yang disodorkan. Gadis itu menaikkan alis, meminta penjelasan.

Fumio memutar bola mata jemu, tampak acuh tak acuh saat menjawab, “Itu memang bubur tawar. Aku yang minta,” sahut Fumio.

Refleks, Ayumi tersedak.

Fumio hanya mengangkat bahu saat mendapati Ayumi memelotot garang setelah ia membantu Ayumi minum. Pemuda itu justru menatap Ayumi dengan raut datar tanpa ekspresi bersalah sedikit pun. “Apa?” tanya Fumio tak acuh sebelum meringis saat Ayumi melayangkan satu cubitan ke pergelangan tangan Fumio. 

Enteng sekali pemuda itu mengatakannya. Tak pelak, Ayumi langsung mendelik kesal, tak peduli meski pemuda itu balas menatapnya dengan tatapan paling datar sedunia. “Apa kau sudah tidak waras, Fujiwara Fumio? Bisa-bisanya kau melakukan itu padaku!” Ayumi merutuk kesal, menepis bubur yang disodorkan Fumio ke bibirnya. “Tidak mau!”

Sebelah alis Fumio terangkat, bingung sendiri. “Kupikir lidahmu masih bermasalah. Jadi, kubelikan saja bubur ini. Lagi pula, memangnya saat sakit kau bisa merasakan cita rasa makanan?” Fumio memutar bola mata jemu untuk kesekian kali. Sebagai gantinya, Fumio mengambil sebutir apel dan mengupasnya dengan gerak luwes. “Makan ini saja kalau tidak mau bubur itu. Akan kumakan nanti.”

Tanpa memedulikan Ayumi yang cengo, Fumio memotong apel tersebut menjadi bagian kecil, menyodorkannya ke bibir Ayumi. 

Ayumi menggaruk tengkuk, bingung sendiri. “Kenapa?”

Ayumi terus mengunyah apel yang disodorkan Fumio, menunggu.

Tepat saat raut wajah Fumio berubah menjadi seperti agak kesal, Ayumi langsung tergagap meralat. “Maksudku, kenapa kau tidak makan yang lain saja?” tanya Ayumi lagi, yang langsung disambut kibasan tangan Fumio.

Let Me Freeze These Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang