11. Malam Saat Aku Merindukanmu

609 69 16
                                    

Di hari saat kita saling meninggalkan satu sama lain, aku melihatmu pergi menjauh, dan pada akhirnya, setiap janji hanya menjadi angan belaka.

Di hari saat kita saling meninggalkan satu sama lain, aku melihatmu pergi menjauh, dan pada akhirnya, setiap janji hanya menjadi angan belaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan langkah pelan, Ayumi memasuki kawasan kuil terbesar yang ada di Osaka. Usai membereskan semua barang yang ia bawa di lemari kamar, Ayumi langsung beranjak menuju kuil dengan satu tujuan: berdoa. Sebuah ritual yang lama sekali tidak dilakukan Ayumi sejak kepergian Arata. 

Setelah menginap satu malam di Kyoto, Ayumi melewati perjalanan dari Kyoto menuju Osaka dengan perasaan tak menentu.

Pasca kejadian semalam, Ayumi merasa canggung untuk sekadar berbicara pada Fumio. Semua menjadi serba salah. Ayumi benar-benar merasa segan, meski setelah kejadian itu, sikap Fumio tak berubah sama sekali. Tetap terlihat dingin dan begitu datar. Nada suara terkesan angkuh, raut wajah cuek, dan sorot mata yang tajam seperti biasa.

Ayumi tahu, kejadian semalam benar-benar mengubah seluruh pandangannya tentang perjalanan ini. Ayumi sendiri bukannya tidak memercayai apa yang dikatakan oleh Fumio. Hanya saja, semua terasa begitu tiba-tiba. Memorakporandakan pertahanan yang Ayumi bangun di atas masa lalu menyakitkan dan memberikan ruang bagi sesak untuk menyelinap paksa setiap kali Ayumi teringat tentang Fumio-nya dulu. 

“Kenapa kau tidak mengatakannya sejak awal?” Ayumi dengan hati-hati bertanya saat pelayan yang mencatat pesanan mereka sudah berlalu. 

Fumio tidak mungkin membiarkan mereka berdua bicara di tengah gumpalan salju seperti tadi. Dengan kondisi tubuh Ayumi yang tiba-tiba terlihat drop, semua kemungkinan buruk bisa terjadi. Fumio dengan segera menuntun Ayumi menuju kedai terdekat, memesan teh hijau panas didampingi beberapa tusuk dango saat menyadari betapa pucat pasinya wajah Ayumi. 

“Fumio?” panggil Ayumi lagi saat menyadari tak ada respons dari pemuda yang mengambil posisi duduk di hadapannya sekarang. 

Fumio menatap wajah Ayumi lamat-lamat, menahan kalimat yang hampir terlontar saat pelayan membawakan pesanan mereka.

Fumio tersenyum tipis, menyodorkan segelas teh hijau panas dan sepiring penuh dango kepada Ayumi. “Minum dulu.” Fumio membantu tangan Ayumi yang sedikit gemetar ketika menggenggam gelas. Pemuda itu sesaat menghela napas saat Ayumi menatapnya, menunggu. “Aku tidak ingin terjadi salah paham. Belum tentu kau percaya jika aku mengatakannya saat itu. Aku harus mengumpulkan semua bukti untuk membuktikan apa itu benar kau atau bukan.”

Kali ini, Ayumi yang menatap Fumio lekat-lekat. “Bagaimana kau bisa yakin kalau Ayumi yang kau cari adalah aku?” tanya Ayumi kemudian. Gadis itu sempat terbatuk kecil beberapa kali, mengangkat telapak tangan kanan sebatas dada pada Fumio yang refleks terlihat cemas, memberi isyarat bahwa ia baik-baik saja. 

Kali ini, sebuah senyum kaku menghiasi wajah Fumio. Senyum yang tak pernah dilihat oleh Ayumi selama ini—entah dulu ataupun sekarang. Dilihat dari cara pemuda itu menaikkan sudut bibir dengan gerak kaku, Ayumi bisa pastikan, Fumio pasti jarang tersenyum sebelum ini. Atau malah jangan-jangan tidak pernah senyum sama sekali? 

Let Me Freeze These Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang