Part 10

464 38 0
                                    

Hari ini cuaca di ibukota terbilang sangat panas, sinar matahari seperti membakar kulit. Thalia terus saja mengibaskan rambutnya yang terasa sangat mengganggu, dia menyesal menolak ajakan Jhonson tadi untuk mampir sebentar ke toko aksesoris, kalau begini jadinya terpaksa Thalia harus menggelung rambutnya asal-asalan.

"Ck, gue kan tadi bilang buat mampir dulu sebentar beli ikat rambut, kan jadinya sekarang lo ribet gini. Gue nggak bisa fokus kalau dibelakang lo grasak-grusuk gitu, tangan lo nyikut gue terus. Kalau gue bawa mobil sih nggak masalah, Lo kan tau hari ini gue bawa motor. Coba dari tadi banyak cowok yang liatin lo, ngapain juga pake ngibas-ngibasin rambut segala, mau jadi iklan shampo jalanan?" Jhonson menggerutu pada Thalia yang saat ini tengah sibuk merapikan gelungan nya, namun suara Jhonson ternyata kalah keras dari bisingnya kendaraan yang melintas.

Setelah selesai menggelung rambutnya, Thalia kembali sibuk memperhatikan jalanan. Dia tahu dari tadi Jhonson terus mengoceh di balik helm full face nya, namun Thalia biarkan karena jika membalasnya urusan sepele seperti ini akan menjadi panjang, meskipun ya memang Thalia menyesal sempat menolaknya.

"Lo denger nggak sih dari tadi gue ngomong?" kesal Jhonson pada Thalia yang sedari tadi tidak menyahuti omongannya.

Sayup-sayup terdengar suara Jhonson yang kembali berbicara setelah lima menit tak lagi mengeluarkan suaranya. Ingin membalas namun enggan, jika tak membalas pasti ngambek. Kadang Thalia merasa kesal ketika tahu ternyata bibir Jhonson kalau nyerocos itu ngalahin knalpot bajaj, tapi karena memang sudah lama bersama jadi dia terbiasa akan salah satu sifat kekasihnya yang seperti perempuan ini.

Tiba-tiba motor yang dikendarai Jhonson berhenti tepat di bawah sebuah pohon yang cukup rindang untuk berteduh dari teriknya sinar matahari.

"Loh kok berhenti sih?" tanya Thalia penasaran.

Tanpa membuka helm dan hanya membuka kacanya saja Jhonson melirik Thalia yang duduk dibelakangnya. "Gue dari tadi ngomong kenapa nggak di jawab-jawab?" Jhonson berusaha terlihat santai walaupun kenyataannya dia sangat kesal.

Sebelum menjawab pertanyaan Jhonson, Thalia menarik nafasnya secara perlahan untuk meredakan kekesalannya. "Gue denger Jho, gue tau gue salah. Sekarang rambut gue juga udah di gelung kok, tangan gue juga bakalan diem nggak banyak gerak jadi nggak bakalan ganggu lo bawa motor lagi."

"Makanya kalau gue bilang beli dulu ikat rambut itu nurut."

"Iya Jhonson, gue minta maaf."

"Untung aja kan gue masih fokus bawa motornya, jadi nggak terjadi apa-apa di jalan."

"Iya sorry, tapi sekarang gue haus sama laper, anterin ke cafe biasa yuk. Gue yang traktir deh."

Sebenarnya hanya dengan satu hal gerutuan Jhonson bisa di atasi, yaitu membawanya ke sebuah cafe dengan free Wi-Fi dan mentraktir nya satu gelas ice cappucino ditambah sepiring kentang goreng dengan parutan keju diatasnya, maka dari itu untuk mengalihkan gerutuan Jhonson, Thalia langsung mengajaknya pergi ke cafe langganan mereka.

Pada akhirnya disini lah mereka berada, di cafe depan taman kota tempat favorit untuk para remaja karena harganya yang terjangkau belum lagi dengan hiburan live music didalamnya. Tidak terlalu banyak pengunjung hari ini, jumlahnya pun masih bisa di hitung dengan jari. Kali ini Thalia dan Jhonson memilih duduk didalam dekat pintu masuk.

"Tha ini beneran ya lo yang traktir?" Thalia menghela nafas pelan mendengar pertanyaan yang Jhonson lontarkan lebih dari sepuluh kali itu. Dari perempatan jalan dekat taman kota sampai sudah duduk santai didalam cafe dan diapun tak henti-hentinya tersenyum padahal hal seperti ini sering terjadi, tapi melihat reaksinya itu seperti mendapat hadiah undian miliaran rupiah.

Gamers Couple [Slow Update]Where stories live. Discover now