7. Jadi Masalah

48 12 20
                                    

Bukan salahnya waktu, pertemuan kita memang sudah menjadi takdir untuk saling ada dan meninggalkan.

***

Tentu saja Nantha pulang minta diantar Luthfa, meskipun harus dengan paksaan dan cekcok dahulu. Secara, kan, Luthfa adalah ketua dari ekstrakurikuler Pecinta Alam yang mana harus bertanggung jawab terhadap keselamatan anggotanya. Hal itu terjadi setelah ribut mencari kunci motor.

"Karena gue dididik buat bersosialisasi dan membantu orang yang kesusahan, bukan malah menyusahkan orang lain dengan bermanja," jawab Luthfa dengan entengnya kala laki-laki itu digoda oleh yang lain sebelum melaju ke rumah Nantha.

Mulut laki-laki itu memang belum kapok kalau belum dikasih minum air comberan. Nantha benar-benar sedang dalam mode senggol bacok dengan wajahnya yang seseram bocah marah. Seram, sih, tetapi imut. Juga ... membuat haters jadi ingin muntah saja.

"Emang dasarnya cewek penggoda mah ada aja alasannya," ucap seorang gadis bersama teman-temannya. Bukan seorang, melainkan geng kakak kelas XII yang tadi melabrak Nantha.

"Iya, palingan juga sengaja lupa naruh biar bisa diantar sama Luthfa. Udah dikasih wejangan segitu belum paham juga dia." Literally, tidak hanya mereka, hampir seluruh orang di SMA ini membicarakan Nantha di belakang. Tidak terang-terangan seperti ini.

Kembali pada Nantha dan Luthfa. Acap kali mereka berboncengan, Nantha bingung harus bagaimana ia naik ke jok belakang. Sehingga menyusahkan karena lama sekali, kemudian dibantu oleh Luthfa tentunya.

"Gitu aja nggak bisa."

Para gadis yang tadi bergosip memang berada di dekat parkiran dengan berpura-pura tidak tahu kalau orang digosipkan masih di sana. Kemudian salah satunya berucap lagi. "Guys, kita ngomongnya terlalu keras, nggak, sih?" Dengan suara keras agar Nantha mendengarnya.

"Iya, duh, maaf, deh ... sengaja. Hahaha ...."

Kemudian, tawa mereka berlalu dari telinga Nantha karena ia sudah memakai helm dan pergi dari sana dengan diiringi deruman motor Luthfa.

"Sebenarnya lo nggak perlu marah. Nggak perlu kesal sama mereka yang gunjingin lo," ucap Luthfa di tengah-tengah kegiatannya mengendarai motor.

Nantha tersadar dari diamnya, mendekat ke depan agar bisa mendengar apa yang dikatakan Luthfa. Ia hanya bisa melihat gerakan kepala laki-laki itu yang sedikit menoleh ke belakang.

"Oh, iya, lo kenapa, sih, sebenernya? Emang di rumah suka manja juga, ya?"

Hening. Luthfa hanya mendengar suara angin dan kendaraan di sekitar mereka.

"Woi!"

Kali ini Nantha sedang menatap lurus ke depan jadi tidak memerhatikan kalau Luthfa sedang mengajaknya berbicara dengan menoleh ke belakang.

"Nantha?" Akhirnya, karena kesal ucapannya tidak direspons, Luthfa menepuk paha Nantha dan langsung menarik kembali tangannya sembari menggumam, "Khilaf, Mak."

"Haah? Nggak denger." Barulah Nantha tersadar dari lamunannya dan berusaha mendengar apa yang dikatakan Luthfa selanjutnya.

"Nggak, lo budek."

Ineffable [END]Where stories live. Discover now